Langsung ke konten utama

Ikan Besar dan Pengadilan ^_^

Menunggu pete-pete (sebutan untuk angkot, red) yang lewat. Lumayan lauamaa juga pikirku. Biasanya berdiri di tempat ini menunggu tidak bakal lama, namun kali ini cukup membuat pegal kaki berdiri. Mesti lebih bersabar. Beberapa menit berdiri di pinggir jalan, barulah muncul pete-pete dari kejauhan. “semoga mobilnya sampai ke sentral ya Allah” bisikku.

Yeah... benar saja... Alhamdulillah....... di dalam pete-pete belum begitu sesak. Di depanku ada dua orang perempuan, dari penampilannya yah kalu bukan anak kuliahan mungkin sudah kerja. Mereka sibuk dengan HP masing-masing. Biasa... Indonesia menjadi negara dengan kuantitas orang autis terbanyak. Eitsss.... maksudnya...? iya. Bukankah orang yang sibuk dengan gadgetnya sudah tampak seperti orang autis??. Mereka sudah sibuk dengan diri mereka sendiri, tak peduli dengan di sekeliling, bahkan orang d sampingnya pun. Kalau ada gledek, masih autis nggak yah..?? he..he....  Sedangkan sampingku terdapat dua orang ibu yang asyik bercerita. Entah ceritanya sudah sampai mana, yang jelas ceritanya mengalir terus dan sekali-kali anak kecil yang berada di samping mereka (entah anaknya ibu yang mana) ikut menimpali.
Deru mobil semakin kencang membelah keramaian. Cuma membutuhkan beberapa menit sudah keluar dari suding menuju jalan Perintis kemerdekaan. Jalan semakin ramai dan padat, mungkin saja karena jam pulang kantor. Pengendara seakan berburu waktu dan berlomba sampai di tujuan masing-masing. Tak jarang yang kebut-kebutan dan tidak mau mengalah dalam menggunakan jalan. Apa mereka pikir, jalanan milik mbkah-nya ya? :D. Di tengah deru kendaraan yang lalu lalang, ibu di sampingku tidak terpengaruh juga, mereka semakin sibuk dengan ceritanya. Bahkan ketika mobil semakin sesak, mereka tetap saja bercerita tak sadar kalau tempat duduk mereka lumayan memakan tempat. Seseorang yang naik pete-pete kebingungan akan duduk dimana, kalau pete-pete sudah penuh, ngapain sopirnya berhenti? Itu artinya masih ada tempat duduk. Trus dimana? Kayakx ibu-ibu dua orang di sampingku korupsi tempat duduk deh. Duduknya pada miring, dan syikkk banget cerita.. tidak peduli kebingungan si penumpang terakhir. Walhasil, sopir yang dari tadi bermuka sabar menegur untuk memperbaiki duduknya. Duduk 5000 sih he..he...

Semakin sesak... cerita pun makin mengalir. Dan suaranya makin besar pula. Mungkin menandingi kebisingan dari bunyi deru kendaraan di jalan raya. Melewati markas Aangkatan Udara (AURI), tiba-tiba anak yang bersama ibu-ibu tadi berseru dengan keras “ibu.... ikan besarrrr”. Sontak saya dan beberapa penumpang yang tidak autis dengan HP-nya menengok ke arah yang ditunjuk oleh anak kecil tersebut. Tak pelak.. ingin rasanya ketawa keras.... apa...??? ikan besar....?? itu kan...!
“bukan ikan itu” kata si ibu
“ah.. ikan bu. Tuh lihat.. ikan kan...?” kata si anak
“bukan”
“ikan bu. Lihat saja. Besarnyaaaa........”
“ih, bodoh. Itu bukan ikan itu pesawat” kata si ibu

Saya yang mendengar, hanya bisa tersenyum dan memegang perut menahan tawa. Dan terlintas pertanyaan di benakku. Kok dia bilang ikan ya? Apa dia tidak pernah melihat pesawat? Secara langsung atau gambar? Apa iya di kota sebesar ini masih ada yang tidak kenal pesawat? Kalau di kota sebesar ini saja yang tiap hari pesawat lalu-lalang, masih ada anak yang tidak kenal bagaimana pesawat itu, lalu bagaimana dengan anak-anak yang di desa? Atau memang anak ini yang tidak pernah mendapatkan informasi tentang pesawat? Yang jelas, saya hanya bisa bertanya dan tersenyum mendengar semuanya. Siapa yang salah..? He..he....he.....

Setelah pembicaraan mengenai pesawat yang dikatakan sebagai ikan besar. Perbincangan kedua ibu yang di sampingku belum kelar juga. Terus.. dan terus saja mengalir.  Entah sudah berapa kisah yang diceritakan. Sambung menyambung dan terus saja semangat bercerita. Tak lama tiba di daerah Daya. Kendaraan makin ramai, wajarlah jalan menuju terminal plus jalan terbesar. Hilir mudik kendaraan makin tampak. Dari jauh tampak ada sebuah titik yang lebih ramai, kendaraan dan manusia banyak keluar masuk dari sebuah tempat. Ternyata keramaian itu juga diperhatikan oleh salah seorang dari ibu yang ada di sampingku, namun terus saja bercerita. Tiba-tiba dia berseru : “wah... ramai yah pengadilan. Siapa yang disidang?”. Saya yang mendengarnya sontak pengen ketawa keras lagi, dan kali ini sepat tidak bisa tertahan, ketawaku keluar walaupun langsung kutahan dengan sebisaku.
“ihh... ramai yah. Makin banyak orang”
“baru mau dimulai kayaknya sidangnya”
“begitu ya suasana kalau mau disidang orang?”
“baru mulai itu, lihat orang baru berdatangan”

Itulah dialog kedua ibu di sampingku yang minta ampun membuat perutku sakit. Betapa tidak, yang mereka bilang sebagai pengadilan itu sama sekali bukan tempat mengadili, tapi itu adalah tempat ibadah. Yang dimaksud kedua ibu itu adalah “gereja”. Huwaahhhh... hari gini... masih ada yang nggak tahu gereja? Apa sama yah suasana gereja dengan persidangan? Atau gedungnya yang sama? Atau ibu ini yang tidak mengimajinasikan gereja seperti persidangan?. Iya sih, sebagai seorang muslim, tidak pernah masuk ke gereja, tetapi kan suasananya sangat jelas, mana dari luar juga terlihat palang salib dan patung. Pokoknya suasanya jelas banget deh. Trus, mana ada persidangan dengan gedung dibuka selebar-lebanrnya. Dari luar kelihatan orang yang sedang berdiri bersama-sama. Persidangan kan biasanya dengan ruangan tertutup, selain untuk lebih konsentrasi, juga untuk menjaga keamanan selama persidangan. Apa masih banyak orang yang tinggal di kota sebesar ini tidak tahu tentang identitas ibadah agama lain? Minimal mngenali ciri-cirinya, gedungnya, cara ibadahnya? Dan persidangan? Kayaknya perlu sosialisasi tentang peradilan, persidangan, pengadilan, pokok’e semacamnya.

Tadi si anak dimarahi karena mengatakan pesawat sebagai ikan besar, trus ibunya malah mengatakan gereja dengan ruang sidang. Nah, lho... gimana tuh..? mestinya si ibu juga dimarahi ya...he..he.... pelajaran untuk kita, 1) tidak langsung mengklaim diri kita lebih tahu dan lebih pintar dari orang yang lebih muda dari kita, misalnya anak sendiri, 2) bukan tidak mungkin, di tengah keramaian kota dan semakin berkembangnya zaman, justru masih ada individu yang bagai dalam bilik yang sepi. Sepi dari informasi kekinian. Bahkan informasi yang secara umum mestinya sudah diketahui oleh khalayak. Ayo.... koreksi diri, perhatikan sekeliling.. jangan sampai kita atau orang terdekat kita justru luput dari informasi yang sudah basi bagi orang lain.....


#bukan untuk menertawakan orang yang ada dalam kisah ini, tetapi menjadi bahan pelajaran dan renungan untuk kita semua. Jangan sok tahu........... ^_^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap