Hey... Kok kamu mirip? Pokoknya setelah sekian lama berpikir nih orang kayak nggak asing, akhirnya ketemu juga dia mirip siapa. Pantes there is something if see him. Ahhh... Jangan sampai jadi baper. Tapi beneran, pertama sadar dia mirip siapa, sempat baper dan mengingat masa lalu lagi. Ahh... Bodoh banget saya. Kenapa juga jadi kepikiran. Bukankah semua telah jadi Masa lalu? Bukankah saya sudah menghabiskan banyak waktu agar benar-benar lupa bahwa ada orang yang pernah kukenal yang adalah orang nya?. Kenapa jadi terkenang lagi? Aduh gegara orang itu tuh. Kenapa coba dia mirip :D
Kalau dilihat benar deh, mereka mirip banget, dari penampakannya putih, berkacamata, garis wajah, gaya, bahkan dari dialeknya. Kok bisa ya? Oh iya, katanya kan di dunia Ini kita memiliki orang yang mirip sebanyak 7 orang. Nah mungkin antara mereka Ini yang masuk kategori mirip itu. Tapi, ya mbok, kenapa harus kamu dek yang mirip? Jangan sampai aktivitas share kita sebagai adik-kakak, sebagai senior-yunior terkotori dengan perasaan jengkel. Kekanak-kanakan sih kalau saya begitu. Tapi, saya juga manusia, mungkin ada kalanya saya akan diracuni oleh ego pribadi. Tapi, semoga tidak terjadi. Kesadaran saya bahwa kalian mirip itu ketika dengan asyiknya kita berdiskusi tentang kehidupan, cinta, dan dinamika organisasi. Maaf kan dek, kalau saya terturuti oleh ego masa lalu. Tapi kenapa harus kamu yang mirip???
Jreng..jreng... Mungkin Allah ingin menguji seberapa banyak saya telah belajar dari Masa lalu. Seberapa kuat saya telah move on. Dan seberapa sabar saya memaafkan Masa lalu. Atau mungkin Allah ingin saya bertanya pada diri, benarkah saya telah bisa membuat yang telah lalu sebagai hal yang biasa? Jangan-jangan saya hanya bersembunyi di balik jubah kerapuhan. Masih tergerus oleh Masa lalu yang menari-nari. Atau jangan-jangan saya masih menggerutui pilihan Masa lalu. Mengapa harus bertemu dan mengapa harus berharap?. Yah, semua bukan salahmu dek, jika kalian mirip. Sayalah yang harus dewasa.
Makassar, 4 September 2016
Jreng..jreng... Mungkin Allah ingin menguji seberapa banyak saya telah belajar dari Masa lalu. Seberapa kuat saya telah move on. Dan seberapa sabar saya memaafkan Masa lalu. Atau mungkin Allah ingin saya bertanya pada diri, benarkah saya telah bisa membuat yang telah lalu sebagai hal yang biasa? Jangan-jangan saya hanya bersembunyi di balik jubah kerapuhan. Masih tergerus oleh Masa lalu yang menari-nari. Atau jangan-jangan saya masih menggerutui pilihan Masa lalu. Mengapa harus bertemu dan mengapa harus berharap?. Yah, semua bukan salahmu dek, jika kalian mirip. Sayalah yang harus dewasa.
Makassar, 4 September 2016
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar