Langsung ke konten utama

Titip Rindu untukmu Bapak


Kali ini hujan kembali mengguyur kota kecil ini. Ini hari kedua sejak kepergianmu. Rasanya engkau masih duduk bersama kami disini. engkau masih ada di tengah-tengah kami. Khas suaramu yang selalu fasih bercerita, seolah masih terdengar oleh telingaku. Bapak... Hujan kali ini, masih juga memaksa kerinduan untukmu hadir. benarlah, bahwa kepergianlah yang terkadang menyadarkan manusia akan sebuah rasa rindu.

Kemarin, seolah hari yang tak ingin kulewati. Selama ini, dipikiranku selalu ada rasa takut jika harus kehilangan seperti kemarin. Tetapi, siapakah yang bisa menghindari takdir?. Seberapa takut dan menghindarnya manusia, jika Allah telah menitahkan takdirnya, siapa yang bisa melawannya?. Setakut apapun dihadapi, inilah keniscayaan yang tak dapat tertolak. Kemarin, semua yang kutakuti telah kujalani.

Jika sebelumnya, mendengar suara sirine ambulance saja merinding dan selalu was-was semoga tidak berhenti di depan rumah. tetapi, kemarin mengantar jenazahmu dari rumah sakit menuju rumah kita, sayalah yang justru di mobil itu, duduk di depan mengantarmu dengan linangan air mata. Nyatanya, saya harus berdamai dengan suara itu pada akhirnya.

Jika sebelumnya, tak pernah dalam hidupku melihat secara langsung proses sakarat sampai dilepaskannya nyawa dari jasad. kemarin, mengantar kepergianmu, semua kulalui. bersama seluruh anak-anakmu, tepat di sampingmu, bersamamu, melepasmu pergi untuk selama-lamanya. melepasmu pergi, berarti menghadirkan sejuta sabar dan ikhlas bagi kami. Juga menghadirkan kesedihan atas kehilanganmu yang luar biasa. Melepasmu secara langsung, memperlihatkan, menyadarkan bahwa begitulah proses sakarat. Sungguh luar biasa namanya proses itu. Apapun harta, pangkat, jabatan, ketenaran, atau kebanggan lain, yang kita punya tak ada artinya saat itu. dan tak ada yang membantu proses sakaratul maut yang kita lalui. Bapak... semoga engkau husnul khatimah

Jika sebelumnya, melayat ke kerabat atau kenalan yang meninggal dunia, hanya sampai terpekur melihat jasad terbujur kaku. Sebelumnya ada rasa takut harus melihat mayit secara langsung. tetapi denganmu, semua rasa itu hilang. bahkan memelukmu, mencium keningmu dan mengusap wajahmu yang terbujur kaku, semua kulakukan. Tubuhmu yang dingin, tak lagi mendengar suara tangis kami. Tak lagi mendengar segala keluh kami. engkau tak lagi bersuara menahan sakit atas semua sakitmu. Tak lagi terdengar suara batuk tertahanmu. tak lagi ada suara nafasmu yang tersengal dan pendek. Tak lagi ada suara rintihanmu. tak lagi ada suara butuh manja dari anak-anakmu. tak lagi ada tatapan perpisahanmu mencari kami semua. Tak lagi ada suaramu yang kami dengar. Bapak... memelukmu untuk terakhir kali rasanya menghadirkan setumpuk kesedihan. Barulah banyak sesal yang hadir, sesal belum bisa menjadi anak yang banyak berbuat untukmu. Memandang wajah kakumu untuk terakhir kalinya, Barulah menghadirkanbanyak kerinduan menyeruak untukmu. ada banyak yang kurindukan darimu bapak... ada banyak rindu hadir menadari jasadmu telah terbujur kaku, tak bisa lagi kulihat bahkan gerak nafasmu.

Jika sebelumnya, melihat seorang anak yang ikut menguburkan jenazah orang tuanya, dalam hati bertanya, bagaimana jika saya?. apakah bisa melaluinya?. Kemarin, semua kulalui. mengantarmu sampai di peristirahatan terakhir. Melihatmu hanya dengan kain kafan yang membalut sekujur tubuh kakumu. Melihatmu disemayamkan dalam tanah dengan dilapisi dengan papan dan dinding tanah. melihatmu ditutupi tanah hingga yang tersisa oleh pandangan mata hanyalah gundukan tanah dan papan. Apakah saya kuat?. ternyata saya pun tak bisa menahan tangis. Meski kutahan dengan sekuat tenaga, buliran itu tetap saja rajin membanjiri, Berjatuhan dan berlinangan bersama kesadaran bahwa untuk selanjutnya, saya tak bisa lagi melihatmu di alam ini. Bapak... Jasadmu telah bertemankan tanah. telah disiramkan air hujan dan telah bertemankan gelap.

Bapak, dengan kepergianmu… semua yang dahulu kuhindari, tak mau kubayangkan, tak ingin kulalui, akhirnya kulalui pada akhirnya. Bapak… do’a selalu untukmu. Do’a terbaik untukmu. Dan salam rindu selalu untukmu. Trima kasih atas segala kebaikan yang engkau berikan kepada kami. Meski bagaimanapun kami berbuat, tentu semua tidak bakal bisa membayar segala apa yang engkau berikan pada kami. Bapak.. tenanglah disana berjumpa dengan Rabb-Mu. Semoga Allah senantiasa melapangkan dan menyinari kuburmu. Bapak… Salam rindu untukmu :

Palopo, 6 Desember 2017

Komentar

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap