Prolog: Tersebutlah disebuah pulau kecil nan indah. ada dua orang sahabat yang sedang terperangkap diantara hamparan laut yang membiru. Laut memang indah. Langit memang mengagumkan. Angin memang sepoi melenakan. Tetapi, apalah artinya semua itu jika tidak bisa terbebas dari keterasingan dari dunia luar. Saling menguatkanlah mereka. Meski yang satu lihai menyusun kata bercerita langsung, maka yang satunya hanya bisa menorehkan tinta untuk menasehati. *** Hai kak. Sebelum menulis terlalu panjang, izinkan adikmu ini meminta maaf. Maaf jika aku terlalu pengecut untuk bicara langsung. Maaf jika aku tidak berani menasihati secara langsung. Setidaknya dengan begini, seakan-akan aku menasihati diri sendiri. Sebenarnya ada alasan lain, kak. Sejujurnya, aku pun takut. Aku takut jika harus menertawakan diri sendiri di masa depan. Aku takut kak, sangat takut. Jika kejadian serupa pun akan dihadapi oleh adikmu ini. Bukan tidak mungkin. Ya, peluangnya pun tetap sama. Seperdua. Ah, a
Mengukir sejarah dengan pena. Membentuk peradaban dengan ide. Tinggalkanlah jejak dan mimpimu dengan tulisan. Dengan begitu, benar bahwa engkau pernah ada.