Di tengah kepiluan masyarakat Sulteng beberapa hari ini, di beberapa sudut negeri ternyata tetap saja disibukkan dengan agenda politik. Wajar sih sebenarx dengan makin dekatnya pesta demokrasi. Tetapi ya mbok tetap peduli kenapa?. Sibuk membanggakan tim masing2. Dan yang lagi marak bahas drama RS.
Sederhana saya, RS dengan dramanya silahkan diselesaikan dengan hukum. Lihat, dengar, dan terima kronologinya. Hanya saja dlm suasana fanatik politik sekarang justifikasi seolah tak mampan. Semua tentu tetap salah. Emang apa sih motif dari RS? Klw emang dia mau jd relawan tim "peace" nggak mungkin menciderai lewat kasus menggelikan begitu. Trus dia kenapa? Wallahu'alam. Lagi malas membahas panjang tentang politik. Klw bersalah silahkan diproses sesuai hukum. Kalau salah silahkan diakui. Dan kalau ada yang mengakui kesalahan silahkan diterima. Nggak perlu makin didramatisir sampai menyapuratakan orang dan persepsi pakai majas pars prototo.
"Orang lain tidak selalu salah, itu berarti dirimu, temanmu pun tak selalu benar"
Bukankah begitu?. Ayolah... nggak perlu makin didramatisir kisah ini. Entah kata RS itu hoax. Entah tim seberang yang hoax. Entah sebelahnya lagi katanya bebas dari hoax. Yang jelasnya... duka Palu. Duka Sigi. Duka Donggala. Duka lombok. Dan duka-duka masyarakat Indonesia yang lain bukanlah hoax. Sedih mereka bukan hoax. Trauma mereka bukan hoax. Tangis mereka bukan hoax. Gempa bukan hoax dan tsunami juga bukan hoax. Berempatilah dengan mereka. Minimal berhentilah saling mencela. Bisakah sejenak tak ber-euforia politik?
Palopo, 4 Oktober 2018, pukul 08.50 a.m.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar