Kali ini hujan kembali mengguyur kota kecil ini. Ini hari kedua sejak kepergianmu. Rasanya engkau masih duduk bersama kami disini. engkau masih ada di tengah-tengah kami. Khas suaramu yang selalu fasih bercerita, seolah masih terdengar oleh telingaku. Bapak... Hujan kali ini, masih juga memaksa kerinduan untukmu hadir. benarlah, bahwa kepergianlah yang terkadang menyadarkan manusia akan sebuah rasa rindu.
Kemarin, seolah hari yang tak ingin kulewati. Selama ini, dipikiranku selalu ada rasa takut jika harus kehilangan seperti kemarin. Tetapi, siapakah yang bisa menghindari takdir?. Seberapa takut dan menghindarnya manusia, jika Allah telah menitahkan takdirnya, siapa yang bisa melawannya?. Setakut apapun dihadapi, inilah keniscayaan yang tak dapat tertolak. Kemarin, semua yang kutakuti telah kujalani.
Kemarin, seolah hari yang tak ingin kulewati. Selama ini, dipikiranku selalu ada rasa takut jika harus kehilangan seperti kemarin. Tetapi, siapakah yang bisa menghindari takdir?. Seberapa takut dan menghindarnya manusia, jika Allah telah menitahkan takdirnya, siapa yang bisa melawannya?. Setakut apapun dihadapi, inilah keniscayaan yang tak dapat tertolak. Kemarin, semua yang kutakuti telah kujalani.
Jika sebelumnya, mendengar suara sirine ambulance saja merinding dan selalu was-was semoga tidak berhenti di depan rumah. tetapi, kemarin mengantar jenazahmu dari rumah sakit menuju rumah kita, sayalah yang justru di mobil itu, duduk di depan mengantarmu dengan linangan air mata. Nyatanya, saya harus berdamai dengan suara itu pada akhirnya.
Jika sebelumnya, tak pernah dalam hidupku melihat secara langsung proses sakarat sampai dilepaskannya nyawa dari jasad. kemarin, mengantar kepergianmu, semua kulalui. bersama seluruh anak-anakmu, tepat di sampingmu, bersamamu, melepasmu pergi untuk selama-lamanya. melepasmu pergi, berarti menghadirkan sejuta sabar dan ikhlas bagi kami. Juga menghadirkan kesedihan atas kehilanganmu yang luar biasa. Melepasmu secara langsung, memperlihatkan, menyadarkan bahwa begitulah proses sakarat. Sungguh luar biasa namanya proses itu. Apapun harta, pangkat, jabatan, ketenaran, atau kebanggan lain, yang kita punya tak ada artinya saat itu. dan tak ada yang membantu proses sakaratul maut yang kita lalui. Bapak... semoga engkau husnul khatimah
Jika sebelumnya, melayat ke kerabat atau kenalan yang meninggal dunia, hanya sampai terpekur melihat jasad terbujur kaku. Sebelumnya ada rasa takut harus melihat mayit secara langsung. tetapi denganmu, semua rasa itu hilang. bahkan memelukmu, mencium keningmu dan mengusap wajahmu yang terbujur kaku, semua kulakukan. Tubuhmu yang dingin, tak lagi mendengar suara tangis kami. Tak lagi mendengar segala keluh kami. engkau tak lagi bersuara menahan sakit atas semua sakitmu. Tak lagi terdengar suara batuk tertahanmu. tak lagi ada suara nafasmu yang tersengal dan pendek. Tak lagi ada suara rintihanmu. tak lagi ada suara butuh manja dari anak-anakmu. tak lagi ada tatapan perpisahanmu mencari kami semua. Tak lagi ada suaramu yang kami dengar. Bapak... memelukmu untuk terakhir kali rasanya menghadirkan setumpuk kesedihan. Barulah banyak sesal yang hadir, sesal belum bisa menjadi anak yang banyak berbuat untukmu. Memandang wajah kakumu untuk terakhir kalinya, Barulah menghadirkanbanyak kerinduan menyeruak untukmu. ada banyak yang kurindukan darimu bapak... ada banyak rindu hadir menadari jasadmu telah terbujur kaku, tak bisa lagi kulihat bahkan gerak nafasmu.
Jika sebelumnya, melihat seorang anak yang ikut menguburkan jenazah orang tuanya, dalam hati bertanya, bagaimana jika saya?. apakah bisa melaluinya?. Kemarin, semua kulalui. mengantarmu sampai di peristirahatan terakhir. Melihatmu hanya dengan kain kafan yang membalut sekujur tubuh kakumu. Melihatmu disemayamkan dalam tanah dengan dilapisi dengan papan dan dinding tanah. melihatmu ditutupi tanah hingga yang tersisa oleh pandangan mata hanyalah gundukan tanah dan papan. Apakah saya kuat?. ternyata saya pun tak bisa menahan tangis. Meski kutahan dengan sekuat tenaga, buliran itu tetap saja rajin membanjiri, Berjatuhan dan berlinangan bersama kesadaran bahwa untuk selanjutnya, saya tak bisa lagi melihatmu di alam ini. Bapak... Jasadmu telah bertemankan tanah. telah disiramkan air hujan dan telah bertemankan gelap.
Bapak, dengan kepergianmu… semua yang dahulu kuhindari, tak mau kubayangkan, tak ingin kulalui, akhirnya kulalui pada akhirnya. Bapak… do’a selalu untukmu. Do’a terbaik untukmu. Dan salam rindu selalu untukmu. Trima kasih atas segala kebaikan yang engkau berikan kepada kami. Meski bagaimanapun kami berbuat, tentu semua tidak bakal bisa membayar segala apa yang engkau berikan pada kami. Bapak.. tenanglah disana berjumpa dengan Rabb-Mu. Semoga Allah senantiasa melapangkan dan menyinari kuburmu. Bapak… Salam rindu untukmu :
Palopo, 6 Desember 2017
Bapak... sepekan kepergianmu... :'(
BalasHapus