Langsung ke konten utama

Bom Kampung Melayu

Tentang Penge-Bom-an di Kampung Melayu. Sebagai pengamat jauh, saya ingin mengatakan bahwa: Siapapun pelakunya... pikiranx belum terbuka. Entah ini pelakunya ummat islam atw bukan, tentu yang akan menanggung label terorism adalah ummat islam. Tapi, heyy.... yg korban itu siapa?. Jadi klw pelakux ummat islam, sama saja membunuh saudara sendiri dan otu juga akan menambah daftar panjang label terorism pd ummat ini (itu kalau jika loh ya). Mau balas dendam? Dendam pada siapa? Untuk apa? Kenapa disana pada saat pelaksanaan pawai obor?. ini sudah ide lawas. Tetapi ini masih absurd. Masih dalam himpunan fuzzy. Maka waspadalah mudah menjudge...

Tulisan dari Tere liye tentang ini: *Waspada*

Saat sebuah bom diledakkan di tengah keramaian kota Jakarta. Maka jelas sekali, 87% kemungkinan korbannya adalah muslim. Ijinkan saya bertanya pada pelaku pengeboman di Terminal Kampung Melayu Jakarta tadi malam. Tahukah Anda, boleh jadi di sana ada seorang Ayah yang habis membeli kurma, setelah kerja seharian, menyiapkan Ramadhan bagi anak-anak dan keluarganya. Tahukah Anda, boleh jadi di sana, ada seorang anak muda yang siap-siap ke bandara, naik pesawat menuju Medan, hendak bersimpuh di kaki Ibunya di hari pertama Ramadhan, setelah merantau setahun, bekerja di Jakarta.

Tahukah Anda, di Terminal Kampung Melayu itu, boleh jadi ada yang pulang dari pengajian, baru menangis dia mendengar kajian tentang cinta Rasul. Tahukah Anda boleh jadi ada yang sedang membaca kitab suci, duduk sambil menunggu bus. Bahkan saat sasaran Anda spesifik sekali adalah polisi, boleh jadi salah-satu polisi korbannya, baru saja menelepon anak bungsu tersayangnya, “Nak, sudah shalat Isya? Oh, sudah mau tidur. Jangan lupa doa sebelum tidur.” Lantas anaknya bilang, “Ayah, aku cinta Ayah karena Allah”. Percakapan ditutup, lima menit kemudian, bom meledak.

Tahukah Anda semua kemungkinan tersebut? Nah, terlepas dari kemungkinan2 tersebut, coba cek tiga nama polisi korban tadi malam yang bukan lagi kemungkinan2: Ridho Setiawan, Taufan Tsunami, Imam Gilang Adinata. Bukankah hei, nama2 itu akrab dan familiar sekali bagi Anda? Bukankah nama-nama itu juga nama2 tetangga, saudara2 kita, bahkan namanya mirip dengan nama Anda sendiri. Maka sebelum kalian meledakkan bom, sebelum melepas aksi di tengah keramaian, coba pikirkan hal ini baik-baik. Jika Anda (pelaku pengeboman ini) muslim, dan mengaku membela Islam dengan cara2 seperti ini, bayangkanlah situasi ini.

Sayangnya, orang-orang ini tidak akan berpikir sekomprehensif ini. Sekali sebuah kebencian menutupi kepala, maka yang ada balas, balas dan balas. Padahal, setiap kali kekerasan dilepaskan, hanya kebencian dan kekerasan berikutnya yang menyusul. Itu tidak pernah jadi solusi. Itu hanya membuat semua semakin rumit dan rumit. Kusutnya, orang2 ini memang meniatkan kerumitan ini. Saya tidak akan berpanjang lebar membahas soal paham-paham ini. Kita kadung berbeda frekuensi, penjelasan apapun tidak akan berguna.

Saya hanya akan membahas hal lain yang tidak kalah pentingnya.

1. Umat Islam selalu menjadi salah-satu korban paling serius setiap kali bom meledak. Bahkan ketika itu terjadi di Inggris, umat Islam seluruh dunia harus menanggung prasangka buruk, kebencian, bahkan tindakan yang tidak pantas di belahan benua lainnya.

2. Jangan pernah takut, apalagi sampai bernegosiasi dengan kekerasan. Tetap lakukan aktivitas seperti biasa. Tetap berangkat sekolah, bekerja seperti biasa. Tapi waspadalah. Tidak ada yang menjamin kapan, di mana, dan siapa sasaran bom ini.

3. Kenali tetangga-tetangga kita. Sudah saatnya kita tahu depan, samping, belakang rumah kita. Pelaku pengeboman ini akan sulit sekali bergerak jika kita semua mengetahui dan bersilaturahmi dengan baik terhadap tetangga. Sekali ada yang mencurigakan, ada tetangga yg tertutup sekali, laporkan kepada Ketua RT. Di samping rumah jelas2 lagi bikin bom, masa’ kita tidak tahu?

4. Jaga anak-anak kita, saudara2 kita, teman2 kita, dari paham yang ekstrem. Ayolah, apa susahnya memperhatikan keluarga sendiri. Ini juga hal sederhana tapi sangat efektif mencegah kejadian berikutnya. Sekali anak-anak kita, saudara2 kita, teman2 kita mendadak punya paham yang ekstrem sekali (misalnya postingan di medsosnya mendadak begitu), atau mendadak jadi pendiam, menutup diri, coba tanya2, ajak bicara, minimal tanya apa kabarnya. Proses menjadi pelaku bom bunuh diri itu tidak terjadi semalam. Jika kita peduli dengan orang terdekat, kita mungkin bisa mencegahnya.

5. Dan terakhir, termasuk diri kita sendiri. Mulailah membaca banyak buku2 agama. Hadiri banyak pengajian. Tidak harus satu penulis, satu ustad, tapi terbuka dengan buku2 lain, ustad2 lain. Itu akan membuat cara berpikir kita komprehensif, terbuka. Kalau memang waktunya tidak punya, sekarang di media sosial banyak streaming2 pengajian. Selalu kritis, bertanya. Bukan hanya ditelan mentah2. Agama itu untuk orang yang mau berpikir.

Dua hari lagi umat Muslim akan melaksanakan Ramadhan. Kalian tidak akan pernah bisa merusak kebahagiaan kami menyambut Ramadhan, cuy. Apapun tujuan kalian, apapun misi kalian meledakkan bom sebelum bulan suci, 230 juta (dari 260 juta) penduduk Indonesia yang muslim akan menyambut Ramadhan dengan suka cita, dengan kasih sayang. Bukan dengan Bom.

*Tere Liye

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap