Langsung ke konten utama

Si Sopan dan Si Sadis


Pagi itu kulangkahkan kakiku keluar dari kost-an dengan langkah yang sedikit kupercepat. Mengejar pukul 10.00, menunggu dosen pembimbingku. Hari ini aku harus mendapatkan tanda tangan dari beliau. Bisikku dalam hati.

Matahari telah meninggi. Sinarnya pun sudah terik, panas dan kering menghujam kulit. Kulit yang sudah mulai terbakar, semakin terbakar, dan semakin matang... kulit bukan lagi sawo matang khas indonesia, tetapi sawo kematangan.. alias sawo gosong ha..ha..ha.....


Di depanku, kampus telah ramai oleh hilir mudik mahasiswa, kayaknya lebih banyak wajah yang tidak kukenali. Mungkin itulah mahasiswa baru. Wajarlah... tujuan awalku adalah menuju koperasi yang berada di sudut kampus. Di tanganku telah ada artikel yang mesti kujilid. Walaupun tipis, tetapi katanya tetap mesti dijilid antero. Bukan masalah mahalnya, tetapi pada wajah heran di depanku melihat kertas yang kuberikan untuk dijilid. Mungkin pikirnya “sedikit amat kok mau dijilid juga?”. Kulihat sempat wajah di depanku terbengong. Ah.. bodoh amat... kan yang penting aku bayar kan? He..he..... dan mesti sabar menunggu untuk segera dilayani. Saat menunggu artikelku dijilid, datang seorang lelaki membawa beberapa lembar kertas. Mungkin akan menjilid pikirku. Eh.. ternyata nyari lem alteco. Sudah sepenuh hati dan sepenuh tenaga menunjuk lem, si penjaga koperasi malah celingak-celinguk nyari lem dan berkata“maaf mas, lem-nya dah habis”.
“habis? Itu lho dek..” kata lelaki itu dengan lembut
“Mana? Sudah habis..”
“ini lho dek.. sambil menunjuk toples berisi lem” kata lelaki masih dengan lembut dan tersenyum
Si penjaga toko senyam-senyum, malu kali karena lem dah di depan mata tapi malah nggak dilihat.
“harganya semua berapa mbk?”
“lima ribu mas”
“dengan teh kotak juga ya dek?”
“iya”

Aku yang menyaksikan keadian kecil tersebut senyam-senyum.. lelaki yang sopan... walaupun dah gemes karena lem yang diminta nggak dilihat sama si adik penjaga koperasi, tetapi masih tersenyum dan sopan menghadapi. Eits.... sudah cakep... sopan lagi.... he..he.... mata.. mata.. mata.....
Setelah lelaki itu pergi, muncul lelaki lain dengan tumpukan kwitansi di tangannya. Dia tidak langsung menyerahkan untuk dicopy, melainkan dibolak balik seperti mencari kwitansi yang hilang. Sejenak wajahnya kulihhat kusut. Yang hilang kwitansi warisan ya? Pikirku tersenyum dalam hati. Kemudian dia memanggil seorang adik SMK yang sedang tugas PKL .
“nih, copy yah.. harus berurut copy-nya...”
“berapa rangkap?”
“copy satu rangkap”

Aku yang melihat lelaki tersebut, jadi terheran-heran. Ini mahasiswa s2 ya? Kok bahasanya begitu? Bukan dari susunan kalimatnya, tetapi nada bicaranya yang kasar menurutku. Dan membentak malah menurut versiku. Tak sadar aku malah menatapnya. Sejenak kulihat dia berpakaian yang rapi. Oh.. di bagian depan bajunya ada logo sebuah perusahaan percetakan buku. Kalau dilihat-lihat sih lumayan cakep.. he..he.... tundukkan pandangan euy.....
Setelah kwitansinya difotocopy, si penjaga koperasi pun menyodorkan hasil copy-an.
“hekter kembali kwitansinya!”
“oh.. iya...”
“ini.. apa hasil copy-annya juga mau dihekter?”
“nggak usah!”
“.....”

Artikelku sudah selesai dijilid. Aku pun segera menuju ruang perkuliahan. Tetapi masih tersangkut pembicaraan lelaki tadi sebelum aku benar-benar berlalu.
“biaya copy-nya  berapa?”
“tiga ribu aja mas”
“ini..!”

Aku mendengarnya tidak sadar bergumam “sadis amat euy.... cakep-cakep kok sadis!”. Bukan sadis karena memukul, tetapi sadis dari caranya berkata-kata... hadeww.... biar cakep kalau sadis, takut.....

Bisa nggak sih menghargai orang lain walaupun kita sendiri dalam keadaan panik? Atau bisakah lebih sopan pada orang lain walaupun lebih adik atau mungkin di mata kita bukanlah siapa-siapa atau bukan apa-apa? Hidup akan selalu bersentuhan dengan orang lain. Dan tidak semua orang akan biasa menyikapi perilaku kita. Bisakah kita merendahkan sedikit diri untuk lebih santun pada orang lain?

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Ghadul Bashar...=D =P

    Hal sama yang seperti tulisan diatas sering saya alami karena pekerjaan yang berhadapan atau bersinggungan langsung dengan macam-macam karakter manusia..

    BalasHapus
  3. Salah lagi tulisan saya, yang benar "Ghadhul" ya..?

    BalasHapus
  4. begitulah manusia... terkadang tanpa sadar, ternyata sikap kita tdk diterima dengan baik oleh orang lain.

    Maaf lahir batin ya.... (mumpung suasana lebaran he..he..)
    Happy Ied Mubarak.....

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap