Langsung ke konten utama

Kecintaan Rasulullah pada Ummatnya

Malam ini, nggak pergi shalat tarawih di mesjid. sama seperti beberapa hari belakangan ini. hanya tinggal di rumah menyelesaikan tesis lagi. lagi-lagi tesis... tesis oh tesis.... kapan dirimu berhenti menjajahku... he..he.... semoga ada hal positif yang bisa kudapatkan walaupun tidak tarawih di mesjid. sedih banget... ramadhanku yang kelabu. hikzzz......hikzz.... ya Rabb.. semoga ramadhan kali ini bukan ramadhan terakhirku. :'(.

Sambil mengerjakan tesis yang nggak kelar-kelar, mutar ceramah Ust.Yusuf Mansyur. aduh.... ya Rabb... ceramah kali ini bener-bener mengetuk hati. seakan-akan menghakimi diriku, tentang bagaimana kecintaan kepada Rasulullah. sudah selayaknya kita sebagai pengikut beliau senantiasa mencintainya, betapa tidak saat beliau dalam sakarat saja beliau masih memikirkan kita semua dengan selalu berucap "ummati.... ummati.. ummati...". begitu sayangnya beliau kepada ummatnya. Lalu bagaimana kita..?? Banyak diantara kita yang lebih ngefans sama artis daripada kepada Rasululah. dan juga kita mengaku cinta kepada rasulullah, tetapi sunnah yang beliau ajarkan tidak kita indahkan. bahkan ada yang malah tersenyum sinis seolah menganggap semua itu tidak penting. ya Rasulullah.. kami mencintaimu... izinkan kami kelak bisa berkumpul dan bertemu denganmu. 'aamin........

Bukan hanya itu, ceramah itu juga mengajak kita untuk mengoreksi shalat kita? gimna shalat kita? sehatkah? jangankan shalat sunnah, shalat wajib bagaimna? adakah kita masih mau mendikte Allah dengan selalu berdalih "sebentar". adakah seruan untuk shalat amat penting untuk kita? adakah pekerjaan, aktivitas kita serasa lebih penting bagi kita dari melaksanakan shalat? seberapa kuat kita menjaga shalat-shalat kita. Bagaimana bisa berharap dapat shalat dhuha, kalau shalat wajib saja masih penuh dengan dikte? bagaimana bisa tahajjud kalau shalat dhuha saja untung kalau pernah kita lakukan. bagimana shalat kita....??

Lalu bagaimana pendidikan saat ini? siswa diajarkan untuk menuntut ilmu untuk bekal negeri akhirat, namun ternyata posisi pentingnya shalat telah digantikan dengan menuntut ilmu. bagaimana tidak, jika pada jam-jam shalat siswa kita masih duduk denga tenang belajar di dalam kelas. lagi-lagi kita mendikte. saat ini, manusia semakin gencar mengejar keberhasilan, namun lupa bahwa keberhasilan akhirat jauh lebih penting. salah satunya adalah dengan shalat. dan ini sudah sering diwanti-wanti oleh Rasulullah "as-sholah..as-sholah....". 

Sudahkah kita mendidik anak-anak kita, anak didik kita untuk selalu mengingat shalat? sudahkah para orang tua mengajarkan anaknya untuk senantiasa melaksanakan shalat? mengajarkan kepada mereka pentingnya shalat, dan itu sama halnya dengan mengajarkan mereka untuk mendo'akan kita, mengajarkan mereka untuk memberikan kita tabungan untuk negeri akhirat kita kelak? apakah kita hanya selalu menyuruh mereka untuk mengejar cita-cita dunia, tidak peduli dengan bekal akhirat mereka. dan ketika keberhasilan dunia menghampiri mereka, orang tua pun puas. ingatlah... kepuasan melihat anak kita menjadi anak yang sholeh jauh lebih berharga. Bukankah semua mungkin mengajarkan mereka meraih cita-cita dunia tanpa mengesampingkan tugas mereka sebagai seorang hamba? lalu mengapa hal itu tidak dilakukan..??

Ya Rabb, jika kelak Engkau mengizinkan aku menjadi seorang ibu untuk anak-anakku. maka jadikanlah aku sebagai madrasah pertama bagi mereka. berikan aku kekuatan mendidik mereka menjadi anak yang sholeh dan sholehah, berikan aku kekuatan menempa mereka menjadi insan yang tak lupa akan tujuan hidup, dan izinkan aku mengajarkan mereka bahwa dunia ini bukanlah untuk segala-galanya, tetapi untuk jadi tempat mereka mengumpulkan bekal ke negeri akhirat. 'aamiin yaa rabbal 'Alamin....

Makassar, 20 Juli 2013.

Komentar

  1. rindu kami padamu ya Rasul....

    BalasHapus
  2. Allahumma shalli 'alaa Muhammad, Allahumma shalli wasallim 'alaih..

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap