Bahkan diri sendiri pun tak pernah tahu persis bagaimana kualitas diri. Yang kita lakukan hanyalah bagaimana berproses memperbaiki diri, masalah kualitas, tak bisa kita hanya puas dengan susmsi personal. Asumsi orang lain pun perlu. Akan tetapi asusmsi diri biasa berbeda dengan asumsi orang lain. Yang amnakah keduanya lebih tepat?. Ada individu puas dengan anggapan tentang dirinya "oke, saya sudah baik". Ada pula yang lara dengan mencoba memetik asumsi dari orang lain dan berharap anggapan orang lain terhadap dirinya semua positif. Sampai kapanpun, kita tak perah bisa memenangkan semuanya. memenangkan diri maupun orang lain. Sekali lagi, tugas kita hanya berproses, grade-nya bisa jadi akan berbeda tergantung pakai kacamata apa. Tak perlu risau, kacamata kebenaran tidak bakal berubah hanya karena banyak yang mengaminkan. Benar akan tetap benar, salah akan tetap salah. bukan berdasarkan asumsi.
Tetapi, ada yang lebih fatal dari merisaukan asumsi. Yaitu, sibuk membuat kesimpulan akan kehidupan orang lain. Mengkhawatirkan kualitas diri itu wajar. Tetapi memaksakan kesimpulan atas kualitas orang lain itu yang naif. Kalau hanya membuat hipotesa mungkin akan lebih manusiawi, tetapi membuat judgement itu yang keliru. Lebih tepatnya pekerjaan yang sia-sia. Hanya membuat diri sibuk mengurus orang lain, mengurusi orang lain, mencari jejak orang lain, memberi label orang lain, sampai menyimpulkan kualitas orang lain lebih buruk dari dirinya. Apakah kita lebih baik dari orang lain? Rasanya tak ada jaminan apapun. Bahkan orang yang nyata terlihat lebih buruk perangainya pun tak bisa kita judge lebih buruk dari kita. Siapa yang tahu amalannya apa saja? siapa yang tahu amalan kita diterima atau tidak? siapa yang menjamin di mata Allah kelak kitalah lebih baik?
Maka tak perlu repot mengurusi kualitas orang lain dengan memberi kesimpulan. Sibuki saja berproses untuk memperbaiki kualitas diri. Karena segalanya tak ada jaminan. Bahkan kita yang merasa atau menganggap sudah lebih baik, lebih taat, lebih bersyariat, lebih punya banyak ilmu, lebih banyak beramal, tak ada jaminan secuil pun pandangan Allah sama dengan pandangan kita. Dan tak ada jaminan amalan kita pasti diterima. Justru berhati-hatilah dengan semua asumsi baik yang kita lekatkan pada diri kita. Sungguh, ujian yang kelak akan menghampirimu datang melalui pikiranmu itu. Mungkin bukan sekarang, tetapi nanti. Terkadang saat kita tak tahu bahwa itu buah dari kesimpulan akan kualitas diri. Berhentlah sibuk menilai kualitas orang lain.........
9 Agustus 2019
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar