Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): Jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. AN NISAA':176)
Sore ini... kembali baru bisa membuka blog lagi. dan yang terpampang di blog pada bagian random ayat adalah ayat ke 176 surah An-Nisa.
Apa yang kemudian terlintas dibenakku?. Ada rasa rendah dalam diri. kenapa? karena jujur sampai hari ini, ilmu Ad-Dien yang masih juga belum kupahami adalah tentang mawaris alias warisan. Entah kenapa selama ini tidak pernah tertarik mengkaji masalah ini. Padahal ilmu tentang ini sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Betapa tidak, tentang mawaris inilah yang seringkali membuat pertengkaran dalam masyarakat, utamanya dalam keluarga sendiri. Akibat warisan, orang yang bersaudara seperti orang yang bermusuhan. Orang yang terikat dengan darah, malah lebih seperti orang yang tak punya hubungan darah apapun. Bahkan tak jarang sesama saudara bertengkar, adu mulut, berkelahi, sampai di perkarakan ke polisi atau ke persidangan
Kalau ingin dikaji, mengapa sampai warisan ini menjadi masalah dalam masyarakat?. ada beberapa hal yang bisa disimpulkan
1). Karena kurangnya ilmu tentang warisan. yang terjadi adalah, warisan dianggap hanya sebagai pembagian harta semau siapa yang bisa membagi. Tanpa pernah mau mengilmui bagaimana pembagiannya. bagaimana jika ahli waris hanya anak?. bagaimana jika ahli waris hanya orang tua? bagaimana jika ahli waris hanya saudara?. bagamana jika anak semua perempuan?. bagaimana jika ada perempuan dan ada laki-laki? bagaimana jika ahli waris ada orang tua dan anak?. dan lain sebagainya. semua itu harus dibagi sesuai dengan ilmu yang ditetapkan dalam agama. Masih banyak orang yang hanya menganggap bahwa warisan itu hanya untuk anak. Masih banyak juga yang masih menganggap bahwa warisan itu dibagi rata. banyak juga yang menganggap bahwa warisan itu sama dengan wasiat. olehnya, memang ilmu tentang ini amat perlu.
2). Karena keserakahan. Kita bisa melihat ada banyak keserakahan yang terjadi di masyarakat. Bukan hanya oleh mereka yang tak tahu hukum da ilmu tentang mawaris. Tetapi juga oleh mereka yang tahu hukum. Karena apa?. karena keserakahan ingin memiliki lebih banyak harta warisan. bahkan ada yang sampai ingin memiliki semuanya. ini benar-benar serakah. hingga, ahli waris lain dikesampingkan, atau dipecundangi. iya, ini bukan drama. tetapi benar ini kenyataan dalam masyarakat. Karena keserakahan yang dimiliki, seorang saudara dengan tega memiliki lebih banyak harta. karena keserakan, seorang saudara laki-laki dengan tega tidak memberi atau hanya memberi sedikit bagian bagi saudara perempuannya. padahal ada pembagian untuk itu. Kalau yang tidak punya ilmu, mungkin akan sedikit dimaklumi. namun bagaimana dengan mereka yang sebenarnya punya ilmu?.
Benar. Bahwa hingga saat ini, saya belum juga mengilmui tentang mawaris. Benar, bahwa hingga saat ini saya banyak tidak tahu tentang itu. Rasanya malu. Jujur.... padahal ini ilmu penting loh. Bahkan beberapa hari yang lalu saat seorang teman memberi soal ujian masuk sebuah kampus islam negeri, dan ada soal tentang pembagian warisan. kurang lebih mempertanyakan berapa warisan yang diperoleh seorang anak laki-laki jika orang tuanya meninggalkan warisan sekian uang, apabila ahli waris yang ada adalah orang tua, istri, dan dua orang anak. jujur saat membaca itu ada rasa malu dan menyesal saat itu. itu soal yang tidak bisa kujawab :'(. Sangat malu rasanya. Hingga membuka blog dan menemukan lagi ayat tentang mawaris, kembali rasa malu hadir. dan saya pun berpikir, mungkin ini kode dari Allah agar saya mempelajari tentang hukum mawaris ini.
Sebenarnya apa yang membuat rasa enggan untuk mengilmuinya?. Bukan karena memang tidak mau. mungkin lebih tepatnya karena rasa kecewa dengan yang kusaksikan sendiri tentang pembagian warisan dari kedua orang tuaku. Dari bapak dan juga dari ibu. Keduanya adalah anak pertama. Bapak 6 bersaudara, dan ibu 5 bersaudara. namun sayangnya kedua orang tua mereka tidak membagi warisan sebelum meninggal. jadilah warisan yang ditinggalkan menjadi rebutan dan pertengkaran. Bahkan pernah dengan mata kepalaku sendiri warisan ini dipertengkarkan. pernah ibu menangis. pernah bapak marah besar. Namun, dari keduanya, tak ada sepersen pun warisan yang mereka dapatkan. Akhirnya apa?. Kami bersaudara makan, sekolah, melanjutkan kehidupan betul-betul hanya mengandalkan gaji dan kerja keras kami sendiri. Tak ada warisna itu. tak ada sekeping harta dari nenek kami. Seolah orang tua kami tak memiliki warisan apa-apa dari ortunya. Seolah kedua orang tuaku bukan anak dari orang tuanya. Ketika saudara mereka yang lain bisa hidup dari warisan. Bisa menyekolahkan anak mereka dari warisan, justru kedua orang tuaku tidak merasakan itu. Kami bersekolah sama sekali tak pernah disuplay dari warisan. Saat saudara-saudara orang tuaku bisa menjual tanah dan menghasilkan uang sekian juta, kami malah bersekolah mengandalkan kemandirian dan kerja keras. Apakah keluarga yang lain ada yang mau melihat, ada yang mau membantu?. Nihil!. Tak ada satu pun.
Itulah kenapa saya lumayan sensi jika membahas tentang warisan. Saya marah mendapatkan kedua orang tuaku bersusah payang memperjuangkan haknya tetapi tidak dia dapatkan. Saya lumayan marah ketika melihat saudara-saudaranya dengan mudah menjual sana-sini dan tak sedikitpun diberi kepada orang tuaku. apalagi kami sebagai anaknya. Ahhh... intinya, kami bersaudara benar-benar ngenes masalah warisan. Hingga saat ini, saat ibuku masih ingin bersitegang masalah warisan, kami anak-anaknya yang mencoba meredamnya. Kata kami: "Mak, sudahlah... kita bisa hidup selama ini meski tanpa warisan. Kami bisa bersekolah sampai jenjang ini, pun tanpa warisan. Jadi sudahlah.. biarkan mereka serakah.".
Iya, kami bisa sampai jenjang ini tanpa sedikitpun bbersal dari warisan. Tetapi, Allah memang maha Tahu, kami bersaudara bisa menyelesaikan kuliah, sedangkan sepupu yang lain, yang menggunakan warisan tidak semua bisa sampai ke tahapan ini. Allah memang amat baik. Ahhh... pada akhirnya, emosi tentang warisan keluar juga :D. Maklumlah, selama ini hanya tersimpan di hati.
Well,.... namun dengan kenyataan bahwa satu soal tentang mawaris yang tidak bisa kuselesaikan, akan membuka mata dan pikiranku bahwa harusnya saya mengilmuinya. Harusnya saya paham betul. Meski tak ada warisan nantinya yang kudapatkan, namun semoga kelak bisa memberikan warisan bagi orang lain. "aamiin.... :-)
Palopo, 22 Juli 2017. 18.24 p.m.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar