Langsung ke konten utama

Sepasang Kaos Kaki

Siang telah berlalu, mentari pun siap berganti peran bersama rembulan. Dengan cahaya merah di ufuk barat sana menandakan mentari baru saja tenggelam mengakhiri tugasnya hari ini. Azan telah berkumandang, namun kaki ini belum juga melangkah memenuhi panggilan-MU. Masih saja di ruangan ini, AD410 ruangan tempat berdialektika, berbagi dan membentuk kepingan puzzle.  Melengkapi diary kehidupan kami.

Bukan karena tidak ingin segera melaksanakan seruan-MU, namun download ini tinggal beberapa menit lagi. “sekalian turun ke mushallah dan pulang”, pikirku. Walaupun tersisa beberapa menit download itu rampung, tetapi ternyata lama juga rasanya jika ditunggu. “namanya juga menunggu!”, kata temanku. Yah, kali ini kami tinggal berdua di ruangan ini, sedangkan yang lainnya telah lama berlalu menyelesaikan urusan masing-masing dan mungkin juga lagi bersantai “menghadiahi diri sendiri”. Hm.... kata itu akhir-akhir ini menjadi sering terdengar , mungkin saking banyaknya tugas yang membuat pikiran banyak menguras energi membuat tiap pekan mesti melakukan penghadiahan diri.

Tersisa 60 detik. 60..59..58..57... arghh.... ternyata lama juga. Walaupun telah dalam hitungan detik masih juga terasa lama. Bagaimana kalau menunggu bertahun-tahun yah? Huffft..... ngelantur euy... (^-^).

Alhamdulillah download itu selsai juga dan kami pun bergegas ke bawah untuk melaksanakan shalat. Sepertinya semua tampak sunyi, apa semua sudah pada pulang?. Semoga di bawah belum dikunci. Namun di tangga kami berpapasan dengan mahasiswa biologi yang kuliah malam, artinya belum dikunci. He..he... alhamdulillah......
Setelah mengambil air wudhu, segera melaksanakan shalat, tetapi saat melaksanakan shalat ada dua orang yang juga membuat jama’ah baru padahal kan dalam satu atap mushallah, dan rakaatnya juga belum berakhir, kok membuat jama’ah baru ya? Bukan hanya itu, suaranya yang keras mengalahkan suara imam yang kuikuti. Jadilah shalat jama’ah mengikuti feeling, kapan bangun dari rukuk, sujud dan bangkit (^-^).
Maghrib sudah dilengkapi dengan sunnah 2 rakaat, segera kubereskan bawaanku. Aku harus segera meninggalkan kampus menuju gedung training centre UIN. Walaupun esok final dan tak sepotong pun perangkat kubuat, namun setidaknya aku harus muncul di tengah-tengah panitia kali ini. Workshop nasional yang ada tidak bisa membuatku jadi orang yang amanah. Aku tak berdaya membagi waktu untuk menjadi panitia yang bisa diandalkan. Setiap rapat, tak pernah sekalipun bisa kuhadiri, pernah sekali kusempatkan datang justru saat itu yang lainnya tidak bisa hadir. Olehnya, kuharus ada di sana malam ini. Mungkin untuk menggugurkan kewajiban (^>^).
Semua sudah beres, aku bersiap untuk keluar mushallah, segera kucari kaos kakiku. Lho.. piye? Kok gak ada?. Akhhh... mungkin aku yang kurang teliti mencari atau salah menempatkan kaos kaki. Pelan kusisiri setiap pojok mushallah tempat akhwat shalat tapi tak juga kutemukan. “apa tersembunyi di balik mukena yang terhambur di lantai yah? Pikirku. Memang mukena tampaknya hanya digunakan orang dan selanjutnya dibiarkan begitu saja tanpa dilipat atau dirapikan. Akupun mengangkat satu persatu mukena itu, berharap kutemukan segera kaos kaki-ku. Tapi sampai pada mukena terakhir tak juga kutemukan. Kok bisa sih?.

Aku pun terduduk dan berpikir sejenak dimana kaos kaki itu kuletakkan. Terakhir kuingat kaos kaki itu kuletakkan di pinggir dekat loker. Awalnya kuletakkan di depan, namun rasanya gak bagus kaos kaki di depan terus kita shalat. Dan aku ingat juga bahwa kaos kaki itu aku bawa dari tempat wudhu. Aku yakin sekali. Tapi kok nggak ada???. Kucoba melihat isi tas-ku, jangan sampai aku salah ingat, tapi sama juga. Nihil... sedangkan temanku harus segera berlalu. Akupun mengatakan kepadanya untuk lebih dahulu pergi, aku masih sibuk dengan kaos kaki-ku. Kucoba berpikir lagi mengingat-ngingat. Tapi tetap saja yang kuingat letaknya di ujung dekat tikar samping loker. Sekali lagi kutelusuri semua sisi tapi juga nggak ada. Sampai-sampai ada akhwat yang baru masuk shalat, memandangku dengan tatapan heran. Mungkin dalam hatinya sudah berkata “kok ada akhwat yang aneh sedari tadi kerjaannya menyisiri setiap sisi mushallah”. Tapi aku tak peduli, aku terus mencari sambil sesekali ngomong sendiri. Kok bisa??.
Akhwat itu duduk di dekat pintu masuk mushallah, kulihat tatapannya masih heran. Aku hanya tersenyum padanya. Aku masih celingak-celinguk, tapi tetap saja nihil. Eitsss...... waktu shalat tadi, kalau nggak salah sekilas ada seseorang yang berada di bagian samping, tapi aku nggak tahu dia siapa dan ngapain. Apa dia salah ambil kaos kaki ya? Tapi kalau iya kaos kakinya dengan kaos kaki-ku tukaran dong? Tapi aku tak menemukan kaos kaki lain. Atau jangan-jangan dia memakai kaos kaki-ku dan menyangka kaos kakinya sedangkan kaos kakinya sendiri dia simpan ditemat lain karena lupa ya? Apa tadi ada akhwat lain yang shalat yah? Hm... semua pertanyaan dan dugaan itu silih berganti. Tapi yang jelas aku tak tahu. Memastikan ada orang lain shalat ketika aku masuk mesjid juga tidak sempat. Lalu aku harus bagaimana...???
Adzan isya berkumandang. Aku makin lunglai tak tahu harus gimana. Terduduk kuketik sms ke teman-teman dekatku. Yah.. sekedar berbagi perasaan saat ini. Namun mungkin semua lagi pada sibuk, hanya satu orang yang menanggapi sms-ku. Selanjutnya aku pun ikut shaat isya berjama’ah. Setelah selesai, kembali aku bingung harus bagaimana. Gimana caranya aku keluar? Masak sih dengan kaki yang tampak begini?. Mana ada penjual kaos kaki dekat sini?. Gimana caranya...??. akhwat tadi masih juga belum pulang, jujur kulirik kaos kakinya. Jangan-jangan.... tapi, ah... ekor mataku menangkap kaos kakiku sangat beda dengan kaos kakinya. Huffft..... harus gimana..??
Nggak keren banget. Masak sih dapat kejadian kehilangan kaos kaki? Dan lebih nggak keren lagi kalu harus keluar tanpa kaos kaki. Tidaaaaaakkkk........ tapi sampai kapan aku ada di sini?. Lama berpikir dan aku tak mau semakin larut malam, di mushallah tinggal sendiri, akupun mau tidak mau pulang. Dengan perasaan yang entah apa namanya, akupun melangkah. Kucari jalan yang tidak ramai dan tidak terang menuju pangkalan bentor di depan kampus. Ya Rabb... aneh rasanya seperti ini.
Ya Rabb,rasanya ingin menghilang saja dari hadapan orang-orang daripada berjalan tanpa kaos kaki. Cepat kulangkahkan kaki-ku mencari bentor. Alhamdulillahaku segera naik bentor menuju UIN. Di atas bentor, kakiku segaja kumiringkan agar kaki-ku tertutupi oleh rok. Lagi-lagi rasa bersalah menghinggapi. Tak kurasa air mataku mengalir. Rabb.. maafkan aku.. ampuni dosaku.. aku tahu bahwa kaki adalah bagian dari auratku yang harus aku tutupi. Namun ini bukan mauku, ini bukan aku sengaja. Dan aku tahu Engkau maha melihat apa yang terjadi. Hampir 11 tahun sudah aku tak pernah keluar rumah tanpa kaos kaki, dan juga menampakkan kaki-ku pada orang yang bukan mahramku. Sejak kuputuskan untuk benar-benar berhijrah di jalan-MU aku bertekad untuk menutup auratku sebagaimana mestinya. Tapi kali ini...???. air mataku terus saja mengalir.... :’-(.

Tiba di depan UIN, langkahku terhenti untuk memasuki gerbang. Ku lihat di dalam sana dipenuhi banyak orang. Kayaknya ada acara pesta pernikahan. Bagaimana aku bisa masuk? Mana mungkin aku bisa melangkah dengan kaki seperti ini? Aku malu ya Rabb.. malu pada-Mu.. malu pada makhluk-MU. Apa kata mereka yang melihatku? Mengapa ada akhwat dengan jilbab seperti itu berjalan tanpa kaos kaki? Aku tidak mau menciderai citra akhwat. Lalu aku harus bagaimana??
Tak ada jalan lain, aku melangkah menuju arah selatan, sekilas dari atas bentor kulihat di seberang sana ada penjual kaos kaki. Lumayan agak jauh, tapi aku harus kesana. Kuayunkan segera langkahku. Di sepanjang jalan kulewati banyak orang, dan aku hanya bisa berjalan cepat sambil menunduk. Ya Rabb.... maafkan aku... aku hanya berdo’a semoga tidak ada yang memperhatikan ujung kakiku yang tak berkaos kaki. Semoga... sengaja aku berjalan di pinggir bersembunyi di balik trotoar, untuk meminimalisir kemungkinan kakiku dilihat orang. Tetap saja ada yang melihat, dan sempat kutangkap tatapan aneh. Ya Rabb..........
Yup, bener.. di sana ada penjual kaos kaki. Segera kuhampiri dan kubeli sepasang kaos kaki warna putih. Kupilih yang paling bagus. Kurasakan betapa berharganya sebuah kaos kaki. Setelah membayarnya aku meminta izin kepada ibu yang menjual untuk izin mengenakan kaos kaki di dalam kiosnya. Alhamdulillahirabbil ‘alamin.... trima kasih ya Allah... akhirnya aku lega.. dan aku bisa melangkah dengan leluasa tanpa cemas, was-was dan merasa bersalah. Segera ku menuju UIN kembali. Mungkin orang yang kulalui heran melihatku mondar mandir. Tapi tak apa.. yang penting sekarang aku lega... aku bisa memenuhi amanahku malam ini.. afwan teman-temanku.. aku telat....
“Sepasang kaos kaki...................................
Walaupun hanya sepasang kaos kaki, namun nilainya begitu berharga. Tak sempurnah seorang muslimah menutup auratnya tanpa kaos kaki. Mungkin menurut orang hanya hal yang sepele, tapi menurutku sangat penting. Bagaimanalah kita bisa berjalan dengan leluasa tanpa menutup aurat dengan benar? Bagaimana perasaan kita berjalan di muka bumi ini dengan menampakkan bahkan memamerkan aurat kita? Bukankah kita tahu bagimana seorang muslimah mestinya menutup auratnya? Lalu mengapa masih banyak yang begitu mudahnya.. begitu enjoy berjalan dengan bertelanjang kaki? Membiarkan orang lain menikmati indah dan putih tumitnya.. melihat jari-jarinya.. tidakkah mereka merasa risih? Yah... walaupun hanya sepasang kaos kaki, tapi hal itu telah membuatku menangis. Mendapatkan diriku berjalan tanpa menggunakannya. Semoga kejadian ini tak pernah berulang lagi.. dan sampai saat ini aku masih berpikir kok bisa yah kaos kaki hilang? Dan asli.. kejadian ini nggak keren banget... nggak kerennya karena yang hilang adalah kaos kaki, di mushallah lagi.. tapi yang lebih tidak keren adalah berjalan tanpa mengenakan kaos kaki...... !

Makassar, 5 Mei 2012 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap