Langsung ke konten utama

Catatan Kecil Menjadi Pendidik


Foto bersama dalam kegiatan "Athirah Jumpa Tokoh"
Awal tahun ajaran baru telah datang... petualangan baru kan dimulai lagi. Mengasah diri, mengasah ego, kasih sayang, kesabaran dan kreativitas. Mengapa? Karena menjadi sosok pendidik, banyak hal yang mesti diasah dan juga direm. Teringat sebuah pepatah : dunia ini ajaib, semakin kita menjauhi sesuatu maka ia akan mudah mendekati kita. Menjadi pendidik, memang ada dalam benak. Tapi menjadi pendidik di jenjang pendidikan dasar, bukanlah mimpi yang pernah ada. Tak pernah terbayangkan!. Sosok yang terbiasa dengan lingkungan yang jauh dari lingkup anak-anak, dilengkapi kondisi keluarga yang juga tidak pernah dekat dengan anak kecil, melengkapi kenyataan yang tak pernah diimpikan! Namun ini adalah kenyataan, harus dilakukan. Mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, semua harus dijalani. Bagai globalisasi! Apakah demi hidup? Entahlah!!!.

Kekakuan adalah pemandangan yang masih terasa akibat tidak biasa. Sedangkan di sini, keluwesan dan kesabaran amat sangat dibutuhkan. Keluwesan dalam mencurahkan kasih sayang, mendidik dan mengajar, kreatif dalam melakukan semua aktivitas di sekolah. Kreatif mencari metode dan model pembelajan, kreatif menarik minat untuk belajar, apatah lagi dalam penanaman karakter, amat dibutuhkan keluwesan mentransfer dan memahamkan. Karena di jenjang inilah, menjadi estafet dalam penanaman karakter, moral dan konsep-konsep dasar mata pelajaran yang akan mereka kembangkan di tingkatan selanjutnya. Kemudian dalam hal kesabaran, telah menjadi dalil, bahwa menjadi pendidik di jenjang ini, dibutuhkan kesabaran ekstra. Berlatih menahan ego, amarah dan kejengkelan dengan menggantikannya dengan sebuah tutur yang lembut, sarat nasehat dan menampilkan tauladan. Makanya jika tidak terbiasa dengan semua itu, maka disinilah diuji dan diasah sebuah kesabaran. Katanya, perkembangan dan karakter manusia itu sesuai dengan bagaimana ia diperlakukan sejak kecil..........

Anak belajar dari kehidupannya (Dorothy Law Nolte)
Bila seorang anak hidup di bawah kecaman, Ia belajar untuk menyalahkan
Bila seorang anak hidup dengan permusuhan, Ia belajar untuk melawan
Bila seorang anak hidup dengan cemoohan, Ia belajar menjadi pemalu
Bila seorang anak hidup menanggung rasa malu, Ia merasa selalu bersalah
Bila seorang anak hidup bertoleransi, Ia belajar sabar.
Bila seorang anak hidup dengan dorongan, Ia belajar percaya diri
Bila seorang anak hidup dengan pujian, Ia belajar menghargai
Bila seorang anak hidup dengan kejujuran, Ia belajar keadilan.
Bila seorang anak hidup dengan restu, Ia belajar menyukai dirinya sendiri.
Bila seorang anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan
Ia belajar untuk mencari kasih di tengah dunia

Hm...sebuah aksioma singkat jadi seorang pendidik. Dengan kebiasaan, karakter, pengetahuan yang dimiliki, mencoba memahami multi karakter dan keinginan dari anak didiknya. Sebuah perjuangan besar!!! Teringat beberapa kejadian di sekolah semester lalu, dengan banyak anak, dan banyak karakter, banyak pula masalah dan kejadian yang menjadi titik refleksi memeperkaya diri menguasai medan juang.

Kelas 3 Al-Afuww 2010..
Di sini, bisa dikatakan 100% muridnya berasal dari keluarga yang berekonomi menengah ke atas. Terbiasa dengan kemewahan, kekayaan, dan kemanjaan dari keluarga. Semua menjadikan mereka, mau diperlakukan atau mendapat perlakuan yang sama dari oarang-orang di sekolah, entah teman ataupun guru. Di rumah terbiasa mudah mendapatkan sesuatu dan apa yang ada bisa digunakan dan diambil seenak hati, itupun selalu mau dilakukan di sekolah. Begitu banyak profil siswa. Seorang siswa, ia bagai raja di kelas. Kalau mau menggunakan sesuatu walaupun itu adalah milik temannya, mudah saja tinggal ambil. Kalau ada yang marah, maka tangannya pun akan bermain. Duduk di pinggir adalah hobinya. Untuk apa? Kalau ada temannya yang lewat, kakinya yang bermain hingga temannya jatuh mencium lantai. Catatan yang diberikan atau latihan, walau itu hanya lima baris, tapi sampai akhir pelajaran tidak akan selesai-selesai. Gimana tidak, kerjaannya mempatroli teman-temannya dari meja ke meja, kalau bukan cerita ya apalagi kalau bukan mengganggu. Belum lagi, tiap hari menjadi sutradara film kartun. Entah berapa episode tiap hari yang ia ceritakan. Dalam sebuah pelajaran merangkum hasil bacaan di perpustakaan, dikatakan rangkuman minimal 10 baris, yang ia lakukan betul ada 10 baris, tapi tulisannya tidak sampi di pinggir halaman dan tulisannya diperbesar. Disuruh memperbaiki dengan mengembalikan hasil kerjaannya, malah kertasnya dikembalikan lagi, hingga kertasnya dirobek dan dilemparkan........

With Bu Eda n students class 3 Al-Afuww
Seorang siswa, kalau lagi berdoa dan tadarrus, ia pun bertadarrus dalam mimpi indahnya. trus kalau sudah belajar, maka tunggulah kelas akan dikelilingi entah sampai berapa kali. Ada juga yang nulisnya lamaaaa sekali... kerjaannya apa? Kalau bukan cerita film kartun, maka dia lagi asyik main balapan motor. Brem..brem..breeeeemmmmm.....!!! belum lagi yang belum bisa membedakan huruf besar dan kecil serta pakai spasi pada tulisannya, disinyalir dia setengah autis. Ada juga yang kerjaannya tiap hari rindu ma lantai, suka baring di lantai alias berguling-guling dilantai......

Yang istimewa... sudah terkenal di kalangan guru, bahkan kepala sekolah pun telah turut andil memperhatikannya. Semua merasa terganggu... sudah tahan banting dengan kekerasan. Dimarahi? Nyengir adalah jawabannya. Hingga pada waktu shalat ia bermain-main walaupun guru banyak yang memantau dan juga ia dekat dengan tempat duduk kepala sekolah. Ketika ditegur oleh kepala sekolah....
”nak, jangan main-main pada waktu shalat, itu dosa. Kalau masih mau main-main, nanti saya jemur di lapangan!”
Apa jawabnya?
”berarti kalau saya tidak main-main, bapak yang saya jemur!!!”
Jawaban yang tak diduga......

Ada juga yang sementara shalat dan main-main. Mungkin dia terlambat ikut shalat atau apa. Ditegur oleh kepala sekolah, dia hanya menoleh, trus nyengir pamer gigi pada kepala sekolah. Bagai angin lalu....
!!!@#@$#%@?!?@?#?#??...........!!

Kasihan insan yang bernama pendidik... belum lagi orang tua siswa yang mudah menyalahkan jika ada apa-apa dengan anaknya....

Tahun ajaran, baru saja dimulai... banyak pertanyaan yang muncul... kisah apalagi yang akan terjadi? Siswa bagaimana lagi yang akan dihadapi? Kesabaran apalagi yang akan diuji? Sedang sinyal-sinyal telah ada.....
Wajah ceria penuh harapan. smoga kelak semuanya sukses..
Salah satu siswa yang kali ini mudah dikenal. Bagaimana tidak, baru masuk kelas di hari pertama sekolah, dia telah menyambut dengan setangkai bunga. Katanya ”salam perkenalan”. Dia anak yang aktif, hiper lebih cocoknya. Tak bisa duduk berlama-lama. Suka berpindah-pindah duduk seenak hatinya, untung dia termasuk cerdas, pekerjaannya selalu cepat dikumpulkan. Setelah itu, mulailah dia mengotak-atik bawaannya di tas, mengunjungi teman-temannya ari bangku ke bangku. Kalau guru ngomong? Tak ada kata yang terlewatkan. Selalu ada jawaban dan komentar, walau yang diucapkan bukan pertanyaan. Guru belum selesai ngomong atau bertanya atau menasehati, dialah yang melanjutkan. Ketika jam pelajaran usai, ia dinasehati agar tidak selalu ceplas-ceplos nyambung sana-sini omongan guru. Ia pun berkata...
”bu, gimana saya tidak cerewet. Pada saat saya mau lahir, bapak selalu berdoa kepada Allah, supaya anaknya yang lahir nanti cerewet. Makanya saya cerewet. Berarti saya tidak salah kan?”
”saya bu, adalah orang yang ditunggu-tunggu, ibu sudah 10 tahun ingin punya anak barulah saya lahir. Maknya namaku ”Mahdi” artinya yang ditunggu-tunggu.” jelasnya tanpa diminta.

Sebuah periode kan dilalui lagi. Melengkapi fuzzle-fuzzle hidup menjadi seorang pendidik. Teringat sewaktu workshop kemarin, katanya Menjadi pendidik itu bukan karena ada insentif yang tiap hari kita kejar atau karena ada jadwal yang menunggu, apa bedanya dengan PSK yang bekerja karena ada tarif yang dikejar dan karena ada jadwal. Oleh karenanya, jadi pendidik karena panggilan jiwa, resah melihat realita pendidikan, resah memikirkan kemajuan generasi selanjutnya, resah ketika ada diantara siswa kita yang belum mengerti apa yang kita ajarkan. BERIKAN dan LUPAKAN...!!!
Catatan di Awal Petualangan
Dini hari, 19 Juli 2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap