Langsung ke konten utama

Kejahatan, Anak, dan Perempuan

Akhir-akhir ini kejahatan semakin marak. Semakin tak terhitung tiap harinya kejahatan terjadi di negeri ini. Apakah benar negeri ini sudah tidak aman? Apakah benar negeri ini tak ada lagi tempat yang nyaman pergi tanpa merasa was-was? Dimana ciri khas negeri ini yang ramah tamah? Sudah terjadi erosikah? Sudah tergeruskah? Atau kita telah benar-benar terhegemoni oleh budaya luar? But, eits… kalau memang kita terpengaruh budaya luar, lalu kenapa justru Negara luar lebih aman daripada di negeri ini? Lalu negeri ini kemasukan apa? Disitu kadang kita merasa heran. Atau jangan-jangan kita kebablasan? Katanya pengen ngikut budaya luar, menghirup aura kebebasan, kesetaraan, tetapi malah ampas dari keduanya yang diambil. Jadilah kebablasan, bebas tanpa etika dan setara tanpa pertimbangan.

Kalau kita melihat kejahatan yang selama ini, lebih banyak yang menjadi korban adalah anak-anak dan perempuan. Negeri ini sudah dilengkapai lembaga KPAI malah, ada lembaga pemberdayaan perempuan malah. Tetapi mengapa justru banyak sisi kehidupan yang tidak ramah kepada keduanya? Trafficking, kekerasan, pembullyan, pembunuhan, lebih banyak menyudutkan anak-anak dan perempuan. Baru-baru ini, terjadi kejahatan pemerkosaan yang jadi korban adalah siswi SMP kelas 2 yang masih belia bernama Yuyun. Dari segi umur masih di bawah umur, dan juga perempuan. Belum lagi kasus pembunuhan Feby, mahasiswi UGM yang dibunuh oleh petugas keamanan kampus karena ingin dirampok barang-barangnya. Belum lagi kasus bu ‘Ain yang dibunuh oleh mahasiswanya dengan alasan geram karena nilainya diancam akan dijadikan jelek. Korbannya siapa? Perempuan!. Dan coba cari kasus-kasus lainnya, persentase akan mengatakan bahwa kebanyakan dari korban adalah anak-anak dan perempuan.

Pertanyaannya adalah, kenapa anak-anak dan perempuan? Apakah dua golongan ini adalah golongan terpinggirkan? Golongan termarginalkan? Golongan terdeskriminasi? Golongan second grade yang tercipta untuk dikebelakangkan? Atau jangan-jangan golongan ini adalah golongan yang dikebiri secara psikologis. Hmm.. entahlah… mungkin alasan yang kebanyakan kita dengar bahwa karena baik anak-anak maupun perempuan adalah orang-orang yang lemah, mudah diperdaya dan tak bisa banyak melawan. Begitukah..?? Sebuah kutipan dari status selah seorang teman di fb:

" Saya hanya tidak habis pikir kenapa nyawa mudah sekali hilangnya di negeri ini, baik itu atas anama kuasa politik negara, kuasa patriarki, kuasa kekayaan dan insdutrialisasi. Namun dalam pandangan saya cenderung perempuan dan anak yang menjadi korban. Apakah nurani seksis dan narasi libido, ataukah misoginis" (IJS)

Di Samping itu, Fenomena lain yang terjadi yaitu, ternyata banyak juga pelaku kejahatan justru berasal dari kalangan anak-anak. Nah loh? Apakah anak-anak masih bisa dikategorikan lemah dan mudah diperdaya? Jika saat ini, pencurian, perampasan, pembunuhan, bahkan pemerkosaan dan begal banyak dilakukan oleh anak-anak. Dalam hal ini, anak-anak didefenisikan sampai berumur 17 tahun. Dan pelaku kejahatan, banyak berusia 14-17 tahun. Bukankah lemahnya anak-anak telah bergeser? Dan siapa yang bisa menjamin, anak usia remaja (SMA) bakal lebih lemah dibandingkan yang dewasa?. Selamatnya mereka adalah, ada undang-undnag perlindungan anak. Dengan alas an mereka masih dini, masih muda, masih dalam tahap pembentukan karakter, tahap perkembangan, jadi mereka akan lebih dimaklumi jika berbuat salah. Lihat saja, bahkan setelah membunuhpun mereka ada yang hanya dipenjara 3 bulan. Wajarkah? Inikah anak-anak? Yang disisi lai lemah, tetapi disisi lain mudah berbuat kejahatan yang dimaklumi? Bagiku, tetap saja, undang-undang tentang perlindungan anak perlu digodok kembali. Perlindungan terhadap anak perlu lebih diperhatikan tetapi pemberian hukuman pun perlu dipertimbangkan. Jangan sampai ada oknum yang menyalahgunakan kebijakan/UU untuk memperalat anak-anak berbuat kejahatan. Dan harusnya, batas usia pemakluman terhadap kejahatan anak lebih diturunkan, jangan lagi sampai usia 17 tahun, tetapi mungkin smpai usia 14 tahun atau 13 tahun saja. Mengingat, perkebangan anak-anak dahulu dengan sekarang berbeda. Kalau dahulu, usia 15 tahun mereka masih tampak benar-benar lugu dan kekanak-akanakan, tetapi sekarang dengan perkembangan zaman, mereka lebih cepat dewasa, lebih cepat puber, lebih cepat paham, dan lebih cepat berkembang.

*berharapmasihbisakutuntuaskan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap