Langsung ke konten utama

Validitas Instrumen

Assessmen Pembelajaran Matematika
Pendidikan Matematika PPs UNM Makassar
Oleh: Nurhidayah, Ummy Salmah, Sitti Raehana, Wardah Abubakar, Hasrini Jufri.

A. Pengertian Validitas Instrumen

Pertanyaan-pertanyaan yang paling utama yang harus diajukan terhadap suatu prosedur pengukuran adalah: sampai di manakah validitasnya? Dalam hal ini harus dilihat apakah ujian yang dipakai betul-betul mengukur semua yang seharusnya diukur dan tidak lain dari pada itu. Suatu alat pengukur dikatakan valid jika ia benar-benar cocok untuk mengukur apa yang hendak diukur. Sebagaimana dikemukakan oleh Scarvia B. Anderson dalam bukunya "Encyclopedia of Educational Evaluation" disebutkan bahwa "A test is valid it measures what it purpose to measure" (sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur).

Dalam bahasa Indonesia "valid" disebut dengan istilah "sahih". Misalnya: Untuk mengukur panjang dipakai meteran, mengukur berat dipakai timbangan, mengukur penguasaan matematika dipakai ujian matematika untuk kelas yang setara, dan sebagainya.

Secara lebih jelas, suatu ujian untuk mata kuliah tertentu dikatakan valid jika ia benar-benar cocok dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan untuk dicapai dengan penyajian mata kuliah tersebut.


Sebenarnya pembicaraan validitas ini bukan ditekankan pada tes itu sendiri tetapi pada hasil pengetesan atau skornya. Suatu tes hasil belajar dapat dikatakan tes yang valid apabila tes tersebut betul-betul dapat mengukur hasil belajar. Jadi bukan sekedar mengukur daya ingat atau kemampuan bahasa saja misalnya.

Di dalam buku Encyclopedia of Educationan Evaluation yang ditulis oleh Scarvia B. Anderson, dkk disebutkan:

“A test is valid if it measures what it porpuse to measure”

Atau jika diartikan, sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Dalam bahasa Indonesia “valid” disebut dengan istilah “shahih”. (Arikunto, 65)

Valid menurut Gronlund (1990) dapat diartikan sebagai ketepatan interpretasi yang dihasilkan dari skor tes atau instrumen evaluasi. Sedangkan Gay (1982) dan Jhonson dan Jhonson (2002) menerangkan bahwa instrumen valid ketika instrumen yang digunakan mengukur apa yang hendak diukur.

Validitas instrumen evaluasi, tidak lain adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur atau derajat ketepatan atau tingkat kesahihan. Validitas instrumen mempunyai beberapa makna penting, diantaranya sebagai berikut.

1. Validitas berhubungan dengan ketepatan interpretasi hasil tes atau instrumen evaluasi untuk grup individual dan bukan instrumen itu sendiri.

2. Validitas diartikan sebagai derajat yang menunjukkan kategori yang bisa mencakup kategori rendah, sedang, dan tinggi.

3. Prinsip suatu tes valid, tidak universal. Validitas suatu tes yang perlu diperhatikan bahwa instrumen valid untuk satu tujuan saja. Tes valid untuk bidang studi matematika, tidak cocok untuk digunakandi biologi.

Validitas yang berkaitan untuk siapa perlu diperhatikan, karena menyangkut dengan membangun gambaran atau deskripsi terhadap suatu grup normal. Derajat validitas hanya berlaku untuk suatu kelompok tertentu yang telah direncanakan. Contohnya, tes pada anak, tak bisa dipakai pada orang dewasa, akan berbeda bentuk dan substansinya. Oleh karena itu, tidak aneh jika instrumen direncanakan bervariasi bentuk maupun isinya sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

B. Macam-macam Validitas Instrumen

Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari pengalaman. Hal yang pertama akan diperoleh validitas logis (logical validity) dan yang kedua disebut validitas empiris (empirical validity). Namun secara metodologis, validitas dapat dibedakan dalam empat (4) macam, yaitu validitas isi, konstruk, konkuren, dan prediksi. Tetapi, pada dasarnya keempat macam vadilitas ini merupakan bagian dari validitas logis dan empiris.

1. Validitas Logis

Istilah “validitas logis” mengandung kata “logis” berasal dari kata “logika”, yang artinya penalaran. Dengan demikian maka validitas logis untuk sebuah instrumen evaluasi menunjukkan pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang terpenuhi karena instrumen sudah dirancang dengan baik, mengikuti teori, dan ketentuan yang ada. Validitas logis utamanya didasarkan pada pertimbangan dari para pakar atau ahli (expert judgment).

a. Validitas Permukaan (face validity)

Validitas ini menggunakan kriteria yang sangat sederhana, karena hanya melihat dari sisi muka atau tampang dari instrumen itu sendiri. Artinya jika suatu tes secara sepintas telah dianggap baik untuk mengungkap fenomena yang akan diukur, maka tes tersebut sudah dapat dapat dikatakan memenuhi syarat validitas permukaan, sehingga tidak perlu lagi adanya judgement yang mendalam.

b. Validitas Isi

Yang dimaksud validitas isi adalah derajat dimana sebuah tes evaluasi mengukur cakupan substansi yang ingin diukur. Untuk mendapatkan validitas isi memerlukan dua aspek penting, yaitu valid isi dan valid teknik sampling. Valid isi mencakup hal-hal yang berkaitan dengan apakah item–item evaluasi menggambarkan pengukuran dalam cakupan yang ingun diukur. Sedangkan validitas teknik sampling berkaitan dengan bagaimanakah baiknya suatu sampel item tes merepresentasekan total cakupan isi.

Validitas isi artinya kejituan daripada suatu tes ditinjau dari isi tes tersebut. Untuk menilai apakah suatu tes memiliki validitas isi atau tidak dapat kita lakukan dengan jalan membandingkan materi tes tersebut dengan analisis rasional yang kita lakukan terhadap bahan-bahan yang seharusnya digunakan dalam menyusun tes tersebut.

Validitas isi mempunyai peranan penting dan umumnya ditentukan melalui pertimbangan para ahli. Tidak ada formula matematis untuk menghitung dan tidak ada cara untuk menunjukkan secara pasti. Para ahli menginterpretasi tes atau melakukan perbandingan antara apa yang harus dimasukkan dengan apa yang ingin diukur yang telah direfleksikan menjadi tujuan tes. (Sukardi, 2009:33)

c. Validitas Konstruk

Validitas konstruk merupakan derajat yang menunjukkan suatu tes mengukur sebuah konstruk sementara atau hypotetical construct. Secara defenitif, konstruk merupakan suatu sifat yang tidak dapat diobservasi, tetapi kita dapat merasakan pengaruhnya memalui salah satu atau dua indera kita. Validitas susunan artinya kejituan daripada suatu tes ditinjau dari susunan tes tersebut

Kesahihan konstruk diperoleh dari hasil analisis faktor, yaitu jumlah faktor yang diukur suatu tes. Bukti kesahihan kontruk diperoleh dari hasil penggunaan tes secara empiris. Pada dasarnya kontruk yang diukur adalah satu atau dengan kata lain dimensi alat ukur adalah satu. Apabila yang dinilai adalah kemampuan matematika, maka yang dinilai adalah kemampuan matematika saja, bukan atau tidak ada unsur tulisan atau bahasa yang dinilai.

2. Validitas Empiris

Istilah validitas empiris memuat kata “empiris” yang artinya pengalaman. Sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila telah diuji dari pengalaman, bukan sekedar penalaran semata. Validitas empiris membandingkan instrumen dengan kriterium atau aturan tertentu. Kriterium yang digunakan sebagai pembanding kondisi instrumen yang dimaksud ada dua, yaitu: yang sudah tersedia dan yang belum ada tetapi akan terjadi diwaktu yang akan datang.

a. Validitas Konkuren

Seperti disebutkan di atas, validitas empiris mempunya kriterium yang ada dan inilah yang dimaksud dengan validitas konkuren (validitas “ada sekarang” atau validitas bandingan). Validitas konkuren adalah derajat dimana skor dalam suatu tes dihubungkan dengan skor lain yang telah dibuat. Validitas konkuren ditentukan dengan membangun analisis hubungan atau perbedaan.

Cara yang digunakan untuk menilai validitas bandingan ialah dengan jalan mengkolerasikan hasil-hasil yang dicapai dalam tes tersebut dengan hasil-hasil yang dicapai dalam tes tersebut dengan hasil-hasil yang dicapai dalam tes yang sejenis yang telah diketahui mempunyai validitas yang tinggi (misalnya tes standar). Tinggi rendahnya koefisien kolerasi yang diperoleh menunjukkan tinggi rendahnya validitas tes yang akan kita nilai kualitasnya.Hasil yang dicapai atau koefesien validitas yang muncul menunjukkan derajat hubungan validitas tes yang baru. Jika koefesiennya tinggi, maka tes yang baru memiliki validitas konkuren yang baik, begitupun sebaliknya.

b. Validitas Prediksi

Validitas prediksi atau validitas ramalan artinya ketepatan (kejituan) daripada suatu alat pengukur ditinjau dari kemampuan tes tesebut untuk meramalkan prestasi yang dicapainya kemudian. Misalnya suatu tes hasil belajar dapat dikatakan mempunyai validitas ramalan yang tinggi, apabila hasil yang dicapai oleh siswa dalam tes tersebut betul-betul dapat meramalkan sukses tidaknya siswa tersebut dalam pelajaran-pelajaran yang akan datang. Cara yang digunakan untuk menilai tinggi rendahnya validitas ramalan ini ialah dengan jalan mencari kolerasi antara nilai-nilai yang dicapainya kemudian.

Apabila koefisien korelasi yang diperoleh cukup tinggi, maka berarti validitas ramalan tes tersebut cukup tinggi. Sebaliknya pula apabila koefisien kolerasi yang diperoleh rendah, maka berarti pula validitas tes tersebut rendah.

Validitas prediksi suatu tes pada umumnya ditentukan dengan membangun hubungan antara skor tes dan beberapa ukuran keberhasilan dalam situasi tertentu yang digunakan untuk memprediksi keberhasilan, yang selanjutnya disebut prediktor. Sedangkan tingkah laku yang hendak diprediksi disebut kriterion.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Validitas Instrumen

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil tes evaluasi tidak valid. Beberapa faktor tersebut secara garis besar menurut Sukardi (2009:38), yaitu faktor internal dari tes, faktor eksternal tes, dan faktor yang berasal dari objek tes (misalnya siswa) yang bersangkutan.

1. Faktor yang berasal dari dalam tes

Beberapa sumber yang pada umumnya berasal dari faktor internal tes evaluasi diantaranya sebagai berikut.

a. Arahan tes yang disusun dengan makna yang tidak jelas sehingga mengurangi validitas tes.
b. Kata-kata yang digunakan dalam struktur instrumen evaluasi terlalu sulit.
c. Item-item soal dikonstruksi dengan jelek.
d. Tingkat kesulitan item tes tidak tepat dengan maternya.
e. Waktu alokasinya tidak tepat
f. Jumlah item tes tidak representatif dari materinya
g. Jawaban masing-masing item bisa diprediksi oleh objek tes

2. Faktor yang berasal dari luar tes
Faktor ini dapat mengurangi validitas interpretasi tes evaluasi, diantaranya sebagai berikut.

a. Waktu pengerjaan tidak cukup bagi objek tes.
b. Teknik pemberian skor yang tidak konsisten.
c. Adanya pihak tertentu yang masuk dan menjawab item tes yang diberikan
3. Faktor yang berasal dari objek tes

Seringkali terjadi interpretasi terhadap item-item tes tidak valid, bukan karena tes yang tidak baik, waktu yang tidak cukup, tetapi karena dipengaruhi oleh jawaban objek tes (siswa). Ini bisa disebabkan karena psikologis objek tes atau disebabkan kondisi lingkungan yang tidak nyaman sehingga konsentrasi objek tes terganggu, atau kesecenderungan objek tes untuk menjawab soal dengan cepat, tetapi tidak tepat, keinginan melakukan coba-coba atau acuh tak acuh dalam menjawab soal.

Menurut Kerlinger (1986) mengemukakan “validitas instrumen tidak cukup ditentukan oleh derajat ketepatan instrumen untuk mengukur apa yang seharusnya diukur, tetapi perlu juga dilihat dari tiga kriteria yang lain, yaitu appropriatness, meaningfullness, dan usefullness”. Appropriatness menunjukkan kelayakan dari tes sebagai suatu instrumen, yaitu sebebrapa jauh instrumen dapat menjangkau keragaman aspek perilaku peserta didik. Meaningfullness menunjukkan kemampuan instrumen dalam dalam memberikan keseimbangan soal-soal pengukurannyaberdasarkan tingkat kepentingan dari suatu fenomena. Usefullness to inferences menunjukkan sensistif tidak ya instrumen dalam menangkap fenomena perilaku dan tingkat ketelitian yang ditunjukkan dalam membuat kesimpulan.

D. Kriteria yang harus diselidiki

Anastasi dalam Conny Semiawan Stamboel (1986), mengemukakan ada delapan kriteria sebagai berikut:

a. Diferensiasi umur
Kriteria yang paling utama dalam validitas tes intelegensi adalah umur. Kebanyakan tes inteligensi, baik yang dipakai disekolah maupun tes pra-sekolah, senantiasa dibandingkan dengan umur kronologis untuk menentukan apakah angka bertambah dengan bertambahnya umur. Jika suatu tes dianggap valid, maka nilai tes bagi peserta didik akan naik dengan bertambahnya umur. Namun, anggapan ini tidak berlaku bagi perkembangan semua fungsi dalam hubungannya dengan bertambahnya umur secara konsisten (ini terbukti) dari beberapa tes kepribadian). Suatu hal yang juga perlu dicermati adalah corak kondisi lingkungan tempat tes itu dibakukan. Kriteria peningkatan umur tidak bersifat universal, tetapi tidak dapat juga dikatakan bahwa ini berlaku bagi corak masing-masing kebudayaan.

b. Kemajuan akademis
Pada umumnya tes intelegensi divalidkan dengan kemajuan akademis. Juga sering dikatakan bahwa makin lama seseorang belajar disekolah, makin tinggi pendidikannya, makin tinggi pula kemajuan akademisnya. Padahal setiap jenis dan jenjang pendidikan itu bersifat selektif. Bagi peserta didik yang tak sanggup meneruskan, biasanya termasuk dropout. Namun, banyak pula faktor non-intelektual yang ikut memengaruhi keberhasilan pendidikan seorang peserta didik. Dengan kata lain, berhasil tidaknya pendidikan seseorang peserta didik. Dengan kata lain, berhasil tidaknya pendidikan seseorang tidak hanya dilihat dari faktor intelektual, tetapi juga faktor nonintelektual. Untuk memperoleh gambaran yang komprehensif dan holistic tentang hal ini perlu diadakan penyelidikan yang lebih jauh.

c. Kriteria dalam pelaksanaan latihan khusus
Corak kriteria dalam pengembangan tes bakat khusus didasarkan atas prestasi dalam latihan tertentu secara khusus. Beberapa tes bakat profesi (profesional aptitude test)telah divalidkan dengan tes hasil belajar dalam bidang-bidang tersebut. Misalnya, tes untuk memasuki profesi kedokteran, hukum, dan sebagainya. Ada beberapa tes untuk memasuki profesi tertentu yang disebut tailor-made test, yaitu tes yang telah dibuat khusus untuk keperluan tersebut, seperti tes penerbangan.

d. Kriteria dalam pelaksanaan kerja
Dalam validitas tes kepribadian dan validitas tes bakat khusus banyak digunakan kriteria yang didaarkan atas kinerja dalam pelaksanaan kerja (one job performance). Mengingat setiap pekerjaan memiliki kekhasan sendiri dan berbeda-beda tingkat, bentuk, maupun coraknya, maka untuk setiap pekerjaan untuk diciptakan tes yang terkenal dengan istilah tailor-made test.

e. Penilaian
Pengertian penilaian disini adalah teknik untuk memperoleh informasi tentang kemajua belajar peserta didik di sekolah. Selain itu, juga mencakup pekerjaan yang memerlukan latihan khusus ataupun sukses dalam penilaian pribadi oleh seorang pengamat terhadap berbagai fungsi psikologis. Misalnya, kondisi-kondisi, orisinalitas, kepemimpinan atau kejujuran. Jika kondisi-kondisi pengenalan dalam situasi tempat kemampuan yang khusus itu dinyatakan, maka perlu disertai skala penilaian yang dipersiapkan secara teliti.

f. Kelompok yag dipertentangkan
Konsep validitas melalui kelompok yang dipertentangkan menyelidiki pengaruh kehidupan sehari-hari yang tak disengaja. Kriteria ini didasarkan atas kelebihan suatu kelompok tertentu dihadapkan pada kelompok yang lain dalam menjalankan suatu tes tertentu. Misalnya, suatu tes bakat music dicobakan disekolah music maupundisekolah umum. Kriteria itu didasarkan atas faktor yang mencolok, yang diperoleh dari hasil nilai kedua kelompok tersebut dalam menjalankan tes itu.

g. Korelasi dengan tes lain
Korelasi antara tes baru dengan tes lama merupakan perbandingan kriteria dalam menyelidiki perilaku yang sama. dalam hal ini suatu tes kriteria dalam menyelidiki perilaku yang sama. dalam hal ini suatu tes verbal tertulis bisa dibandingkan dengan tes individual atau tes kelompok. Untuk mengukur apakah suatu tes yang baru memiliki validitas dan bebas dari pengaruh faktor lain, maka dipergunakan tes jenis lain dalam membandingkannya. Jadi, kadag-kadang tes kepribadian dikorelasikan dengan tes internal atau tes prestasi belajar.

h. Konsistensi Internal
Kriteria konsistensi internal adalah skor total yang diperoleh peserta didik dalam suatu tes. Kriteria ini terutama digunakan dalam bidang tes kepribadian. Kadang-kadang untuk keperluan ini juga digunakan percobaa tes dengan dua kelompok, yaitu antara kelompok berhasil dan kelompok, yaitu antara kelompok berhasil dan kelompok kurang berhasil. Skor setiap soal tes dari kelompok yang berhasil dan kelompok kurang berhasil. Skor setiap soal tes dari kelompok yang berhasi dibandingkan dengan skor setiap soal tes dari
E. Cara Mengetahui Validitas Instrumen

Sekali lagi diulangi bahwa sebuah tes dikatakan valid (memiliki validitas) jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes dengan kriterium.
1. Validitas Alat Ukur
Teknik yang digunakan dalam mengukur validitas alat ukur adalah teknik korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson. Rumus korelasi product moment ada dua macam, yaitu:

2. Validitas item
Pengertian umum untuk validitas item adalah sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Untuk menghitungnya bisa menggunakan rumus product moment dengan angka kasar seperti di atas. Selain itu, bisa juga menggunakan rumus lain yaitu koefesien korelasi biserial.

3. Tes Terstandar sebagai Kriterium
Tes standar adalah tes yang telah dicoba berkali-kali sehingga dapat dijamin kebaikannya. Cara menentukan validitas soal yang menggunakan tes terstandar sebagai kriterium dilakukan dengan mengalikan koefesien validitas yang diperoleh dengan koefesien validitas tes terstandar tersebut atau dengan kata lain hasil perhitungan dengan rumus korelasi product moment dengan angka kasar dikali koefesien validitas tes terstandar.

4. Validitas Faktor
Selain validitas soal secara keseluruhan dan validitas item soal, masih ada lagi yang perlu diketahui, yaitu faktor-faktor atau bagian keseluruhan materi. Setiap keseluruhan materi pelajaran terdiri dari pokok-pokok bahasan atau mungkin sekelompok pokok bahasan yang merupakan satu kesatuan. 


DAFTAR PUSTAKA

Arifin,Zainal. 2009. Evaluasi pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Anderson, Scarvia B. 1975. Encyclopedia of Educationan Evaluation. San Fransisco:Yessy Bass, Inc Publisher

Arikunto, Suharsimi, Prof., dr. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Guba, E.G and Lincon, Y.S. 1982. Effective Evaluation. San Fransisco:Yessy Bass, Inc Publisher

Gronlund, N E dan Linn, R.L. 1990. Meassurement and Evaluation in Teaching. 6th Edition. New York:Macmilan Pulishing Company.

Johnson, D.W dan Johnson, R.T. 2002. Meaningfull Assesment: Managable and Cooperative Process. Boston: Allyn and Bacon Publisher

Sukardi, Prof., H.M., MS., Ph.D. 2009. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Arifin,Zainal. 2009. Evaluasi pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap