Langsung ke konten utama

Mengunjungimu Bapak

Sore 28 Januari 2018. Kembali mengunjungimu bapak di tempat peristirahatan terakhirmu. Sedari awal yang kujaga dari diriku adalah jangan sampai tangis ini tidak bisa kubendung. Semoga meskipun menangis di dekat tempatmu, tetapi bukan tangisan meraung atau tangisan tanpa keikhlasan melepasmu. Waktu tak terasa bergulir. Sudah hampir 2 bulan engkau pergi meninggalkan kami. Namun, masih juga serasa engkau ada disini. Dan masih juga kerinduan sering hadir. Hampir setiap bagian di rumah ini mengingatkan kami padamu. Subuh rasanya kurang tanpa suara dentingan ranting kayu dan sapu. Halaman yang dulu sangat akrab denganmu, seakan bernyanyi sedih menantikan tangan cekatanmu membersihkan setiap jengkalnya. rerumputan pun rindu denganmu. Tangan yang selalu menjamah tubuh mereka mencabut dan membabatnya. Ke dapur pun, yang kuingat setip pagi rutinitasmu membuat kopi dan mencari air panas. bahkan kejadian yang dulu lucu tentangmu ketika kuingat, bukan lagi tawa yang hadir tetapi tangis yang ingin hadir. saat itu engkau ingin membuat kopi. dan diatas meja ada beberapa toples. antara gula, dan garam sulit dibedakan sekilas. Tanpa memperhatikan dengan seksama, kopi yang kau buat engkau beri garam bukan gula. Namun dengan mencoba sekali, mungkin saat itu engkau merasa lidahmu yang bermasalah, hingga engkau menambah lagi garam di kopi yang engkau buat. Setelah mencoba, ternyata makin asin, hingga saya yang saat itu sedang asik menyapu kau sapa. "ini garam pale bukan gula?. Barulah saya sadar ternyata sedari tadi lama membuat kopi, ternyata karena itu. Saat itu saya tertawa, ahh.. bapak.. mungkin karena usiamu yang makin senja, pikun  sudah menggelayutimu. 

Apalagi yang kuingat darimu? sangat banyak. Apalagi kenangan masa kecil. Engkau bagai malaikat bagi kami. Selalu mengurus kami saat kecil. Mengajari kami menghitung dan membaca. Juga selalu setia bubur buatanmu tiap pagi. Engkau hampir tak pernah memarahi kami. Justru di masa tuamu mungkin kami yang tidak sabaran. Juga, di masa kecil kami, hampir tiap malam kita duduk di depan rumah menyaksikan langit yang penuh bintang. tentu diiringi ceritamu tentang banyak hal. Apalagi jika bercerita tentang kisahmu saat pemberontakan DI/TII, kisahmu seolah tiada henti. Tak lupa lagu favoritmu "Suruganna Bambapuang". Karena seringnya dulu engkau lagukan, saya pun menghafal lagu itu hingga sekarang. 

Bapak.. kebiasaanmu rasanya masih ada disini. Masih ingin kusksikan secara langsung. saat depan TV acara kesukaanmu adalah berita dan mendengar lagu-lagu tempo doloe. Bahkan sampai tertidur depan TV. Urusan makan dan yang lain, pelajaran yang kuambil darimu adalah kesederhanaan. Tak pernah sekalipun kudengar engkau mencela makanan. bahkan ketika asin ataupun ketika lelah dari aktivitasmu makanan belum tersaji, tak pernah kudengar engkau marah. Ahh.. bapak... ada banyak tentangmu. hadir.. berkelebat.. membuat  airmata ini tak kuasa kubendung mengalir deras. Apalagi saat ibu membacakan Al-Qur'an di samping kuburanmu. Ibu pun menangis. bagaimana tangis ini tidak bertambah deras?.

Bapak... saya rindu. Tak ada lagi yang kupanggil bapak. tak ada lagi yang kusalami setiap bepergian keluar rumah. Tak lagi ada lelaki hebat di dekatku. lelaki yang mengajarkanku tentang cinta sederhana dan kesetiaan. bapak, darimu saya belajar tentang banyak hal. Bukankah lelaki pertama yang membuat seorang anak gadis jatuh cinta adalah pada ayahnya?. 

Ya Rabb.. sayangi ayahku. Rengkuh ia dalam mahabbah-Mu. Ampuni segala dosa dan kesalahnnya. terima segala amal kebaikannya. Ya Rabb.. mohon jangan hukumi ayahku karena dosa dan kemaksiatan yang kulakukan, namun alirkanlah juga pahala untuknya bila ada kebaikan yang kulakukan. Rabb... titip rindu untuk ayahku.

Palopo, 290118.
*Bahkan menulis ini, kerinduan padamu makin menyeruak*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap