Langsung ke konten utama

Apa yang Kau Risaukan Shalehah?

Menjadi seorang perempuan, apa sih yang membanggakan?. Ini bukan pertanyaan mengandung kesinisan loh ya. Karena saya pun seorang perempuan. Mungkin kita akan berkata bahwa yang membanggakan adalah fisik yang dianugrahi oleh Allah dalam keadaan sebaik-baik fisik. Perempuanlah yang dianugrahi kecantikan, paras yang menarik, tubuh yang gemulai, suara yang merdu, serta perasaan yang lebih dominan yang dimilikinya. Atau mungkin yang membanggakan adalah ketika hidup dengan layak, dengan kelebihan dunia yang dimiliki, berupa harta, pasangan yang setia, berkecukupan, handsome, dll. Apalagi dilengkapi dengan buah hati yang lucu, cerdas, membanggakan, sehat, dan sholeh/sholehah. Apalagi yang perlu dicari dan dikejar?. 

Lalu apa yang membuat seorang  perempuan terjatuh dan terpuruk?. Jawabannya adalah kebalikan dari yang membanggakan di atas. bisa karena merasa fisik kurang dibanding perempuan sekitarnya, merasa jelek sendiri, atau merasa dihina oleh setiap pandangan yang melihatnya. Atau karena tidak memiliki penghidupan seperti yang diimpikan, keluarga yang berantakan, keluarga yang kekurangan, pasangan yang tempramen atau tak setia, anak yang super duper nakalnya. Atau karena mereka yang belum mendapatkan pekerjaan yang lebih menjamin, belum mendapatkan pasangan hidup, belum mendapatkan keturunan, atau belum bayar cicilan utang :D. 

Dengan segala kepelikan hidup, terkadang kita lupa untuk bersyukur, karena kita sibuk menekur. Sibuk menggerutui diri, menangisi keadaan. kadang kita saat diuji kita merasa menjadi manusia paling sedih, kita merasa mendapatkan lebih banyak kesusahan dari pada kemudahan. Kita lupa bahwa Allah hanya mengambil satu hal saja. Allah hanya mengambil satu tangkai saja dari nikmat yang kita punya. Allah tidak mencabut akarnya. Allah tidak mengambil nikmat lain. Misal kita hanya diberi satu ujian, dengan kehidupan ekonomi yang masih kurang,  membuat kita jadi lupa atas nikmat lainnya. Padahal nikmat Allah yang lain masih banyak, Ada nikmat sehat, nikmat berjalan, nikmat ekonomi, nikmat berbicara, nikmat pendengaran, dan nikmat-nikmat lainnya. Lalu mengapa masih merasa tidak adil? padahal Allah masih menurunkan nikmat lainnya. Lalu mengapa menggalau setiap hari, padahal kebahagiaan lain masih juga berpihak pada kita. lalu mengapa bangkit, move on setelah terpuruk itu begitu sulit, sedangkan Allah masih memberi kenikmatan lain, mengganti yang apapun yang hilang, dan selalu ada untuk jadi tempat kembali dan mengadu ketika merasa segalanya jadi gelap?. 

Lalu bagaimana jika Allah meminta lebih dari kita?. Bagaimana jika hidup yang dijalani malah lebih butuh lebih dari sekedar sabar dan penerimaan kita?. Bagaimana jika yang dibutuhkan adalah hidup kita? Yang dipertaruhkan adalah nyawa kita? sanggupkah kita?. Kalau soal hidup yang meminta kesabaran kita saja membuat kita seolah telah hidup penuh dengan kesusahan, bagaimana bisa menerima jika kehidupan itu sendiri yang perlu kita relakan?. Hidup penuh dengan himpitan ekonomi? Fisik yang biasa saja? Pekerjaan yang belum memuaskan? keluarga yang belum tercipta? anak yang belum dikaruniakan?. Tak apa... bukankah kita masih bisa hidup? masih bisa berjalan, masih bisa memandang dunia? masih bisa berusaha?. tetapi jika kehidupan itu sendiri yang telah lenyap, apalagi yang bisa dilakukan? bisakah kita?

Pertanyaan ini hadir ketika maraknya pemberitaan seorang dokter Palestina yang meninggal dunia akibat tertembak oleh tentara Israel di perbatasan Jalur Gaza, Razan Al-Najar. Kalau dipikir, apa yang kurang darinya? wajah cantik, pekerjaan mumpuni, keluarga yang bahagia, pendidikan yang membanggakan. Mungkin jika kita yang dalam posisi memiliki itu semua, kita akan sulit melepasnya dan menukarnya dengan hidup kita. Tetapi tidak dengannya. Dengan segala kelebihan yang dimilikinya justru dia tak gentar kehilangan, bahkan hidupnya sekalipun. jika kita ada di posisinya, bisakah kita merelakan hidup nyaman yang dipunyai?. Dengan hidup yang meminta perelaan yang lebih, maukah kita menukarnya dengan hidup aman dengan beberapa kekurangan yang kita miliki?. Kondisi yang meminta barteran nyawa, apalagi yang lebih menakutkan?. Apakah mereka mengeluh, menangis, meraung, mencak, menyerah, lemah, dan mengebiri hidup?. Tidak....!!!. Lalu mengapa kita diberi ujian yang tidak meminta hidup kita, tidak meminta nyawa kita, aman, masih bisa berusaha, masih bisa tersenyum, masih bisa tidur enak, tetapi merasa hidup ini tidak adil dan menyedihkan?. Pikiran kitalah yang menyedihkan. hati kitalah yang menyedihkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap