Perihal rasa, kadang aku tak tahu bagaimana cara merubahnya menjadi kata perkata dalam aksara. Tapi langit berbeda, aku hanya perlu memandanginya tanpa berkata. Lalu pulang dengan perasaan lega. #EEP
Rasa adalah sebuah term yang terkadang lebih nyaman untuk tidak didefenisikan dengan kata-kata. Mengapa?. Karena Rasa itu lebih bermakna tanpa melalui lisan. Yang memahaminya lebih adalah hati. wajarlah ketika sebuah rasa didefenisikan lewat kata-kata justru maknanya kurang pas. Ada bagian yang tidak sempurna tersampaikan. Meski begitu, titah langit menanggapi rasa beda.
Bagaimana pun rasa membuncah dalam dada, langit tetap saja memandang rasa sebagai sebuah term yang mutlak. Tak memandang rasa telah berteman lama, atau telah merasa tak sanggup, atau mengklaim kepemilikan. Langit tetap saja punya kunci jawaban atas semua judgement yang telah kita labeli. Mau menerima atau tidak, langit tetap saja bertitah. Langit tetap saja punya choice tersendiri. Bisa jadi jawabannya sama dengan judge atau malah beda jauh. Beda waktu, beda jarak, beda ruang, dan mungkin beda harapan.
Lalu bagaimana mesti menyikapinya?. Bukankah habiballah telah mengatakan untuk sederhana mendefenisikan rasa?. Karena sebesar apapun rasa, jika titah langit beda, kita bisa apa?. Dan bukankah juga semakin dalam rasa yang dipunya, mesti mempersiapkan lebih dalam palung hati untuk komposisi sabar?. Semakin dalam sebauh rasa, semakin dalam juga kemungkinan rasa sakitnya.
Bersabarlah memandang rasa. Terkadang memang mesti banyak diam dalam ikhtiar lalu bermunajat dalam tawakkal. Sebab langit tak pelu meminta persetujuan kita perihal rasa. Pandanglah tanpa berkata. dan pulanglah, kembalilah dengan segala keyakinan bahwa langit akan memberimu kelegaan. #welpok
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar