Langsung ke konten utama

Duhh.. Ikhwan.... :D

Terik mentari masih setiA menemani kota palopo. Kota tempat kelahiranku. Setelah menyelesaikan tugas Negara pagi ini, rasanya akan sayang jika kaki ini melangkah pulang ke rumah. Entah, saya malas tinggal di rumah. Hanya berdiam diri di kamar ditemani laptop dan juga hp. Tidak ada teman cerita dan bermain. Coba ada soulin cilik disini. Hehehe.. arghhh.. saya rindu dengan mereka. Bukan karena pilih kasih, tetapi karena mereka lebih banyak menghabiskan waktu bersamaku hingga keakraban dan kedekatan itu seakan menyihir untuk selalu berujung pada sebuah kata rindu.
Dengan langkah yang agak ragu-ragu, kulangkahkan kakiku menyusuri jalan yang sedikit lengang. Pulang? Berarti saya harus berjalan kaki menyusuri jalan ini menuju jalan besar untuk menemukan angkot. Beginilah kalau tak tahu mengendari motor, dan juga belum punya boncengan dan….. nggak mau dibonceng sama “laki-laki”. Harus siapkan tenaga berjalan kaki beberapa meter baru bisa dapat kendaraan umum. Kenapa saya nggak jalan-jalan aja? Pikirku senang. Hm… okelah.. saya harus pergi jokka sendiri. Entah kemana nanti kaki ini melangkah. Ikut saja… but, mau kemana? Pakai apa?. Akhirnya kuputuskan menunggu becak, kali aja ada yang lewat. Mungkin karena semakin banyaknya ojek, jimlah becak sudah masuk dalam zona langka. Menunggu beberapa lama, tak satu pun becak kutemui. Yang ada hanyalah suara klakson motor ojek yang selalu saja lewat menawarkan jasa. Tentu harus sering-sering melambaikan tangan menolak halus diiringi dengan senyum. Owalah.. lagi bagi-bagi senyum nih :D.

Detik berlalu, menit berlalu, bahkan sejam pun hamper berlalu. Saya masih saja terpekur sendiri menunggu keajaiban. Dan…. Yuhuu.. ada sebuah pete-pete (angkot,red) yang menghampiri. Memang jalan ini bukan jalanan umum bagi angkot. Dulu waktu jaman SMA, ada kode angkot yang lewat sini. Tetapi, entah sekarang sudah hilang. Apakah karena sudah semakin banyak ojek, atau karena sudah semakin banyak yang punya kendaraan pribadi? Entahlah… dengan senyum sumringah, kulambaikan tangan. Hanya butuh beberpa detik, tubuhku sudah posisi wuenak :D. pikiranku kemudian tertuju akan turun dimana? Beberapa hari lalu, saya telah janjian dengan teman SMA untuk bertemu, tetapi belum menetapkan bertemu dimana. Hmm… apa bertemu di mesjid agung saja ya? Saya jadi penasaran dengan tempat itu. Karena faktanya, dengan umur segini belum sekali pun kakiku menginjak pelatarannya. Sadis kan? Okelah… disana saja. Namun, persis lewat, mulutku malah kelu untuk mengatakan “kiri”. Kayaknya naluri petualangku kambuh lagi. Benar saja, petualangan selanjutnya adalah ke pasar sendirian :D.

Tempat ini sudah jauh dari masa SMA dulu yang masih sempit dan agak jorok. Sekarang sudah semakin bagus, bersih dan tertata rapi. Sana sini, barang-barang terpajang dan menguji iman untuk tidak mengoceh kantong. Untung saja masih insaf, masih mengingat kantong yang sudah menjerit. Jadilah, mutar-mutarnya hanya lihat-lihat, atau sekedar Tanya-tanya harga. Dan keningku selalu saja terangkat setiap bertanya harga. Kisaran 30-80 ribu perbedaan harga di Makassar. Ckckc… harus sabar nih kayaknya menahan nafsu belanja J. Ok, fix… hanya boleh lihat-lihat saja……

Kaki akhirnya melangkah menuju mesjid agung. Tahu tidak, perjalananku tidak main-main. Dari sentral ke mesjid agung. Kayaknya melatih adrenalin untuk berjalan. Atau mungkin lebih tepatntya menghemat biaya kali hahahaha.. dan walhasil, yang ditemukan adalah capek dan gosong wkwkwkwk. Tahu sendiri kan, panasnya palopo seperti apa?. Jalan 5 menit saja dibawah terik matahari, perawatan setahun akan hilang. Sudah gosong, makin gosong :D. tetapi keletihan akhirnya terbayarkan dengan nuansa mesjid yang begitu meneduhkan. Saya pun mengambil posisi duduk di bawah pohon di halaman mesjid. Tak butuh waktu lama, mataku sibuk menguliti setiap pemandangan di sekitarku. Di emperan mesjid terlihat beberapa orang yang duduk santai. Kalau dilihat-lihat, mereka menunggu waktu sholat. Kemudian, banyak cekikikan bocah-bocah anak SD yang berlarian saling kejar-kejaran. Di sudut lain, terlihat beberapa gadis yang siap mengatur posisi untuk foto selfie. Di bagian lainnya lagi, segerombolan anak SD yang berteduh diantara perjalanannya pulang ke rumah. Perut keroncongan, ingin mencari makan tetapi kemana? Celingak-celinguk tetapi tak menemukan apapun. Sampai pandanganku kea rah pelataran mesjid dan seorang bapak melambaikan tangannya memanggil. Apakah saya yang dipanggil? Saya kenapa? Ada apa? Ahh.. cuek aja deh, saya nggak bersalah kok? Yang perlu yang datang dong, pikirku. Kuseruput minuman yang tak lagi didingin dan juga snack ala kadarnya yang tadi sempat kubeli. Tetapi, lagi-lagi.. semua belum menuntaskan rasa laparku.

Kayaknya kali ini, doaku terkabulkan. Kenapa? Seorang bapak penjual siomay melesat menghampiriku dan menghentikan dagangannya di dekatku. Senyum pun tersungging. Belum puas tersenyum, seoarang bapak-bapak datang.
“dek, waktu sholat. Dilarang duduk di taman mesjid kalau waktu sholat. Ayo masuk ke mesjid”
“pak, saya tidak sholat”
“biar tidak sholat dilarang berkeliaran. Masuk saja kedalam. Ini sudah aturan”

Hmmm… yoweslah… baguslah nih aturan. Akhirnya senyumanku kusimpan rapi-rapi. Lapar yang menghantui akhirnya dengan tega dibunuh untuk sesaat. Semoga nanti masih dijodohkan dengan siomay itu deh :D. kaki pun kulangkahkan mendekati mesjid. Disana ada banyak anak-anak yang berlarian. Ternyata mereka bersiap-siap sholat. Dan di samping mesjid yang sekaligus di samping sekolah, banyak bapak dan ibu yang dengan setia menunggui anak mereka. Saya pun bingung akan kemana. Tidak ada tempat duduk atau tempat untuk berdiam diri sejenak. Lama mutar-mutar dan nggak dapat, akhirnya keputusan final “masuk mesjid”. Kalau saya dalam mesjid, saya nggak bakal dauber-uber dilarang berkeliaran. Dan saya pun duduk cantik di bagian belakang shaff perempuan yang sholat, sambil “seolah-oleh” sedang mengerjakan tugas. Karena memang saat itu, isi tasku, kertas coretan angka-angka kukeluarkan. Sempat sih kerja beberapa soal, selebihnya melongo dan menelisik sekitar. Mengaguni keindahan sudut-sudut mesjid dengan relief-reliefnya, kaligrafinya, dan tatanan bangunannya. Masya Allah… rumah-Mu begitu indah dan sejuk.

Berhubung keadaan di luar juga panas menyengat, kayaknya akan lebih nyaman kalau saya berdiam diri disini hingga sore hari. Apalagi, percakapan singkat via bbm dengan teman SMA ku berujung pada kesimpulan bahwa kami akan ketemuan sore nanti disini. Kalau dihitung-hitung sih, lumayan lama juga akan menunggu disini. Alama-lama bisa basi. But, never mind lah. Ini rapelan atas kelalaianku mengunjungi tempat ini di usaiku sebelumnya. Maybe, inilah waktu bagiku memeluk rindu dengan tempat ini. Jadilah, seribu gaya akhirnya keluar. Mulai dari seolah-oleh belajar, seolah-olah membaca, sandaran, tidur-tiduran, mondar-mandir, sampai yang kumat dan malu-maluin yaitu selfie. Wkwkwkw

Sebelumnya, saat duduk dengan ‘seolah-olah’, dari balik pintu depan mesjid sepasang kaki teraun melewati samping tempatku duduk. Dengan tanpa mengira-ngira dulu, langsung kuangkat pandanganku. Alamaak… ternyata seorang lelaki bergamis. Beberapa detik pandangan kami bertemu, karena sama-sama kaget, tak butuh lama untuk langsung membuang pandangan ke kertas putih yang berserakan di depanku. Ketika telah berlalu, kutepuk jidatku, menyadari kekonyolanku. Lama terbengong di dalam mesjid entah mau ngapain, sedangkan suasana makin lengang, tersisa beberapa orang. Walhasil, mental selfie akhirnya kumat. Ambil hp, trus berjalan ke serambi depan mesjid. Kayaknya viewnya keren nih, pikirku. Sudah dapat view bagus, dan siap pasang gaya, dan… sepersekian detik sebelum tekan “take picture”, seorang lelaki datang dari arah samping. Langsung saja spontan hp langsung kusembunyikan, dan gaya langsung jadi salting, lalu kabuur. Duduk cantik ditiang mesjid tempat tasku kuletakkan. Alamaak…. Betapa malunya saya. Mungkin mukaku sudah semerah tomat kali ya. Lagi-lagi kutepuk jidatku.

Karena kadung malu dan malu-maluin, selanjutnya saya selalu was-was kemana-mana. Takut, yang lihat tadi melihat. Sudah terlanjur malu, jangan bikin malu lagi. Jadilah, saya lebih mendiamkan diri sambil menunggu sore tiba. Tidur-tiduran sampai puas hingga masuk sholat ashar. Horayyy…. Sebentar lagi bakal ketemu teman SMA. Rasanya tak sabar menunggu waktu berlalu. Sampai keadaan mesjid bermetamorfosis dari ramai ke lengang kembali, saya pun berniat mengecek tempat duduk di taman depan. Semoga saja tidak ada yang mengambil posisiku. Saya pun berjalan ke serambi depan, belum sampai melangkahkan kaki lebih jauh keluar, kakiku kembali terhenti. Pas celingak-celinguk, kembali beradu tatap dengan lelaki yang sebelumnya. Aduh… kok dia lagi? Akhirnya tidak jadi mengecek suasana luar. Mundur.. grakk…… waduh,,, kenapa dia lagi sih?

Daripada lama berdiam diri di dalam sendirian, kayaknya seru kalau keluar menunggu. Kali aja, tempat duduk di taman itu kosong. Kalau sampai jam 5 temanku blum datang, yah.. barulah saya pulang. Kukumpulkan barang-barangku, lalu melangkah keluar lewat samping. Berharap tidak ketemu dengan orang yang tadi. Lankahku kubuat sesantai mungkin menuju taman depan mesjid. Terlihat ada penjual siomay dan kerumunan 3 orang lelaki yang membeli. Tempat duduk kan banyak, mereka duduk bagian sana, yang sebelah sini masih kosong, duduk disitu saja ah” pikirku. Awalnya agak risih, dan kikuk duduk sendirian, tetapi lama-lama ternikmati juga. Pandanganku akhirnya dijamu dengan pemandangan sore yang menakjubkan. Ada banyak kerumunan, atau lebih tepatnya lingkaran orang menghidupkan majelis ilmu. Di setiap sudut pelataran mesjid dipenuhi lingkaran-lingkaran oaring melakukan kajian atau mungkin rapat. Ada banyak ikhwan dan akhwat. Ada banyak liqo’. Ada banyak tarbiyah. Sejurus, mataku berkaca-kaca. Ada kerinduan yang plan hadir. Kerinduan akan sebuah suasana yang telah lama tidak kurasakan. Rindu tarbiyah, rindu liqo’, rindu bermajelis, rindu nuansa dakwah islamiyah. Yaya.. selama ini kau kemana???

Beberapa saat, saya bernostalgia dengan keteduhan dalam barisan dakwah. Bohong, ketika saya berkata bahwa saya tidak rindu. Saya sangat rindu bersama para akhwat. Bekerjasama dengan para ikhwan untuk perjuangan dakwah. Ahhh…. Kubiarkan nostalgiaku bermunculan dan berkejaran, hingga tanpa sadar, pandanganku beralih ke serambi depan mesjid, dan blemmm… lagi-lagi, ikhwan yang tadi juga mengarahkan pandangan kepadaku. Aduh,… kenna lagi deh… kenapa coba sering beradu pandang?. Hahaha….. saya akhirnya tersenyum lalu tertawa sendiri. Apa yang kupikirkan? Setidaknya ada dua hal: pertama: jika kejadian begini terjadi dimasa SMA atau kuliah dulu, mungkin saya akan tersipu malu, tertunduk, lalu baperan. Apalagi tadi sekilas, si ikhwan memang masuk dalam kategori cakep. Mungkin, kalau disaat itu bertemu, saya bakalan membawanya baper berhari-hari. Gimana nggak, ketemu ikhwan cakep loh… berkali-kali beradu pandang lagi J. Kedua, karena beradu pandang berkali-kali, kalau mengikuti keyakinan orang dulu, katanya kalau keseringan bertemu, itu namanya jodoh. Apakah akan seperti itu? Apakah saya akan berjodoh dengan dia? Hahahaha…. Pertanyaan konyol itu hinggap. Dan tetntu membuat saya tertawa dan berkata, dalam hidup ini, kebetulan bukan berarti takdir indah yang akan menjadi milikmu.

Sekarang, kejadian begitu hanya membuatku ketawa dan tepok jidat. Karena, seiring bertambahnya usia, kita akan semakin sadar bahwa banyak kelakuan kita semasa belia yang pada akhirnya akan kita tertawai dan mungkin kita sesali kelak. Kalau nggak percaya, lihat saja nanti…. Remember it .

#tulisan untuk menompa semangat menulisku. Mungkin tulisan yang sederhana, tetapi kali aja bisa memompa semangatku tuk menulis kembali. #keepwritingyaya…..

Tertulis, Kamis 14 April 2016.
2 pekan setelah kejadian.
Dan menulis kisah ini, diawali dengan kekaguman imajinerku
pada sosok “Makky Matahari Muhammad”, Cinta di Ujung sajadah.

Komentar

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap