Langsung ke konten utama

Motivasi Politik


Sekarang adalah masa hangatnya panggung politik. Bukan hanya pilkada tetapi juga pemilihan dalam organisasi. Baru saja kembali panggung politik terlewatkan dengan segala euforianya. Sebagaimana panggung politik, hasilnya akan menimbulkan banyak penerimaan, penafsiran dan juga rasa. Menelisik sejenak dari semua panggung poliik yang sudah kulewati dan kusaksikan, ada hal yang menggelitik dan sekaligus membuat miris. Rasanya, panggung politik kita mestinya berbeda dengan panggung politik lain yang ada kaitannya dengan pemerintah atau yang ada kaitannya dengan profit. Karena panggung ini sebenarnya bukan memperjuangkan profit, tetapi lebih memperjuangkan dakwah dan keberlangsungan organisasi. Bukankah seharusnya seperti itu?. Namun pada kenyataanny, panggung itu pun telah bergeser ke ranah politik serba mubah. Apa saja boleh dilakukan, yang penting sesuai dengan kepentingan. Apa bedanya dengan panggung politik lain di negara ini?

Kita diajarkan untuk santun berpolitik. Mengingat bahwa yang kita perjuangkan adalah dakwah, bukan kepentingan pribadi, apalagi mengenyangkan ego semata. Kita mstinya mementingkan kepentingan ummat, menekan ego, mengesampingkan iming-iming. Saling merangkul, menguatkan dan juga saling percaya. Pada kenyataannya, tetap saja ada dinding pemisah yang terlalu tinggi. Ada sekat yang begitu kokoh membatasi. Dan ada pengklasifikasian, yang sejenak membuat patriotosme nama baik dipertahankan. Katanya satu. Katanya melebur. Katanya menanggalkan jubah masing-masing. Katanya untuk kepentingan bersama. Katanya semua kita sama punya potensi. Katanya harus saling percaya . Katanya apapun itu, jangan bawa perasaan. Nyatanya? tetap saja bagai air dan minyak. Tak bisa melebur, tak ingin berdampingan. Selalu ada curiga. Berusaha ingin menguasai. dan klaim lebih baik. 

Bukankah lebih indah jika kita saling percaya dan merangkul?. Ego akan selalu ada, namun sebarapa lama bisa bertahan dengan ego?. Menang ataupun kalah, ayolah... saling menerima dan saling percaya. Menang bukan berarti telah diatas angin dan lebih dari yang lain. Kalah bukan berarti tidak lebih baik dan tak bisa dipercaya. Menang dan kalah hanyalah status takdir. Hanya saja, kata menang-kalah menjadi kata pamungkas yang bisa mengubah banyak hal. Yang dekat menjadi jauh. Yang akrab menjadi asing. Yang ramah menjadi jutek. yang bijak menjadi egois. yang rukun menjadi retak. yang dipercaya menjadi boomerang. yang tunduk menjadi liar. yang biasanya penuh tawa, menjadi penuh cibiran. yang dulunya saling mendukung, malah saling dorong. Yang awalnya bahagia bersama, menjadi bahagia berpisah. Inikah yang katanya berjuang untuk dakwah?

Setidaknya, menurutku ada beberapa alasan mengapa seseorang bergelut dalam dunia politik yang semakin menjanjikan. Hal ini berlaku untuk semua jenis perpolitikan, yang pure atau yang semi.

Memperbaiki Keadaan. Inilah niat yang sering menggebu-gebu sesaat tatkala berjuang masuk dalam kancah perpolitikan. Niat ini dianggap sebagai niat suci. Menerjunkan diri dan menghibahkan diri dengan maksud keadaan yang timpang sebelumnya bisa diperbaiki. Kesalahan di masa sebelumnya bisa diluruskan. Konsep jelas, Sasaran jelas. Namun terkadang, seiring waktu niat ini tergerus bersama keadaan dan kenyataan. idealisme pada akhirnya harus berkonfrontasi bersama tarikan kesenangan. Banyak yang tetap saja idealis, mempertahankan apa yang sejak awal diperjuangkan. namun tak sdikit yang akhirnya angkat tangan lalu mengikuti arus. Karena bertahan dengan idealisme, sama artinya berjuang digempur. Orang yang idealislah yang paling merasakan kesakitan. Banyak dipersalahkan, banyak digiring, dan banyak tak bisa berbuat dengan keterasingannya.
Menguasai. Ini mungkin yang paling radikal diantara semuanya. Ini tujuan yang banyak dituju, sasaran utama, namun terdang malu untuk diakui. Siapa sih yang tidak ingin menguasai? Zaman sekarang ini, politik adalah jalan mulus untuk menguasai. Menguasai pemerintahan, aturan, batasan, kekayaan, kesempatan, bahkan masyarakat. Apalagi yang kurang jika semua itu bisa dikuasai?. Wajarlah ketika semakin banyak yang berbondong-bondong masuk kancah politik. meski tak punya ilmu yang banyak, tak punya skil managemen yang baik, tak pandai mengkoordinir dengan bijak, asal bisa menguasai, yang laian akan menjadi mudah. Menguasai sama halnya menjadikan hal lain menjadi tunduk dan patuh. peraturan yang tak sesuai bisa diubah. mereka yang tak serute bisa dijinakkan. Kekayaan yang membinarkan mata bisa diprivasi. Masyarakat yang selalu mengelukkan perhatian, cukup diberi sedikit sanjungan, perhatian, dan umpan kecil. betapa enaknya menguasai bukan?.
Popularitas/Ketenaran. Inilah Sisi lain dari perpolitikan. Tak mencari kekuasaan dan kekayaan, akan tetapi haus akan ketenaran dan polularitas. Ada juga yang tergila-gila dengan ini. Butuh sanjungan, butuh elukan, dan butuh diperbincangkan. Meski tak memperoleh profit yang berlebih atau sama sekali tak ada, tak jadi masalah. Karena terpening dari semua itu bisa dikenal oleh banyak orang dengan menjadi wah. itu luar biasa. Biasanya yang seperti ini ada di perpolitikan non profit.
Memperluas Jaringan. Sebenarnya, ini adalah tahapan awal poin yang lain. Karena memperluas jaringan, pada akhirnya agar bisa terkenal dan bisa menguasai. Motivasi ini juga sering terjadi pada perpolitikan non profit. Dengan masuk ke kancah perpolitikan, menjadi leader atau masuk struktural, dengan sendirinya akan menuai akses mudah bertemu banyak orang. Bertemu bnyak orang tentu akan memanen link sana-sini. Kalau link sudah banyak, mau ngapain sudah mudah. Urusan A ada si nganu. urusan B ada si nganu. urusan Z ada si nganu, link lancar, urusan lancar, kucuran lancar, dan jalan lain juga akan mulus. Enak kan?
Hayoo...? kamu yang lagi emangat-semangatnya pengen masuk dunia politik, entah pure politik atau semi politic. Yang full profit atau yang zero profit, Motivasimu opo...?
*Jum'at Mubarak 030217*
* Jangan Lupa Waras*
*Jangan Lupa Bahagia*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap