Aku suka berada di sini. Di atas awan yang bergumpal. Aku bagaikan seorang peri. Ah,.. salah, aku bagaikan seorang bidadari yang menatap bumi dengan tatapan merona. Disini, gumpalan awal berkumpul dan bergumul, membentuk paduan-paduan indah nan menawan. Mungkin hal yang biasa bagi sebahagian orang, tapi aku sungguh menyukainya. Di tempat ini, bersama deru suara pesawat yang membelah langit tuk melintasi cakrawala, kuedarkan pandanganku. Senyum simpul pun akhirnya terukir. Aku bahagia…. Gumpalan awan itu putih, bersih, seolah menjadi pemandangan antraksi. Betapa tidak, mereka berkumpul melatih imajinasi.
Wow…. Disana ada kijang… nah.. dsna ada pulau irian… disana lagi bagai tentara perang yang mengayunkan tombak.. sedang disana bagai ombak yang menghempas lautan… oww.. tidak.. disana bagai seorang putri kerajaan… ada juga bagai harimau.. lihat, disana ada tikar yang terhampar… ada gugusan bukit lengkap dengan pemandangannya… aku tersenyum sendiri di balik jendela ini. Kupandangi lagi awan-awan itu, lalu kulihat dunia di bawah sana… kecil… bagaikan sebuah titik. Aku disini bagaikan bukan apa-apa lagi.
Inilah mengapa Rasulullah berpesan kepada ummatnya agar senantiasa melihat ke bawah, bukan ke atas. Mengapa? Agar diri selalu bersyukur dengan apa yang dipunyai, selalu qona’ah dengan apa yang diperoleh, dan selalu memuhasabahi diri bahwa kita tak ada apa-apanya. Seperti saat ini, saat aku berada di atas awan kupndangi dunia di bawah sana. Betapa kecilnya.. betapa tak ada apa-apanya dibandingkan langit yang jauh menjulang disini. Apalagi sang penguasa langit dan bumi. Tentu kita tak ada apa2nya. Dunia tempat kita berpijak tak lain hanya sekumpulan noktah, jauh dari kekokohan langit. Di negeri di atas awan ini, aku pun belajar bahwa keindahan tak selalu tampak berada diatas kita. Keindahan tak selalu mesti mendongak melihatnya. Apa yang ada di bawah kita, justru terkadang kita lupakan keindahannya. Kita terlalu sibuk mendongak mencari keindahan. Di atas sini, kupandangi dunia di bawah sana.. siang menajdi hamparan hijau menuju hamparan biru membentang, gugus-gugus alam. Malamnya, suguhan temaram gelap berayun syahdu membelah cakrawala menuju gemerlap kerlip lampu bak permadani dengan ribuan permata. Sungguh indah bukan? Kita sering memandang langit dan bintang, bergumam takjub dan berharap bisa mengunjunginya, menggapainya. Aghhh…. Bagiku itu muluk-muluk. Bulan mugkin telah didatangi oleh manusia, tetapi bintang? Bukan berarti tidak mungkin. Namun, yang perlu kita pkirkan adalah berhentilah berharap keindahan yang terlampau jauh tuk digapai, berhentilah mengasumsikan bahwa keindahan berada di atas kita. Di dekat kita, mungkin juga di bawah kita, atau yang kita tempati sebenarnya adalah sebuah keindahan.
Disini, kupandangi lagi dunia di bawah sana.. kecil, sayup terpandang, kadang hilang, kadang terhalang oleh lembutnya awan, tertata indah dalam miniature arsitektur ilahi. Dan.. kupandag gumpalan putih itu. Jika biasanya gumpalan itu berada di atasku, sekarang aku berada di atas mereka, bahkan membelah mereka bak memasuki arena pentas mereka. Subhanallah…. Negeri di atas awan… berapa kalipun kulintasi dirimu, selalu sama saja. aku jatuh cinta kepadamu ^_^
Catatan perjalananku, Mksr-Jogja-Mksr 29/05/14 until 6/06/14
Catatan perjalananku, Mksr-Jogja-Mksr 29/05/14 until 6/06/14
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar