Langsung ke konten utama

Cerpen Untuk Dua Wajah yang Selalu Kurindukan..

Awal pekan dengan aktivitas yang sama seperti pekan-pekan kemarin. tak ada yang beda. kembali menyapu pagi dengan langkah sedikit terburu, mengejar waktu bersaing dengan mentari pagi yang telah menampakkan sinarnya dengan malu-malu. 

Pagi ini, rasanya seperti ada puluhan kilo beban yang menghinggapi tubuhku. Rasa malas kembali muncul, dan sudah tentu bisikan untuk tidak segera bangkit memulai aktivitas kembali terdengar. Tetapi mengingat banyak hal yang masih terus harus diperjuangkan, semua dihempaskan. Keletihan, ngantuk, malas, bosan dan kawan-kawannya. Aku teringat impanku, aku teringat dua wajah yang selalu mendo'akanku dan selalu kurindukan. Aku masih punya sebuah harapan untuk mereka. Jika aku tidak menghempaskan semua rasa itu, bagaimana aku bisa membuatnya kenyataan..??

Setelah breefing di kantor, kami semua kembali ke kelas bertemu wajah-wajah yang selalu menanti kami. wajah yang lugu dengan setumpuk harapan dari orang-orang di sekeliling mereka. Di luar, mereka semua telah menanti sambil bermain, dan mendapatkan kami berjalan menuju kelas, kaki mungil mereka menghampiri sambil menyunggingkan senyum dan menghulurkan tangan untuk salim. Alhamdulillah,,, semoga kebiasaan itu tetap kalian bawa sampai kapan pun, dimana pun. "aamin....

Hari senin, itu berarti jadwal untuk menghafalkan bacaan shalat. Dengan komparasi suara-suara mereka, terdengarlah lafadz bacaan shalat. Aku senang dengan aktivitas ini, karena bagiku pendidikan bukan hanya mengejar kognitif saja, tetapi yang paling penting dari semua ilmu adalah ilmu tentang Dien ini. Jangan pernah bosan menghafalkan bacaan itu, jangan bosan menjadi hafidz-hafidzah cilik. Semua takkan sia-sia, di dunia dan di akhirat....

Di saat sibuk menuntun mereka melafadzkan bacaan-bacaan shalat, di luar terdengar suara yang riuh dari tengah lapangan sekolah. Pagi ini adalah penutupan bulan bahasa, itu artinya akan diumumkan pemenang setiap lomba. Dari luar terdengar pintu dibuka kelihatan seperti tergesa-gesa...
"ayo ke lapangan.. terima hadiah. Juara 1 lomba membuat cerpen lho...."
sejenak aku melongo...... sejurus kemudian aku menjawab "nantilah bu, ada yang ganti ambil hadiahnya kok". kataku sambil tersenyum. Aku ingin menerima hadiah itu, tetapi ada 29 wajah yang lebih membutuhkanku di sini, lebih daripada kesenangan atau kebangganku dengan apa yang aku dapatkan. biarlah.. aku yakin, akan ada yang bisa mewakiliku mengambilnya...

Aku sangat senang mendengarnya, Alhamdulillah ya Rabb... untuk kedua kalinya aku bisa mengikuti lomba ini dan mendapatkan juara 1, sama dengan tahun kemarin. Tersirat senyum di wajahku, terbesit kesenangan tersendiri di sudut hatiku. Ternyata aku bisa juga... aku bisa membuat sebuah karya, aku bisa menjadi juara, aku bisa menulis, aku bisa berekspresi... seakan semangat ini kembali berkobar, semangat untuk terus menulis, untuk terus berkarya.. seperti kataku.. 
"jika tidak bisa meninggalkan peradaban, maka tinggalkanlah tulisan agar engkau bisa dikenang"


Teringat saat itu, di saat kerjaan itu menumpuk, rasanya tidak bisa meninggalkan kerjaan ini untuk mengikuti lomba. Tetapi, karena temanku sudah memanggil untuk pergi ke ruang multimedia, segera kukemasi barang-barang di atas mejaku. laptop yang kupakai sudah tidak sempat ku shutdown, hanya bisa di-sleep. semua terburu-buru. Memasuki ruang multimedia pun, kulihat dua temanku sudah sibuk dan asyik tenggelam dalam lembar putih di depannya. mereka sedang asyik bercengkrama bersama kertas, bersimfoni bersama alunan merdu dari pikiranx yang dituangkan dalam tarian pena. Kali ini tidak sebanyak tahun sebelumnya yang ikut. Katanya karena di unit lain sedang rapat dan sibuk lainnya. tetapi kesempatan masih diberikan kepada mereka. esok, bagi ingin ikut, yang masih diberi kesempatan.

Melihat mereka yang telah bermeditasi dengan alam pikirnya, ada rasa aku mungkin sudah jauh dari mereka. apalagi, ada yang sudah memiliki konsep, tinggal dipindahkan ke kertas yang diberikan panitia. Sedangkan aku..? aku belum punya ide, apalagi konsep yang sudah ada di kertas. ku ketuk-ketuk ujung meja di depanku, berharap segera kupadukan pikiranku, memoriku agar bisa berkolaborasi membentuk naskah dalam bait-bait tulisan. "harus bergerak cepat nih" bisikku.. "ahh... tulis saja, ide itu akan mengalir sendirinya kok... it's fine.. nggak juara pun, yang penting aku bisa ikut momen ini dan bisa kujadikan ajang untuk mengukur kemampuanku" bisikku lagi...

Akhirnya, aku pun ikut bersimfoni bersama pikiran, pena, dan kertas di hadapanku. kutuliskan apa yang hinggap di benakku kini. mungkin ide kilat, super kilat malah. Ide itu, tiba-tiba saja muncul dan selanjutnya disambut dengan hangat oleh tanganku. Jadilah jemari ini berkolaborasi bersama pena membentuk kata demi kata, kalimat demi kalimat, serta paragraf demi paragraf.. 

Di tengah asiknya berkolaborasi dengan pena, terdengar temanku telah selesai membuat cerpen. "ya iyalah.. lha wong emang udah punya konsep kok" bisikku dalam hati. Sejenak perasaan ragu muncul, aku ragu bahwa aku bisa menang. tetapi aku teringat kataku, ini bukan untuk menjadi juara, tetapi menjadi tolak ukur sampai dimana kemampuanku dan yang lebih penting, ini adalah persembahan untuk dua wajah yang selalu kurindukan. ayah dan bunda...

Waktu telah menunjukkan pukul empat, kedua temanku telah selesai membuat cerpennya, panitia pun sudah bolak balik masuk melihatku dan berharap aku telah menyelesaikan cerpenku. tetapi sayangnya aku masih betah dengan kertasku. Untunglah panitianya sangat baik dan mau menungguku... jadilah tulisanku sudah awut-awutan. Aku sudah tidak enak karena sudah lama ditunggu.Eitss.... ternyata aku belum menuliskan judul. apa yah...??. ahaaa........... yah, bismillah semoga ini yang terbaik.. 
"kan ku ukir senyum seindah pelangi di wajahmu".

Dan hari ini, aku sangat senang karena ternyata aku bisa menjadi juara 1 menulis cerpen, walaupun hanya tingkat yayasan dari 4 unit dari TK - SMA dan hadiahnya juga sederhana yaitu buku, tetapi bukankah buku adalah jendela ilmu..?, walaupun begitu, bagiku sudah hal yang sangat menggembirakan. Dengan semua itu, aku kembali teringat akan sebuah asa untuk dua wajah yang selalu kurindukan dan ku do'akan..  Ayah.. ibu... asa untukmu telah kuukir dalam sebuah cerpen. Cerpen itu untukmu..... semoga kelak aku bisa menuliskan kembali cerpen itu. insya Allah, aku akan terus mengingat asaku itu.. dan semoga Allah berkenan mengabulkannya.. 'Aamin ya Rabb... (^_^)

Makassar, 12 November 2012.
Saat sebuah kesedihan ingin menghinggapiku, kudapatkan kebahagiaan ini.

Komentar

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap