Nasyid itu tidak asing lagi di
telingaku. Namun setiap kali mendengarnya, rasanya ingin menangis dan
merindukan seseorang dan sebuah suasana.
Semua adalah 2 tahun lalu, di
sebuah pondokan sederhana, tempat bergelut dengan aktivitas kuliah dan juga
dengan aktivitas tarbiyah (L
Tak terasa 7 tahun sudah....). sungguh bulir bening ini serasa ingin berlarian,
mendapati diri mengenang semuanya bersama mereka, terutama bersama dia. Saat dua
tahun lalu, yang tertinggal di pondokan hanyalah kami berdua. Di saat ku
rasakan individualistikku semakin tak kumengerti dengan rutinitas yang
kurasakan seperti kolonial yang tiap hari mengambil jatah ukhuwahku. Aku
semakin tak kenal dunia luar, bahkan dunia di pondokan pun semakin tak kupahami.
Sosoknya begitu sederhana,
walaupun masih terlihat sifat kerasnya, namun di balik semuanya tersembunyi
sikap lembutnya pada semua orang. Sifat ke-ibu-an yang siapapun akan
menyenanginya. Mandiri, pantang menyerah, cekatan, sabar. Tiap hari
aktivitasnya banyak, namun dengan cekatan ia mampu menjalaninya, walau
kelelahan kadang terlihat, namun tetap saja tiap hari ia berusaha menaklukkan
hidup, berusaha dan mandiri. Diam-diam aku salut padanya. Ia adalah akhwat yang
sederhana.
Saat kesibukan semakin menyita
semuanya, Allah berkenan memberiku sakit. Awalnya tak kutampakkan bagaimana
keadaanku, kucoba tuk tetap beraktivitas. Walaupun dengan kepala yang
nyut-nyutan, mudah lelah, dan lama-kelamaan demam tak bisa kutahan lagi
diiringi sakit kepala yang makin menjadi-jadi pula. Jadilah aku tak ke sekolah,
berdiam diri menggigil dalam kamar dan berharap segera diberi kesembuhan.
Aku pun tak tahan menyampaikan
sakitku pada kakakku, dia pun kaget dan segera menelponku untuk menanyakan
kabarku. Aku hanya bisa menangis. Sungguh aku tak ingin menyusahkan
siapa-siapa, apalagi menyusahkan orang tua. Semoga kali ini mereka berdua tidak
mengetahui kondisiku. Akhirnya, engkau mengetahui bahwa aku sakit. Terlihat
jelas pada wajahmu yang panik mendapatkan diriku terbaring dan hanya menangis.
Terharu.... aku terharu dengan perhatianmu, tanggungjawabmu, kasih sayangmu.
Walau engkau bukan keluargaku tapi ketulusanmu membuatku tergugu. Engkau
sungguh akhwat luar biasa di mataku. Jadilah tiap hari engkau merawatku,
membuatkan aku bubur, susu, menanyakan kabarku, mengompresku ketika demamku tak
juga kunjung turun. Semua kau lakukan tanpa ada sesal di wajahmu. Inilah
indahnya ukhuwah yang kurasakan. Walaupun tiap hari harus bergelut dengan
rutinitas, tapi memperhatikan keadaanku pun tak pernah engkau lupakan. Dan
ketika engkau meninggalkanku untuk beraktivitas, sebagai gantinya aku
mendengarkan radio, dan yang selalu ku dengar adalah nasyid itu.. Yaa Man
Yara...
Sakit ini tak juga kunjung
sembuh. Yang kurasakan sakit ini semakin menggrogoti, demam yang naik turun,
perut yang sakit, kepala pun seperti mau pecah. Aku sama sekali tak berdaya.
Jangankan mau beraktivitas, berdiri pun rasanya tidak sanggup. Tiap hari yang kujalani hanya di tempat tidur,
terbaring, sendiri menunggu mala dan siang berganti. Beginikah jika hidup
sendiri di kampung orang?. Alhamdulillah Allah masih memperkenankan engkau
bersamaku di pondokan ini, walau hanya malam kita bersua karena aktivitas.
Kakakku pun datang menjengukku, dan kepanikan pun menyapanya, melihat kondisiku
yang semakin kurus, demam yang tinggi. Aku pun dibawah ke puskesmas untuk
diperiksa.
Lumayan lelah menunggu antrian
ini. Belum lagi diriku yang belum mempunyai KTP di kota ini. Dengan melalui
nego yang sempat disemprot juga, akhirnya diriku pun diperiksa. Dokter itu pun
bertanya tentang apa yang kurasakan, dan seperti sudah mengetahui penyakitku,
dia pun menyuruh suster untuk memeriksa darahku. Hasilnya keluar, dan... aku
harus dirujuk ke rumah sakit terdekat, karena sudah positif terkena typus. Ya Rabb.... Laahaula walaaquwwata Illahbillah.... katanya
aku harus segera dibawa ke rumah sakit, karena sekarang saja sudah positif.
Sampai di rumah, kakakku bertanya
padaku apakah aku mau di masukkan ke rumah sakit?. Mendengar namanya saja aku tidak mau, aku pun
tidak mau merepotkan siapa-siapa. Tapi ketika malam kondisiku makin
mengkhawatirkan, demam yang tinggi, muntah-muntah, sakit kepala. Akhirnya aku
pun dibawa ke rumah sakit.
Belum diperiksa, hanya melihat
surat rujukan dan juga hasil lab darah di puskesmas, dokter yang memeriksaku
langsung berkata. Ini sudah bagus karena segera dibawa ke rumah sakit, karena sudah parah, kalau terlambat bisa berbahaya. Dan satu hal yang selalu
selalu dokter ulang yaitu “jangan stress”. Apakah aku kelihatan stress? Apakah
ini sangat dipengaruhi stress? Stress karena apa? Karena kerjaan? Karena
pikiran? Entahlah... yang jelas katanya aku tidak boleh stress dan harus banyak
istirahat tidak berpikir apa-apa.
Malam pertama di rumah sakit,
kakakku tidak bisa menemaniku. Karena ia harus balik ke kost, karena suaminya
ada di sana juga dan tidak mungkin ia bersama menjagaku di sini dengan kondisi
seperti ini. Jadilah engkau yang menemaniku. Makin kurasakan ketulusanmu.
Hampir sepanjang malam tak pernah tidur menjagaku, padahal aku tahu esok engkau
harus masuk kerja. Rabb.. limpahi ia kebaikan, ia adalah akhwat yang luar
biasa.. beri ia keberkahan..... dan lagi nasyid itu selalu ku dengar. Yaa Man
Yara.....
Tak sekalipun engkau lelah
menjagaku, karena terkadang harus engkau yang menjagaku sendirian. Tak
sedikitpun rasa jijik menghampiriku, saat semuanya engkau yang merawatku.
Sampai hal-hal yang mungkin jika orang lain tidak mau melakukannya, engkau
tetap saja tulus. Semua berjalan, hingga diputuskan keluar dari rumah sakit belum
pada waktunya. Semua karena aku tidak mau lebih banyak merepotkan orang lain,
dan dengan kondisi yang agak mendingan. Sampai dirawat di rumah pun, yang lebih
banyak menemaniku adalah dirimu daripada saudara dan keluargaku sendiri. Sampai
aku benar-benar sembuh, engkau tetap ada untukku merawatku, menjadikanku
seperti adikmu sendiri.
Aku semakin menyayangimu... ukhuwah yang
engkau beri semakin membuka mataku akan arti kebersamaan. Rabb... kebersamaan
di pondokan membuatku ingin selalu bersamamu. Dan sekarang, saat engkau telah
mendapatkan kebahagiaan, ku masih merindukan dirimu ada disini bersamaku.
Uhubbukifillah ya ukhti... semoga Allah selalu merahmatimu... ku ingin selalu
menjadi adikmu.... kali ini, nasyid itu kembali ku dengar, dan wajahmu pun kembali
muncul diingatanku. Aku merindukanmu......
Merindukan suasana pondokan dan seorang akhwat yang sederhana tapi luar
biasa..
Makassar, 5 Mei 2012
syukran dah mau membaca tulisan-ku :-)
BalasHapus