Langsung ke konten utama

Rangking 1 Bukan Segalanya


RANGKING 1st BUKAN SEGALANYA (Bekal Memantik Sukses Sesungguhnya)

Pepatah latin mengatakan : "non scholae sed vitae discimus". Yang artinya kita belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk hidup.

Kalau orang mengatakan tugas utama mahasiswa kuliah, saya masih bisa sependapat. Tapi saya tidak setuju bila dikatakan prestasi akademik yang tinggi otomatis menjadikan karier seseorang di tempat kerja kelak tinggi juga. Prestasi mahasiswa adalah prestasi akademik atau hard skills. Prestasi sebenarnya bukan saat di kelas, prestasi atau sukses itu setelah tamat kuliah. Dunia karier!. Baik sebagai karyawan atau wirausaha.

Sukses dunia karier tidak ditentukan ranking satu, cumlaude atau prestasi akademik, tapi 90% ditentukan oleh soft skills. Keterampilan-keterampilan yang justru minimal diajarkan di sekolah atau perguruan tinggi. Ada banyak cara yang bisa untuk memperoleh sukses. Orang sukses ada yang dengan cara alami atau ada juga dengan cara lain. Buku ini hanya bercerita tentang bagaimana sukses dengan cara yang bisa dipelajari melalui proses kematangan diri dan kematangan berorganisasi.

Kematangan tidak bisa diasah dari kegiatan menghafal pelajaran. Kematangan hanya bisa diperoleh dengan praktik-praktik nyata terutama di luar kelas, di kehidupan sosial, berorganisasi dan sebagainya.

Untuk bisa menjadi manajer tidak cukup hanya mahir kemampuan teknis. Manajer harus punya kemampuan leadership, kerjasama yang baik, komunikasi dan kemampuan memengaruhi orang lain atau influencing people.

Buku ini memuat enam bagian yang menyatu, dari kenyataan yang ada hingga tips how to mengatasi berbagai persoalan untuk dapat lolos ke tangga prestasi. Tentu saja karyawan atau pun wirausaha yang sukses. Banyak kisah nyata dan pendapat para ahli di bidangnya yang diulas dan dikritisi dalam buku ini termasuk apa yang menjadi budaya di negeri ini. Semuanya untuk mencari tahu dan membuktikan apa kunci mereka yang sukses.

Selagi mahasiswa atau pelajar banyak sekali kesempatan yang bisa diasah semenjak dini. Dunia ini anomali bagi yang tidak mampu dengan rahasia hard skills dan softskills. Keduanya harus dikuasi secara berimbang bagi mereka yang ingin sukses. Kuliah hanya bagian kecil dari proses menuju sukses, namun jalan masih sangat berliku untuk meraih segalanya.
Bagian kedua dimulai dengan ulasan kenapa ranking 1 bukan segalanya : pemimpin tidak mesti ranking satu, sukses karier meski bukan bidangnya, faktor soft skills dan hard skills, sistem pendidikan belum maksimal. Ranking satu tapi soft skills rendah identik dengan ketidaksuksesan.

Bagian tiga membahas bagaimana menentukan jalur karier : menghalau hambatan diri, bila keliru memilih tempat kerja, menetapkan pilihan berkarier, meningkatkan kompetensi berkarier, memilih Sekolah Menengah Kejuruan, hingga jawaban sanggupkah saya berwirausaha.
Tuntutan dunia kerja dimuat di bagian empat. Dimulai tips bagaimana proses dan lolos seleksi kerja, tuntutan kompetensi profesi, referensi kerja, leadership dan team work, dan bagaimana penilaian prestasi dunia kerja dilakukan. Bagian ini diakhiri dengan bagaimana menjadi pribadi berpengaruh dan ragam tuntutan seorang wirausaha.

Sebelum bagian enam penutup, disajikan bagaimana seharusnya yang merupakan inti how to buku ini yaitu bagian lima. Bagian diawali dengan mengubah paradigma, mengasah soft skills sewaktu sekolah atau kuliah, developt soft skills sebelum pensiun dari karyawan, menyadari kesalahan berpikir, berpikir positif, sukses modal spiritual, belajar terus tanpa henti. Selama hayat masih dikandung badan.

Pada bagian akhir ada statement, apa pun risiko jalan hidup yang terjadi menjadi sukses atau tidak. Sisi positif seorang ranking satu seharusnya menjadikan hidup yang tidak gampang menyerah, tidak gampang frustasi dengan himpitan karier, daya mampu menghindari sikap hidup tidak produktif, malas dan tidak bertanggungjawab. Satu lagi yang sangat berarti bagi seorang yang pernah meraih ranking satu, yaitu melekatnya budaya malu pada diri. Malu bila tidak dapat berbuat terbaik dibandingkan dengan orang lain atau malu bila dianggap tidak berprestasi oleh yang menilai diri kita. Apa pun, sukses itu relatif lantaran dinilai oleh makhluk Tuhan juga. Sukses itu setelah kehidupan kini berakhir. Babak baru dengan modal terbaik yang tergoreskan oleh kiprah diri kita sendiri

*Sebuah Resensi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap