Bersyukur adalah salah satu ciri keistimewaaan seorang mukmin.
Rasulullah saw pernah bersabda, "Sungguh ajaib urusan orang mukmin itu,
sesungguhnya segala urusannya baik baginya. Dan itu tidak ada kecuali
bagi mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, dan itu
menjadi kebaikan baginya. Dan jika ia ditimpa musibah/bencana, ia
bersabar dan itu menjadi kebaikan baginya." (HR Muslim) Bersama
kesabaran, rasa bersyukur merupakan attribute yang melekat pada
kepribadian seorang mukmin yang menjadikannya istimewa.
Salah
satu manfaat yang didatangkan oleh rasa syukur adalah, dengan rasa
syukur seseorang mampu dengan tepat mengukur potensi dirinya. Tidak
overestimate, dan juga tidak underestimate. Sebab, apabila seseorang
tidak bersyukur, maka ada dua kemungkinan. Yang pertama, mungkin dia
akan sombong. Atau kalau tidak sombong, maka dia merasa inferior.
Kedua-duanya buruk dan merugikan diri sendiri.
Kesombongan
membuat seseorang terlalu percaya diri dengan kemampuannya. Rasa
seperti ini memiliki resiko yang sangat besar, yaitu dirinya akan
merasa selalu gagal karena target-target kehidupan yang dipasangnya
terlalu tinggi. Hal ini yang mengundang perasaan tidak merasa cukup
(tidak qona’ah).
Misalnya seseorang yang sombong itu adalah seorang
mahasiswa, ia akan mematok target indeks prestasi (ip) yang muluk-muluk
tingginya. Bukan karena hasil pengukuran diri atau hasil percaya diri
yang pas, tapi karena rasa percaya diri yang berlebihan dan kesombongan.
Kalau mahasiswa itu tidak mencapai targetnya, bisa mengundang rasa
putus asa yang berbahaya.
Watak sombong ini juga membuat
seorang sering mengeluh atas nikmat yang ia dapat. Ini karena ia merasa
berhak mendapatkan lebih dari yang ia terima. Seorang karyawan yang
overestimate atas dirinya sering mengeluh atas gajinya dan selalu
merasa tidak cukup. Seorang pejabat yang sombong akan sering complain
terhadap pelayanan orang lain kepada dirinya. Rasa sombong membuat
seseorang menuntut lebih, menginginkan apa yang ia terima sesuai dengan
standar pengukuran dirinya, dimana dirinya telah berlebihan dalam
mengukur diri sendiri (overestimate).
Sebaliknya, inferior
atau rasa rendah diri membuat seseorang meremehkan dirinya sendiri.
Resikonya, pencapaiannya akan selalu rendah dalam hidup. Ia terlempar
dalam persaingan hidup.
Rasa rendah diri membuat seseorang
memasang target yang terlalu rendah. Seorang mahasiswa yang rendah
diri, akan merasa cukup dengan Indeks Prestasi (IP) di bawah 3. Bukan
karena hasil pengukuran dirinya yang pas, tapi karena underestimate
dalam mengukur diri sendiri. Inferior menyebabkan seseorang hidup dalam
motivasi yang redup dan minim prestasi.
Rasa syukur
mengantarkan seseorang mengenali dirinya. Seorang yang bersyukur
mengerti bahwa Tuhan memberikan banyak potensi yang bisa ia gali.
Setiap objek yang ia syukuri mengantarkannya pada pengenalan potensi
yang ia miliki. Dan dengan pengenalan potensi ini, ia bisa meraih
pencapaian berikutnya. Allah swt sendiri tak segan untuk menambahkan
nikmat bagi orang yang bersyukur. “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu…” (QS Ibrahim : 7)
Pengenalan
potensi ini sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah swt dalam
surat Adh-Dhuha ayat 11, Allah memerintahkan manusia menyebut-nyebut
nikmat pemberian-Nya dalam rangka bersyukur. "Dan terhadap nikmat
Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya." Mengingat nikmat
Tuhan jauh lebih baik daripada mengeluh atas apa yang gagal diraih.
Dengan menyebut nikmat Tuhan, maka timbul kesadaran akan potensi yang
dimiliki. Dan kita bisa fokus untuk memanfaatkannya.
Rasulullah
juga mengajarkan wirid pagi untuk mengingat-ingat nikmat Tuhan.
Seperti: "Allahumma inni asbahtu minka fi ni’matin wa ‘afiyatin wa
sitrin; fa’atimma ni’mataka ‘alayya wa ‘afiyataka wa sitraka fi’d-dunya
wa’l-akhiroh" (Ya Allah sesungguhnya aku berpagi hari dalam nikmat,
kesehatan, dan perlindungan dari Mu. Maka sempurnakanlah nikmat,
kesehatan dan perlindungan-Mu padaku di dunia dan akhirat).
Pengenalan
potensi ini memudahkan seseorang memasang target yang pas dalam
hidupnya. Tidak muluk-muluk, dan tidak juga terlalu rendah. Selain itu
rasa syukur membantu seseorang untuk siap menghadapi kegagalan, dan
siap juga meraih kesuksesan. Karena orang yang bersyukur mengembalikan
segala sesuatunya kepada Tuhan. Ia tahu bahwa setiap kenikmatan yang ia
dapatkan berasal dari Tuhan. Begitu juga dengan kegagalan. Semua itu
telah ditulis di Lauhul Mahfuzh.
"Tiada suatu bencanapun
yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan
telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu
gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri" (QS
Al-Hadiid: 22-23)
Tidak ada ratap, dan tak ada pula
euforia. Tidak ada iri, dan tidak ada pula merendahkan orang lain.
Seorang yang bersyukur fokus pada potensi diri, dan memandang Sang Maha
Pemberi.
Pada akhirnya, kehidupan yang sehatlah yang
diraih akibat bersyukur. Itulah kondisi istimewa yang diajarkan oleh
Rasulullah saw.
Ya Allah, ajarkan aku untuk senantiasa
beryukur atas semua nikmat yang telah Kau anugerahkan padaku. Ya Allah,
ampuni ketidak-sempurnaanku mensyukuri nikmat-nikmat Mu. Dan
sempurnakanlah nikmat-Mu padaku di dunia & akhirat. Amiin
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar