Saat itu kuliah terakhir Psikologi...
Andai bisa memutar kembali waktu, ingin rasanya menggeluti dunia itu... pengen jadi psikolog... bisa menyelami dan memahami serta lebih bijak memahami hal... kecuali ingin mengikuti "kegilaan" yang dilakukan oleh prof Jufri.. maybe....
materi diskusi kali ini lebih menarik dari materi yang lain, karena langsung aplikatif dan memang selalu menjadi tema sentral... "motivasi dan emosi"
Motivasi merupakan dorongan yang membuat kita bisa melakukan sesuatu, dan bukan hanya manusia saja yang bisa mempunyai motivasi, tetapi hewan pun demikian adanya. seperti dalam teori belajar yang dikemukakan oleh Vigostky. seekor anjing yang termotivasi ketika mendengar suara lonceng, karena dalam benaknya, jika lonceng berbunyi maka akan ada makanan yang akan diberikan, semua sudah terbentuk skemanya dalam otak seekor anjing. inilah yang menjadi teori "stimulus respon". ketika diberikan stimulus, maka akan muncul respon. jika pada hewan seperti itu, maka pada manusia pun efeknya akan jauh lebih besar. dan itulah motivasi.
Motivasi merupakan kekuatan besar yang bisa mempengaruhi seseorang. lihatlah.. ada berapa banyak motivator? dan apa yang mereka lakukan adalah membangkitkan semangat dan memberikan stimulus. dan tahukah siapakah motivator terbesar dalam hidup?. jika selama ini atau akhir-akhir ini kita sering mendengar motivator berkata di layar-layar TV, disana ada Mario Teguh, ada Ippo Santosa, dll. namun diantara semuanya, motivator terbesar adalah "Diri kita Sendiri". yah... itulah sang motivator handal, yang amat memahami diri kita dan apa yang terbaik yang mesti dilakukan. diri kitalah yang kan berusaha menemukan dimana titik bahagia kita. diri kitalah yang senantiasa mencari kenikmatan ke-Ilahi-an yang kan selalu menyinari kehidupan kita. diri kitalah yang menjadi driver dalam menyusuri perjalanan kehidupan kita. sudah tentu kita yang memilah dan memilih apa yang terbaik untuk kita. di hadapan kita sungguh banyak jalan, banyak pilihan. kitalah yang memilih jalan itu dan sudah tentu dengan konsekuensinya masing-masing.
Karenanya, bertemanlah dengan diri anda. jangan memusuhinya, jangan menjatuhkannya, jangan menjatuhkannya. dalam dirimu ada kekuatan besar yang bisa membongkah batu harapan menjadi puing-puing prestasi dalam hidupmu. lakukanlah dialog dengan dirimu, tanya apa yang dibutuhkan oleh tubuhmu. bilakah iya membutuhkan rehat?. jangan sampai tubuhmu terdzalimi. Hargailah usaha yang dirimu lakukan, tidak dengan mencelanya. syukurilah, fahamilah... karena itulah usahamu. yakin semua bukanlah kesalahanmu jika semua tidak seperti yang engkau inginkan. tidak semua apa yang engkau cita-citakan dapat tercapai, dan tidak semua yang menurutmu juga baik adalah yang terbaik untuk dirimu. fahamilah, semua adalah ketentuan-NYA, dan fahamkan pada dirimu bahwa itulah yang terbaik untukmu... :-)
Seperti halnya dengan motivasi, emosi pun menjadi efek afektif pada diri seseorang. kebanyakan yang terjadi adalah emosi dianggap sesuatu yang negatif atau sesuatu yang buruk, padahal tidak semua emosi seperti itu. emosi dapat berupa senyum, tertawa, marah, jengkel, sinis, dan semua ekspresi-ekspresi lain. semua tergantung dari kondisi yang ada yang akhirnya tercermin dalam bentuk-bentuk emosi tersebut.
Munculnya emosi pada seseorang menjadi jendela dalam melihat kondisi seseorang. emosi dipengaruhi oleh kecerdasan seseorang, bukan hanya kecerdasan emosional tetapi kecerdasan lainnya ; kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, interpersonal dan juga intrapersonal.
Tingkat intelektual seseorang akan mempengaruhi pola pikir seseorang. dia akan lebih berpikir dan bertindak lebih hati-hati dengan orang lain. dan juga akan lebih jauh berpikir ke depan apa efek dari emosi yang ia tampilkan. Sudah tentu jika dihubungkan dengan kecerdasan spiritual. kecerdasan spiritual ini dianggap sebagai rem yang paling besar yang dapat mengemudikan seseorang untuk melakukan sesuatu. Tingkat spiritual seseorang merupakan manifestasi dari keber-agama-an seseorang.
Lalu bagaimana dengan kecerdasan interpersonal?
Kecerdasan interpersonal adalah kecerdasan merupakan kemampuan memahami dan mengerti orang lain. Tidak semua kita bisa memahami dengan baik orang lain dan begitu pula sebaliknya tidak semua orang lain bisa memahami kita. Di sinilah terkadang timbul interaksi yang memunculkan berbagai macam emosi diri. Mungkin saja kita akan dibuat dan membuat tersenyum, marah, khawatir, atau tertawa. Ketika kita bisa bisa memahamai dan mengerti orang lain ataupun sebalinya, maka disitulah akan ada harmoni yang selanjutya akan bergradasi menjadi sebuah komunikasi yang baik. semuanya tergantung dari sudut pandang melihat orang lain.
Melihat orang lain dengan kaca mata kita, belum tentu sama dengan kaca mata orang lain. Semua terbangun atas asumsi yang lahir dari kondisi-kondisi empirik yang tercipta sebelumnya yang akhirnya melahirkan skema dan pada akhirnya menjadi pencitraan. Di antara semua orang yang menilai terhadap seseorang, maka yang paling baik interpersonalnya adalah dia yang memberikan asumsi yang memang dibenarkan oleh orang yang ia asumsikan.
Namun ada hal lain yang tidak kalah pentingnya yaitu pada saat kita dinilai oleh orang lain dan memberi tanggapan atas penilaian orang lain terhadap kita, apakah kita mengakui dan sadar dengan diri kita sendiri?. karena boleh jadi ada sifat atau sesuatu dalam diri kita yang tanpa kita sadari bahwa kita seperti itu, sedangkan orang lain mengakui bahwa seperti itulah kita. apakah kita akan menyangkalinya? ataukah kita akan mengakui?. disinilah dilihat "Seberapa Jujur Kita Menilai Diri Kita Sendiri".
Kata itu menjadi kunci kuliah sore itu, kata yang akhirnya kujadikan bahan motivasi dan muhasabah bagaimanakah aku, bagaimakah orang lain memandangku, dan bagaimana aku memandang orang lain?.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar