Langsung ke konten utama

Blokir - Memblokir

Saat ini menggunakan sosmed apa?. Secara umum yang banyak digunakan hingga saat ini adalah facebook, instagram, whatsapp, dan line. Sedangkan beberapa sosmed lain yang dulunya menjamur penggunaannya, kini sudah ditinggalkan yaitu bbm, kakaotalk, twitter. Dengan hadirnya banyak social media, mestinya sensitivitas social bisa semakin berkembang. Namun kenyataannya telah banyak yang menguraikan dalam tulisan atau hasil pengamatan justru medsos membuat banyak manusia menjadi “autis”. Tak peduli dengan lingkungan sekitar kala jemari asik berselancar di dunia maya. Bukankah dunia nyata itu lebih utama dan bisa menjadi manifestasi dari sosmed agar lebih sosialis dengan lingkungan. Tetapi ada yang makin menambah sensitifitas di jaman serba digital dan serba sosmed ini. Perbendahraan social makin bertambah istilahnya, ada friend dan unfriend, ada follow dan unfollow, juga ada blokir. Dengan semakin banyaknya perbendaharaan ini, ternyata manusia pun makin sensitive. Sedikit-sedikit tersinggung dengan postingan orang. Setiap ada masalah curhatnya lewat status atau lewat komentar di dinding sosmednya atau dinding sosmed temannya. Senang memperbanyak teman, senang membaca status orang lain, tetapi acapkali mudah tersinggung dengan status orang lain. Apalagi jika orang itu dikenal. (pun) terkadang suka salah tingkah sendiri dengan status orang, pikirnya ditujukan untuk dia, karena baru saja berjumpa. Terkadang senyam-senyum sendiri dan akhirnya berharap. “Baper” dan “GR” pun akhirnya menimpa. 

Namun, kali ini yang akan dibahas adalah blokir. Kata seram bin kejam yang dilakukan dipersosmedian. Sering ngeblokir orang? Pernah memblokir teman?. Kalau saya secara pribadi pernah melakukan, tetapi semoga tidak selalu dan tidak dikit-dikit. Pernah diblokir? Yup, pernah. Karena apa?. Alasan orang nge-blok itu bermacam-macam. Bisa karena tersinggung. Bisa karena marah. Bisa karena jengkel. Bisa karena dipermalukan. Bisa karena dihina. Bisa karena tak setuju. Bisa karena tidak suka. Hanya saja, ketika merasakan salah satu emosi diatas, pilihan sebenarnya banyak bukan langsung blokir, masih ada unfollow atau unfriend. Namun blokir terkadang jadi pilihan utama. 

Pernah suatu waktu membuat status dari hasil pikiran tentang menuntut ilmu. Banyak yang like saat itu. Tetiba, seorang teman komentar dan komentarnya itu nggak setuju dengan yang saya tuliskan. Saya pun menanggapi dan menjelaskan, tetapi lagi-lagi dia tidak menerima dan makin memberikan sanggahan lagi. Begitu terus sampai beberpa komentar saling balas-membalas. Akhirnya teman yang lain pun ikut menimpali dan mereka sepakatnya dengan status dn komentarku. Apa yang kemudian terjadi? Teman yang ngotot nggak setuju dengan komentarku malah balik menuduh teman-teman ku yang lain ikut membela dan membully dia karena dekat dengan saya. Wetzz… terlalu jauh mikir dan sensi dia. Saya pun menolak anggapannya juga dikuatkan dengan komentar temanku yang lain. Ehhh… malah dia balas dengan memblokir diriku. Hehehe…. Padahal ini hak mengeluarkan pendapat loh ya. Kalau semua orang ingin agar sependapat dengan kita, bagaimana caranya?. Tiap kepala punya pikiran masing-masing, itu artinya ide di kepalanya bisa jadi pun berbeda. Karena seringnya berbeda, bersiaplah menerima pendapat dan penjelasan orang lain. Pendapat sih nggak diminta tuk sama, tetapi hargai perbedaan pendapat. Nah loh, dia malah mau pendapatnya diterima , pendapatnya yang mtlak bennar, dan saya harus meralat pendapatku. Ini egois namanya kan?. 

Lagi makan terus ditelpon sama teman, pernah?. Saya pernah. Mana pada saat itu lagi pusing karena beberapa menit sebelumnya ditelpon oleh ibu tuk segera balik. Sudah dibilangin kalau lagi makan dan kepedisan tapi tetap saja ngomong dan bertanya banyak hal yang sudah beberapa kali dipertanyakan. Masalah pekerjaan. Kebetulan pekerjaan yang digeluti sama meski wilayahnya jauh. Maksudnya saya, mungkin perbincangan dilanjutkan nanti, tetapi masih juga bertanya dan bertanya. Hingga hp agak kujauhkan dari telinga beberapa saat agar tidak mendengar ocehannya. Beberapa saat dia pun memutuskan telepon. Apa yang terjadi setelahnya? Saya diblokir pemirsa. Bukan hanya di WA, tetapi juga di telpon. Awalnya kupikir, ahh.. nggak mungkinlah dia ngeblkir just because it. Tetapi sampai 2 hari tetap saja WA-nya centang tak berfoto plus kalau ditelpon bordering sebentar trus bilangnya sibuk (ingat pada kasus lain gua diblokir telpon juga, sama persis hahaha…). Saya pun mencoba meminta ke adikz sesifat tuk ngecek, eh.. WA-nya salah satu centang dua, plus telponnya aktif. Iya kan, gua diblokir?. But why? Hanya karena saya nggak mendengar full yang dia pertanyakan?. Bisa dicurigai dia mudah ngeblok orang xixixi…. 

Bagaimana sih rasanya diblokir? Rasanya sih nano-nano. Kadang tertawa lucu, kadang jengkel, kadang marah, dan kadang nggak habis pikir. Apalagi jika ada yang ngeblok kita melalui sosmed orang lain. Kok bisa? Ya karena dia marah. Atau karena cemburu. Kurang lebih begitu. Berarti pemegang kendali sosmed itu bukan si pemiliknya? Yup, begitulah kira-kira. Hingga semua sosmed yang mempertautkan diblokir berjamaah, dari fb, wa, bbm, line, ig, telpon, sms, bahkan (mungkin) email juga xixixix. Pernah begitu? Yup, pernah. Ztztzttttttt… dan lebih anehnya lagi kalau sosmed kita di blokir dan diminta accept friend and follow sesuka hati. Mungkin belum move on kali ya, sampai masih harus ngecek sosmed kita sesekali. Setelah difollow dan dilihat apa sttausnya, gimana kondisinya, setelahnya diblokir lagi. Nggak capek apa?. Entahlah… wallahu’alam. Pernah begitu? Hayo.. ngaku… :P. 

Saat kapan nge-blokir orang?. Kalau menurutku tergantung tipikal orang sih, kapan dia memblokir. Kalau saya pribadi, memang pernah nge-blokir, tetapi nggak semudah itu buat ngeblokir orang. Meski dijatuhkan, meski disinggung dan dipermalukan, meski dihina, meski dicerita belakang, meski disakiti, meski dibuat marah, meski dibohongi, meski tak dipercaya, meski dibuat jengkel, ngeblokir orang butuh pertimbangan panjang. Paling utama adalah menjaga perasaan orang lain. Meski kata temanku, saya begitu peduli sama perasaan orang tetapi malah tidak peduli dengan perasaan sendiri. Meski jelas dipermalukan, dihina secara langsung dan tidak langsung, atau dituduh pun, bahkan diiunfriend, di unfollow, juga malah di blokir trus di add lagi blokir lagi dan add lagi, saya masih juga tidak memblokir. Kecuali kalimat kasar dan tidak senonoh yang diucapkan barulah tak pikir panjang kalian pasti kublokir. Dan lebih disayangkan lagi oleh temanku, saya malah lebih memilih mengalah dengan menghapus atau menonaktifkan diri ketimbang nge-blokir orang. Inilah yang dikatakan oleh temanku “antara sabar dan bodoh itu kadang tipis banget bedanya, nggak bisa dibedakan” hahaha… 

Jadi, kalau ada yang merasa tidak menemukan saya di sosmed padahal sebelumnya bisa atau berteman di sosmed, percayalah kalian tidak sedang diblokir, hanya saja yaya yang menarik diri, menon-aktifkan akun. 

Jreng..jreng..jreng…. pada akhirnya tulisan ini berujung pada curhat kali ya. Wkwkwk… tak apa. Supaya yang nge-blok yaya bisa baca ini dan semoga bisa tersungging. Dan juga yang mengira diblokir oleh yaya bisa membaca dan tahu ini. Kesimpulannya, bersosmed itu pada dasarnya melatih rasa sensitive. Pilihan sih banyak, tetapi jika jatuhnya ke blokir pun silahkan. Itu hak masing-masing individu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap