Menunggu pete-pete (sebutan untuk angkot, red) yang lewat.
Lumayan lauamaa juga pikirku. Biasanya berdiri di tempat ini menunggu tidak
bakal lama, namun kali ini cukup membuat pegal kaki berdiri. Mesti lebih
bersabar. Beberapa menit berdiri di pinggir jalan, barulah muncul pete-pete
dari kejauhan. “semoga mobilnya sampai ke sentral ya Allah” bisikku.
Yeah... benar saja... Alhamdulillah....... di dalam pete-pete belum begitu sesak. Di depanku ada dua orang perempuan, dari penampilannya yah kalu bukan anak kuliahan mungkin sudah kerja. Mereka sibuk dengan HP masing-masing. Biasa... Indonesia menjadi negara dengan kuantitas orang autis terbanyak. Eitsss.... maksudnya...? iya. Bukankah orang yang sibuk dengan gadgetnya sudah tampak seperti orang autis??. Mereka sudah sibuk dengan diri mereka sendiri, tak peduli dengan di sekeliling, bahkan orang d sampingnya pun. Kalau ada gledek, masih autis nggak yah..?? he..he.... Sedangkan sampingku terdapat dua orang ibu yang asyik bercerita. Entah ceritanya sudah sampai mana, yang jelas ceritanya mengalir terus dan sekali-kali anak kecil yang berada di samping mereka (entah anaknya ibu yang mana) ikut menimpali.
Deru mobil semakin kencang
membelah keramaian. Cuma membutuhkan beberapa menit sudah keluar dari suding
menuju jalan Perintis kemerdekaan. Jalan semakin ramai dan padat, mungkin saja karena
jam pulang kantor. Pengendara seakan berburu waktu dan berlomba sampai di
tujuan masing-masing. Tak jarang yang kebut-kebutan dan tidak mau mengalah
dalam menggunakan jalan. Apa mereka pikir, jalanan milik mbkah-nya ya? :D. Di tengah
deru kendaraan yang lalu lalang, ibu di sampingku tidak terpengaruh juga,
mereka semakin sibuk dengan ceritanya. Bahkan ketika mobil semakin sesak,
mereka tetap saja bercerita tak sadar kalau tempat duduk mereka lumayan memakan
tempat. Seseorang yang naik pete-pete kebingungan akan duduk dimana, kalau pete-pete
sudah penuh, ngapain sopirnya berhenti? Itu artinya masih ada tempat duduk. Trus
dimana? Kayakx ibu-ibu dua orang di sampingku korupsi tempat duduk deh. Duduknya
pada miring, dan syikkk banget cerita.. tidak peduli kebingungan si penumpang
terakhir. Walhasil, sopir yang dari tadi bermuka sabar menegur untuk
memperbaiki duduknya. Duduk 5000 sih he..he...
Semakin sesak... cerita pun makin
mengalir. Dan suaranya makin besar pula. Mungkin menandingi kebisingan dari
bunyi deru kendaraan di jalan raya. Melewati markas Aangkatan Udara (AURI),
tiba-tiba anak yang bersama ibu-ibu tadi berseru dengan keras “ibu.... ikan
besarrrr”. Sontak saya dan beberapa penumpang yang tidak autis dengan HP-nya
menengok ke arah yang ditunjuk oleh anak kecil tersebut. Tak pelak.. ingin
rasanya ketawa keras.... apa...??? ikan besar....?? itu kan...!
“ah.. ikan bu. Tuh lihat.. ikan
kan...?” kata si anak
“bukan”
“ikan bu. Lihat saja. Besarnyaaaa........”
“ih, bodoh. Itu bukan ikan itu
pesawat” kata si ibu
Saya yang mendengar, hanya bisa
tersenyum dan memegang perut menahan tawa. Dan terlintas pertanyaan di benakku.
Kok dia bilang ikan ya? Apa dia tidak pernah melihat pesawat? Secara langsung
atau gambar? Apa iya di kota sebesar ini masih ada yang tidak kenal pesawat? Kalau
di kota sebesar ini saja yang tiap hari pesawat lalu-lalang, masih ada anak
yang tidak kenal bagaimana pesawat itu, lalu bagaimana dengan anak-anak yang di
desa? Atau memang anak ini yang tidak pernah mendapatkan informasi tentang
pesawat? Yang jelas, saya hanya bisa bertanya dan tersenyum mendengar semuanya.
Siapa yang salah..? He..he....he.....
Setelah pembicaraan mengenai
pesawat yang dikatakan sebagai ikan besar. Perbincangan kedua ibu yang di
sampingku belum kelar juga. Terus.. dan terus saja mengalir. Entah sudah berapa kisah yang diceritakan. Sambung
menyambung dan terus saja semangat bercerita. Tak lama tiba di daerah Daya. Kendaraan
makin ramai, wajarlah jalan menuju terminal plus jalan terbesar. Hilir mudik
kendaraan makin tampak. Dari jauh tampak ada sebuah titik yang lebih ramai,
kendaraan dan manusia banyak keluar masuk dari sebuah tempat. Ternyata keramaian
itu juga diperhatikan oleh salah seorang dari ibu yang ada di sampingku, namun
terus saja bercerita. Tiba-tiba dia berseru : “wah... ramai yah pengadilan. Siapa
yang disidang?”. Saya yang mendengarnya sontak pengen ketawa keras lagi, dan
kali ini sepat tidak bisa tertahan, ketawaku keluar walaupun langsung kutahan
dengan sebisaku.
“baru mau dimulai kayaknya
sidangnya”
“begitu ya suasana kalau mau disidang
orang?”
“baru mulai itu, lihat orang baru
berdatangan”
Itulah dialog kedua ibu di
sampingku yang minta ampun membuat perutku sakit. Betapa tidak, yang mereka
bilang sebagai pengadilan itu sama sekali bukan tempat mengadili, tapi itu
adalah tempat ibadah. Yang dimaksud kedua ibu itu adalah “gereja”. Huwaahhhh...
hari gini... masih ada yang nggak tahu gereja? Apa sama yah suasana gereja
dengan persidangan? Atau gedungnya yang sama? Atau ibu ini yang tidak
mengimajinasikan gereja seperti persidangan?. Iya sih, sebagai seorang muslim,
tidak pernah masuk ke gereja, tetapi kan suasananya sangat jelas, mana dari
luar juga terlihat palang salib dan patung. Pokoknya suasanya jelas banget deh.
Trus, mana ada persidangan dengan gedung dibuka selebar-lebanrnya. Dari luar
kelihatan orang yang sedang berdiri bersama-sama. Persidangan kan biasanya
dengan ruangan tertutup, selain untuk lebih konsentrasi, juga untuk menjaga
keamanan selama persidangan. Apa masih banyak orang yang tinggal di kota sebesar
ini tidak tahu tentang identitas ibadah agama lain? Minimal mngenali
ciri-cirinya, gedungnya, cara ibadahnya? Dan persidangan? Kayaknya perlu
sosialisasi tentang peradilan, persidangan, pengadilan, pokok’e semacamnya.
Tadi si anak dimarahi karena
mengatakan pesawat sebagai ikan besar, trus ibunya malah mengatakan gereja
dengan ruang sidang. Nah, lho... gimana tuh..? mestinya si ibu juga dimarahi
ya...he..he.... pelajaran untuk kita, 1) tidak langsung mengklaim diri kita
lebih tahu dan lebih pintar dari orang yang lebih muda dari kita, misalnya anak
sendiri, 2) bukan tidak mungkin, di tengah keramaian kota dan semakin
berkembangnya zaman, justru masih ada individu yang bagai dalam bilik yang
sepi. Sepi dari informasi kekinian. Bahkan informasi yang secara umum mestinya
sudah diketahui oleh khalayak. Ayo.... koreksi diri, perhatikan sekeliling..
jangan sampai kita atau orang terdekat kita justru luput dari informasi yang
sudah basi bagi orang lain.....
#bukan untuk menertawakan orang
yang ada dalam kisah ini, tetapi menjadi bahan pelajaran dan renungan untuk
kita semua. Jangan sok tahu........... ^_^
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar