Dalam PK TM II Ramadahan kemarin, aq sempat ditanya ma peserta tentang perjodohan, yang seringkali banyak dicampuri oleh orang tua dan keluarga. Entah bermula darimana diskusi tersebut. Saat itu, aq lagi mendampingi salah satu kelompok yang akan membahas mengenai DIKSUSTI (pendidikan khusus irmawati), namun di sudut lain di dalam mesjid juga pembahasan mengenai remaja, Perilakunya dan akhlak pergaulan islami untuk panitia dan peserta PKTM I. Saat itu ditayangkan mengenai bagaimana free sex yang sekarang marak terjadi, yang disokong oleh media dengan suguhan filmnya yang banyak mengrogoti dan meracuni fikiran remaja indonesia saat ini, yang menganggap yang ditayangkan itulah yang keren! Modern! Seperti dalam film ”Virgin”. Dan juga tentang dampak free sex yaitu ”aborsi”. Diperlihatkan bagaimana proses aborsi itu, bagaimana kejahatan manusia dan kebiadaban manusia yang rela membunuh nyawa manusia yang lain yang notabene adalah darah dagingnya sendiri. Kalau dulu di zaman fir’aun, juga dilakukan pembunuhan atas nyawa manusia, tetapi nyawa manusia itu adalah nyawa bayi-bayi laki-laki yang akan lahir, karena ditakutkan akan menggulirkan dan menentang kekuasaan fir’aun. Dan juga di zaman Arab jahiliyah dulu, bayi-bayi wanita dibunuh, tapi itu setelah ia lahir. Keduanya telah dinisbatkan sebagai perbuatan yang kejam dan keji. Nah, bagaimana dengan realita saat ini, yang mana manusia dengan keegoannya membunuh nyawa yang belum lahir? Amat mengerikan!!. Itulah realitas remaja saat ini.
Akhirnya berlanjut pada diskusi bahwa ”hati-hatilah dalam bergaul saat ini, ingat ada batasan agama antara laki-laki dan perempuan, jangan mengumbar aurat, jaga pandangan, jangan berdua-duan, kelayapan malam-malam, nonton bareng, ngombol bareng, pasang-pasangan, yang lebih parah lagi kalau hanya berdua-an, di tempat sepi pula. Awas ada bisikan syaitan!!!. Tidak ingatkah dahulu, di masa Rasulullah, seorang sahabat pernah berkata :wahai Rasulullah, jika engkau menyuruh aq menjaga dan berdua-an dengan seorang wanita, budak, berkulit hitam legam, maka mungkin engkau tidak akan mendapatkan aq sebagai orang yang amanah. Tetapi jika engkau menyuruhku menjaga harta orang-orang muslim, engkau akan mendapatkanku sebagai orang yang amanah”. Saking susahnya menjaga hati, karena memang fitnah terbesar bagi seorang lelaki adalah wanita, begitupun sebaliknya. Antara laki-laki dan wanita itu seperti 2 kutub magnet yang berlawan akan tarik menarik, dan juga Hadist rasulullah ”janganlah kamu berdua-duan dengan lawan jenismu, karena ketignya adalah Syaitan”. Yah..begitu sulitnya menjaga hati, siapa yang bisa menjaga hati dari semuanya???.
Pada saat itu dibahas mengenai akhlak pergaulan islami. Bagaimana posisi ”Pacaran”. Inilah kutipan dari slide itu.....
Bagaimana Islam memandang hubungan antara laki2 & perempuan?
Suatu kewajaran jika antra laki2 & perempuan saling tertarik satu sama lain. Hal ini krn memang Allah menciptakan mrk awalnya dari satu jiwa lalu menciptakan pasangannya kemudian mengembang-biakkannya menjadi laki-laki & perempuan.
(QS. 4: 1)
Penciptaan manusia secara berpasangan & menjadikannya berkembang menjadi bersuku2 & berbangsa2 bertujuan utk saling kenal (ta‘âruf) & berhubungan satu sama lain.
(QS. 49: 13)
Hubungan yg paling baik adalah yg mampu memelihara diri & hubungannya dg Allah & makhluk-Nya (makna taqwâ).
Dlm konteks memelihara hub ant laki-laki & perempuan, Islam menganjurkan nikah bagi yg sdh mampu (Qs.24: 32) dan melarang mendekati sgl bentuk perzinaan:
(Qs. Al-Isrâ’/17: 32)
Allah SWT Maha Mengetahui bahwa daya tarik zina begitu kuat, & sekali org masuk ke dlm lingkaran zina maka dia akan sulit untuk keluar dari lingkaran tsb.
Itulah sebabnya, Allah lebih menekankan pencegahan dgn memilih ungkapan larangan mendekati sgl perbuatan yg dapat menjerumuskan ke dlm zina, drpd ungkapan “Jangan melakukan zina!”
Hukum Pacaran
Sebagai permasalahan mu‘âmalah, maka pada asalnya hukum segala sesuatu itu boleh hingga ada dalil yang melarangnya.
Mengenai pacaran, memang scr istilah tidak dikenal dlm Islam karena ia bukan produk kata & budaya Islam. Itulah sebabnya, dia tidak bisa langsung dihukumi baik atau buruk, sunnah atau makruh, haram atau wajib, sebelum diketahui definisi, bentuk & manfaat-madlaratnya.
Pacaran adalah salah satu bentuk pergaulan yg berasal dr masy & budaya Barat yg ditawarkan kpd seluruh masyarakat dunia.
Bentuknya bisa dimulai dari pandangan, lalu berkenalan, dilanjutkan dengan pertemuan2, pergi berduaan, jalan bergandengan, berboncengan, --jika merasa cocok-- maka diteruskan dengan pengungkapan isi hati, berpelukan, berciuman, memadu kasih, dan seterusnya.
Jika bentuk pacaran spt di atas mk jelas dilarang dlm Islam krn sudah mendekati zina: (QS. 17: 32). Tapi jika hanya skedar saling kenal (ta‘âruf) selama perkenalan itu tidak menjurus pd perbuatan zina maka bukan saja dibolehkan tapi bahkan dianjurkan (Lihat QS. 49: 13).
Lalu, bagaimana dengan pacaran ?
Meskipun mmg tidak ada penjelasan Al-Qur’an & al-Sunnah scr langsung mengenai pacaran, tetapi Islam menuntunkan AKHLAQ PERGAULAN ANTAR MUDA-MUDI, yaitu:
- Niat & motivasi pergaulan hendaknya didasarkan karena Allah SWT semata.
- Mengucapkan & menjawab salam bila tertemu (QS. 4: 86), bertamu (24: 27) & saat berpisah (al-Tirmidzi & Abu Daud).
- Supel dlm bergaul tapi tetap beretika.
- Tidak ber-khalwat atau bersepi-sepian/berduaan
- Menundukkan pandangan yang bermuatan syahwat dan menjaga kemaluan (QS. 24: 30-31):
- Tidak bersentuhan --seperti: berjabat-tangan, berdempetan, berpelukan, dan semacamnya— selain mahram & istrinya.
- Berbusana yg tdk memperlihatkn perhiasan & lekuk tubuhnya (Qs. 24: 31). Lanjutan ayat di atas:(QS. 24: 31)
Syarat2 berbusana muslim/muslimah yang dituntunkan:
- Menutup aurat. Aurat prempuan: semua anggota badannya kecuali wajah & pergelangan tangan, sdg aurat laki2 adalah antara pusar hingga lutut.
- Tidak ketat
- Tidak transparan
- Tidak mengundang/memancing perhatian.
- Tidak menyerupai pakaian lain jenis.
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa Islam sesungguhnya tidak melarang pergaulan antara laki-laki dan perempuan selama semua larangan di atas tidak dilanggar.
Sebatas mengenal & mencintai seseorang karena Allah dan tidak ada satupun larangan yang dilanggar, maka boleh. Bukankah Nabi saw pernah bersabda:
“Ada tiga hal yang barang siapa tiga hal tsb ada padanya maka ia bisa merasakan manisnya iman, antara lain: … mencintai seseorang di mana ia tdk mencintainya kecuali karena Allah” (Muttafaq ‘alayh).
Tetapi ketika proses perkenalan & pendekatan itu madlaratnya lebih besar dari manfaatnya karena sudah mendekati zina serta banyak waktu & energi terbuang percuma maka hubungan tersebut dilarang (haram).
Bagi pemuda yang tidak lagi mampu menahan nafsunya maka daripada berzina, lebih baik segera menikah. Namun jika belum punya kemampuan scr lengkap maka Nabi saw menganjurkan utk menempuh alternatif kedua yakni berpuasa (menahan diri), khususnya thd hal2 yg dpt menjerumuskan pada zina.
Jika dengan puasa tetap tidak mempan maka harus kembali kpd alternatif pertama yaitu nikah, dan jgn sekali2 mendekati zina.
(QS. 24: 32)
Oleh: Syakir Jamaluddin, MA, UMY dalam PELATIHAN NASIONAL Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah. MTDK PP Muhammadiyah
..................................
Setelah pembahasan mengenai akhlak pergaulan, seorang peserta adik dampinganku, nyerocos bertanya.. “kak, katanya orang yang baik untuk orang yang baik juga. Gimana kalau misalkan orang tua kita memaksa kita untuk menikah dengan orang yang tidak kita sukai, apalagi kalau kita tau dia tuh. Akhlaknya gak bagus?”. Aq kemudian menceritakan tentang seorang wanita yang pernah datang ke rasulullah, mengatakan bahwa ia akan dinikahkan oleh orang tuanya, tapi ia tidak mau karena ia tidak mencintainya, sehingga Rasulullah menyuruhnya pulang dan melarangnya menikah dengan orang tersebut karena pernikahan mesti dilandasi oleh rasa cinta. Tapi aq lupa siapa nama wanita tersebut. Malam ini aq baca artikel dan kisah, aq dapatkan kisahnya.
Khansa' binti Khidzam
Islam meletakkan wanita di tempat yang patut. Dia adalah pemimpin rumah tangga dan pelaksana urusan serta penanggungjawabnya. Orang laki-laki membantunya dalam urusan itu, sedang dia membantu orang laki-laki dalam urusan selain itu. Adapun kemerdekaannya, maka hal itu tampak dalam kemerdekaan perkawinan dan kebebasan menyatakan pendapatnya. Itu adalah urusan haknya. Tidak seorang pun boleh merampas haknya untuk berpendapat atau melanggar izinnya. Kemerdekaannya dalam hal itu lebih jauh jangkauan dan lebih sempurna kedudukannya daripada orang laki-laki.
Apabila dia menikah dengan seorang laki-laki, kemudian orang laki-laki itu tidak menyukai lalu meninggalkannya sebelum menggauli, maka baginya setengah dari mahar. Jika dia meninggalkannya sesudah menggauli, maka isteri berhak atas mahar seluruhnya. Suami tidak boleh berkata : Nasab itu derajatnya di bawah aku. Semua wanita sepadan dengan laki-laki, hanya ketakwaannya saja yang menentukan perbedaan derajat di sisi Allah SWT.
Wanita boleh memutuskan ikatan perkawinan, jika dia tertipu atau dipaksa melakukannya. Orang laki-laki tidak boleh memaksanya menikah dengan laki-laki yang tidak disukainya. Rasulullah SAW telah membatalkan pernikahan Khansa' binti Khidzam Al-Anshariah, karena ayahnya menikahkan, sedang dia tidak suka.
Khansa' binti Khidzam adalah dari Bani Amru bin Auf bin Aus. Dia berjumpa dengan Nabi SAW ketika beliau datang ke Madinah. Pada waktu itu Khansa' masih kecil dan mendengar tentang Nabi SAW. Dia lalu dipinang oleh dua orang : Yang pertama adalah Abu Lubabah Ibnul Mundzir, seorang pahlawan tersohor di antara para shahabat Rasulullah SAW. Sedang kedua adalah seorang laki-laki dari Bani Amru bin Auf, familinya. Dia lebih menyukai Abu Lubabah, sedangkan ayahnya memilih putera pamannya. Kemudian sang ayah tetap melangsungkan pernikahannya tanpa memperdulikan persetujuan puterinya.
Maka pergilah Khansa' kepada Rasulullah SAW dan berkata :"Ayahku telah memaksaku untuk menikah dan tidak mempedulikan perasaanku." Maka Nabi SAW bersabda kepadanya :"Tidak sah nikahnya. Nikahilah orang yang engkau kehendaki." [Sahih Bukhari, juz 7 halaman 18 dan Al-Ishaabah juz 8, halaman 65]. Kemudian dia menikah dengan Abu Lubabah.
Para muhaddis berselisih tentang keadaannya ketika dia menikah. Dalam riwayat Muwaththa' dan Ats-Tsauri disebutkan, bahwa dia masih perawan. Dalam riwayat Bukhari dan Ibnu Sa'ad disebutkan, bahwa dia sudah janda dan berkata :"Wahai, Rasulullah, sesungguhnya paman anakku lebih aku sukai." Maka Nabi SAW menyuruhnya memilih. Syamsul Aimmah As-Sarkhasin meriwayatkan dalam Al-Mabsuth hadits Khansa' binti Khidzam dengan versi berikut : Khansa' berkata :"Ayahku menikahkan aku dengan putera saudaranya, sedangkan aku tidak menyukai hal itu." Maka Nabi SAW menjawab :"Setujuilah apa yang diperbuat ayahmu." Aku berkata :"Aku tidak menyukai apa yang dilakukan ayahku." Nabi SAW bersabda :"Pergilah. Nikahnya tidak sah. Nikahilah orang yang engkau sukai." Khansa' berkata : "Aku setuju dengan apa yang dilakukan ayahku, tetapi aku ingin semua orang mengetahui, bahwa para ayah tidak boleh sewenang-wenang dalam urusan puteri-puteri mereka." Penulis Al-Mabsuth berkata :"Nabi SAW tidak mempersalahkan perkataannya itu." [Al-Mabsuth juz 5, halaman 2]
Dari KTPD isnet
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar