Langsung ke konten utama

kUALITAS dIRI

Bahkan diri sendiri pun tak pernah tahu persis bagaimana kualitas diri. Yang kita lakukan hanyalah bagaimana berproses memperbaiki diri, masalah kualitas, tak bisa kita hanya puas dengan susmsi personal. Asumsi orang lain pun perlu. Akan tetapi asusmsi diri biasa berbeda dengan asumsi orang lain. Yang amnakah keduanya lebih tepat?. Ada individu puas dengan anggapan tentang dirinya "oke, saya sudah baik". Ada pula yang lara dengan mencoba memetik asumsi dari orang lain dan berharap anggapan orang lain terhadap dirinya semua positif. Sampai kapanpun, kita tak perah bisa memenangkan semuanya. memenangkan diri maupun orang lain. Sekali lagi, tugas kita hanya berproses, grade-nya bisa jadi akan berbeda tergantung pakai kacamata apa. Tak perlu risau, kacamata kebenaran tidak bakal berubah hanya karena banyak yang mengaminkan. Benar akan tetap benar, salah akan tetap salah. bukan berdasarkan asumsi.

Tetapi, ada yang lebih fatal dari merisaukan asumsi. Yaitu, sibuk membuat kesimpulan akan kehidupan orang lain. Mengkhawatirkan kualitas diri itu wajar. Tetapi memaksakan kesimpulan atas kualitas orang lain itu yang naif. Kalau hanya membuat hipotesa mungkin akan lebih manusiawi, tetapi membuat judgement itu yang keliru. Lebih tepatnya pekerjaan yang sia-sia. Hanya membuat diri sibuk mengurus orang lain, mengurusi orang lain, mencari jejak orang lain, memberi label orang lain, sampai menyimpulkan kualitas orang lain lebih buruk dari dirinya. Apakah kita lebih baik dari orang lain? Rasanya tak ada jaminan apapun. Bahkan orang yang nyata terlihat lebih buruk perangainya pun tak bisa kita judge lebih buruk dari kita. Siapa yang tahu amalannya apa saja? siapa yang tahu amalan kita diterima atau tidak? siapa yang menjamin di mata Allah kelak kitalah lebih baik? 

Maka tak perlu repot mengurusi kualitas orang lain dengan memberi kesimpulan. Sibuki saja berproses untuk memperbaiki kualitas diri. Karena segalanya tak ada jaminan. Bahkan kita yang merasa atau menganggap sudah lebih baik, lebih taat, lebih bersyariat, lebih punya banyak ilmu, lebih banyak beramal, tak ada jaminan secuil pun pandangan Allah sama dengan pandangan kita. Dan tak ada jaminan amalan kita pasti diterima. Justru berhati-hatilah dengan semua asumsi baik yang kita lekatkan pada diri kita. Sungguh, ujian yang kelak akan menghampirimu datang melalui pikiranmu itu. Mungkin bukan sekarang, tetapi nanti. Terkadang saat kita tak tahu bahwa itu buah dari kesimpulan akan kualitas diri. Berhentlah sibuk menilai kualitas orang lain.........

9 Agustus 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap