Langsung ke konten utama

Saat Kematian Mengintaimu

Pernahkah kalian merasa bahwa hidup kalian tidak lama lagi di dunia?. Kok nanya gitu?, mungkin begitu yang akan ditanyakan balik oleh orang ketika kita bertanya seperti itu. But, bener saya terkadang mau bertanya seperti itu. apalagi saat ini, dengan kejadian yang menimpa adik tingkatku dulu di kampus, ia meninggal dunia menjelang persiapan pernikahannya, membuat saya berkata dalam hati "ajal benar tak dapat diduga". Dan ajal pula tak bisa divonis, karena bisa jadi apa yang telah divoniskan berbeda dengan kenyataan yang terjadi. lagi-lagi, tangan Allah-lah yang kuasa atas semua taqdir. sesempurna apa kita merencanakan, semua belumlah jaminan bahwa semua itu pasti sukses. masih ada faktor penentu yang terkadang dilupakan. Dengan kegembiraan atas rencana, kita lupa bahwa putusan final belum ada di tangan kita.

Adalah jodoh, pekerjaan, kematian, kelahiran, petaka akan setiap saat bisa saja berubah dan bisa jadi terjadi di luar alur yang kita inginkan. Bahkan ketika semua itu sudah hampir kita dapatkan, itu pun belum tentu pasti kita dapatkan. Makanan ada yang di depan kita, mungkin menurut kita pasti akan kita makan, belum tentu..!, kenapa? bisa jadi saat akan masuk ke dalam mulut makanan itu terjatuh. atau boleh jadi saat makanan itu sudah masuk ke dalam mulut, ternyata kita batuk atau muntah, makanan pun akan keluar. so, pada akhirnya tidak menjadi rejeki kita. sama juga dengan yang lain, tentang jodoh. Meski telah direncanakan dengan matang, tanggal telah ditetapkan, undangan telah disebar, kabar telah disebar, tenda telah dipasang, janur kuning pun telah melambai, but bisa jadi pesta itu tidak terjadi. mungkin karena ada salah satu yang membatalkan, atau mungkin seperti pada kasus adik tingkat saya, dia dipanggil lebih dahulu oleh Allah. tidak ada yang tidak mungkin. Begitupun dengan kematian. Boleh kita merasa kita sehat-sehat saja, kita baik-bak saja. tetapi, siapa yang bisa menebak ajal? Ajal bisa menjemput bahkan saat kita merasa sangat fine, sangat ceria. Dan sebaliknya juga seperti itu, boleh saja orang lain apakah itu dokter, perawat, ahli medis atau siapapun telah menyerah dengan kondisi kesehatan kita, telah angkat tangan dengan penyakit kita, telah memvonis tidak ada harapan, bahkan telah memvonis umur kita tinggal beberapa saat. tetapi itu bukan jaminan bahwa "benar" kematian akan segera datang sesuai prediksi itu. Sama sekali tidak..!!!. boleh jadi manusia berasumsi seperti itu, tetapi kehendak Allah berbeda. 

Begitulah yang pernah saya rasakan. jika pertanyaan diatas dipertanyakan kepada saya, maka saya akan menjawab "ya, saya pernah merasa bahwa saya tidak lama lagi bisa hidup". mengapa?. Kejadiannya sekitar 9 tahun yang lalu. Saya pernah mengalami sakit yang sebelumnya saya tidak pernah menyadari tanda-tandanya. saya baru merasakan kesakitan ketika saya mulai demam tinggi dan merasakan sakit di bagian tertentu. saat itu saya cuma berpikir mungkin sakit biasa. tetapi hari demi hari, panas saya semakin meninggi dan sakitnya juga semakin terasa. Awalnya, saya cuma mengkonsumsi obat demam biasa. namun lama kelamaan sakit yang kurasakan semakin menjadi-jadi,, akhirnya saya pun dibawa ke klinik untuk diperiksa. namun saat itu dokter ahli bedah tidak ada. Saya menolak periksa ke rumah sakit umum karena ahli bedahnya adalah laki-laki. hingga saya pun tetap dirawat di rumah kostan saja. Tiap hari, sakit semakin menyiksa, terkadang menangis ketika sakitnya tak bisa kutahan lagi dan dengan bermodal beberapa obat dokter dan obat herbal saya masih tetap bertahan dirawat di kostan. Hingga suatu malam, sakit yang kurasakan begitu menyiksa, saya tidak bisa menahan sakitnya, saya menangis tersedu-sedu menahan sakit. rasanya semakin seperti ditusuk pakai jarum. Dengan melihat saya yang menangis kesakitan, kakak saya panik dan segera menelpon taksi tuk membawa saya ke sebuah tempat prakter dokter akhwat ahli bedah (sekarang beliau telah meninggal, semoga Allah meridhoinya, melapangkan kuburnya dan menempatkannya di syurga, aamiin). Saya pun diperiksa dan ditanyakan beberapa hal, apakah tanda-tanda sakit saya telah diketahui sebelumnya apa tidak. Yang saya ingat saat itu, saya diperiksa dalam keadaan tetap menangis. dan setela diperiksa sang dokter kemudian meminta ngobrol dengan kakak mengenai kondisi saya. Beberapa saat kemudian, saya semakin kaget karena kakak saya menangis. Semakin takut dan khawatirlah saya. what happen with me...??. Ketika akan balik, pesan yang saya dengar dari dokter itu adalah : obatnya diminum, segera telpon ortu di kampung untuk jujur mengatakan keadaan yang sebenarnya, dan katakan bahwa ini harus dioperasi. Oh.. my God... saat mendengarnya, serasa ada kilat menyambar, airmata pun berlarian, harapan untuk hidup seakan semakin hilang. apalagi sempat saya mendegar pembicaraan dokter dengan kakak saya bahwa ini sudah parah, mesti segera operasi. kenapa baru diperiksa sekarang.

Saat itu, kami pulang ke kost dengan diam seribu bahasa. kulihat kakakku tak berhenti menangis di taksi, begitu pun teman kost-ku yang menemani kami. Saya pun lebih menangis lagi. entah saat itu yang terpikir adalah dunia untuk saya tidak akan lama lagi. Saya menangis dengan kondisi diriku, saya tidak percaya bahwa saya akan mendapatkan penyakit berbahaya seperti itu. saya tidak percaya kalau penyakit itu telah parah, saya tidak percaya kalau saya mesti operasi, dan saya tidak yakin kalaupun saya dioperasi maka saya akan tetap bisa hdup, karena yang saya dengar selama ini penyakit itu telah banyak memakan korban, dan menjadi penyakit yang berbahaya dan sering mematikan. Juga saya berpikir, mungkin dosaku terlalu besar hingga saya harus mendapatkan penyakit seperti itu. Sampai di kost pun, saya langsung berbaring saja dan terus saja menangis. saya tidak membayangkan betapa sedih dan paniknya orang tua saya ketika mendengar saya sakit seperti ini. 

Esoknya... dua hari, tiga hari, empat hari... sampai beberapa hari, saya belum juga ke rumah sakit tuk operasi, juga tidak memberitahukan ortu di kampung. entah saat itu, dengan sakit yang semakin hari semakin menggigit, yang saya ingat cuma orang tua saya, kuliah yang harus mandek, dan juga kematian yang seolah-olah sudah ada di depan mata. alasan kenapa saya belum ke rumah sakit tuk operasi adalah, saya takut dioperasi, saya takut kalau tambah parah pasca operasi karena banyak yang saya dengar seperti itu. selain itu saya juga tidak mau kalau mesti yang mengoperasi adalah dokter laki-laki (meski saya tahu, dalam keadaan seperti itu, darurat, tidak mengapa disentuh oleh laki-laki), dan juga karena saat itu kondisi keuangan yang tidak memungkinkan tuk operasi. Bapak sudah pensiun, kami semuanya lagi dalam pendidikan (kuliah dan sekolah), dan saya berat rasanya membebani ortu dan kakak saya lagi tuk mencari biaya operasi, apalagi saya tahu biaya operasi sangat mahal. Akhirnya saya hanya bisa pasrah dengan keadaan. meski akhirnya kondisi saya ini disampaikan pada ortu di kampung dan jelas ibu panik luar biasa, tetapi saya tidak mau dia terbebani, sehingga yang disampaikan sama beliau bahwa tenang saja, tidak apa-apa, saya akan baik-baik saja. Saya mencoba tuk menerima kenyataan yang ada sama saya. meski hampir tiap hari saya menangis, saya terus saja menyabarkan dan menyadarkan diri. Saya pasrah kalau memang jatah umur saya tinggal sejenak. yang saya pikirkan adalah, dengan waktu saya yang semakin sedikit apakah saya sudah punya bekal? saya takut.. sangat takut.... 

Entah beberapa lama setelah itu, saya yang tetap saja di kost tiap harinya hanya bisa berbaring dan pasrah. Sakit yang kuderita semakin terasa, semakin menusuk seperti jarum, kalau sebelumnya cuma sakit, pada akhirnya memerah, kemudian terasa ada aneh. Tiap hari, saya terkadang sendiri di kost, teman kost pergi kuliah, tarbiyah, rapat, dsb. terkadang cuma berdua sama kakak, terkadang juga dengan teman kost. entah siang keberapa setleah saya periksa ke dokter. saya berbaring sambil tetap menahan sakit, namun saat balik badan ke kiri, terasa badan saya basah. lama...kelamaan semakin basah. saya kaget dan melihat baju saya, ya Rabb.. beneran basah.. dari mana? apa yang terjadi? saya menyentuh baju saya, kurasakan ada bercak putih kekuningan, dan bau yang tidak sedap membasahi bajuku. dengan panik saya pun memeriksa. Ya Rabb... ternyata keluar nanah sangat banyak. Baju saya penuh nanah dengan bau tak sedap, lama...lama.. semakin banyak dan sekujur tubuh penuh dengan nanah. saya pun memanggil kakakku. Tentu dia terkejut, panik, dan menangis melihat kondisiku seperti itu. Saat itu, panik, kaget, takut, bercampur menjadi satu. dengan menggunakan sarung, saya pun membasuh nanah yan terus saja keluar, lumayan lama menunggu nanah tersebut berkurang. Kuingat saat itu ada 2 baju yang kupakai semuanya penuh nanah + sarung juga penuh nanah. semunya tidak ada yang dicuci langsung dibuang. meski nanah semakin berkurang berganti nanah bercampur darah, namun tetap saja baunya tidak sedap, dan tentu meninggalkan bekas yaitu lubang, mungkin berdiameter 3 cm. Dan yang membuat saya harus tetap bersabar adalah, kakak saya sangat takut melihatnya, jadi untuk mengelap nanahnya, tetap harus saya yang lakukan. Yang saya mesti lakukan selanjutnya adalah membersihkan nanahnya, mengeluarkan setiap nanah dan darah keluar, memberikan propolis di kapas tuk diselanjutnya berkolaborasi dengan perban menutupi luka tersebut. 

Dengan kondisi seperti itu, siapakah yang tidak merasa bahwa hidupnya tidak lama lagi? yang saya tahu penyakit seperti itu banyak yang tidak bertahan lama, banyak yang berujung kematian, apalagi jika sudah bernanah dan berlubang. Karena tingkatannya sudah parah versi manusia manapun. Saya cuma bisa menangis, bersabar, ikhlas, dan tawakkal dengan apa yang terjadi. saya mesti tetap bersabar mengurus luka, minum obat dengan teratur, rajin membersihkan nanah atau darah yang keluar, menyabarkan diri, dan memperiapkan diri dengan kemungkinan terburuk. Saya sadar kondisi saya sangat parah, saya sadar dengan adanya luka, dengan adanya lubang, dengan adanya nanah, saya tidak bisa berharap banyak, saya harus menerima kalau ajal akan semakin mendekat. Takut..?? yah... saya sangat...sangat...sangat.... takut. kematian seolah-olah mengintai saya tiap detik. meski saya sesering mungkin mengganti perban, memberi obat pada luka, meminum banyak obat, sampai propolis itu entah berapa botol yang saya habiskan, tetapi dengan ada luka dan nanah, saya sangat takut jika tidak bisa tertutupi, saya takut jika tetap bernanah, dan tentu saya takut jika berulat, karena jika itu terjadi, maka selanjutnya sudah bisa ditebak. Tiap saat, waktu yang berlalu seakan berbisik kepada saya tuk mempersiapkan diri, terbayang akan dosa yang menumpuk, terbayang gelapnya alam kubur, terbayang saya akan meninggalkan orang yang saya sayangi, terbayang saya benar-benar tidak ada di dunia. semua adalah potret yang ada di kepala saya tiap hari, tangislah sebagai pengiring saat semua itu terlintas. saya cuma bisa berharap, semoga dengan penyakit yang menimpaku bisa menggugurkan dosa-dosaku. saya sangatttttttttttttttttttt takuuuttttt............... kematian mengintaiku...

Saat teman kuliahku berkunjung ke kost melihat kondisiku, semuanya menangis melihat saya yang biasanya terlihat sibuk kesana kemari, saya yang biasa ribut bersama mereka menyelesaikan tugas, saya yang selalu bersama mereka kuliah, mesti terbaring sakit, tidak bisa apa-apa. Mendengar kondisiku pun mereka seolah tak percaya dan juga takut melihat lukaku. yah.. saya mengerti.. ini memang mengerikan. melihat mereka bersedih, menangis, membuat airmataku semakin deras. apakah saya benar-benar akan meningalkan meraka semua..?? Ya Allah..... sampai sebeginikah umurku di dunia????

Saya pada akhirnya tidak berobat ke dokter, tidak dioperasi. saya hanya bersabar mengurus sakitku, bersabar dan rutin mengganti perban, memberikan obat pada lukaku, memberishkan nanah atau darah yang ada, dan juga rutin minum propolis. Alhamdulillah.. dengan kuasa Allah, lukaku menutup. tentu berbekas. dan tentu saya tidak langsung pulih, dan tentu saya tidak bisa persis seperti dulu. Mulai saat itu saya tidak bisa capek, saya tidak bisa membawa tas, saya tidak bisa mengangkat barang yang berat, bahkan yang ringan pun saya tidak bisa dan dilarang. saya cepat lemas, dan tentu mulai saat itu nilai kuliah saya menurun, belajar saya menurun. ketika smester 1, dan 2 saya banyak dinyontek, maka setelah saya sakit saya malah balik nyontek, meski yang saya nyontek bukan ujian tetapi PR, dan juga tidak semuanya, tetapi bagaimanapun semua terasa berubah. meski begitu, saya tidak mau cuti, saya tetap kuliah meski tertinggal, saya tetap berorganisasi meski harus selalu bawa kapas, perban dan obat-obatan tuk mengganti perban dan membersihkan luka. 

Hari berganti, pekan berganti, bulan berganti, bahkan tahun berganti. kuasa Allah sampai hari ini, sampai kurang lebih 9 tahun semua telah berlalu, dan saya masih hidup. Allahu akbar... kuasa Allah... saya masih menghidup udara sampai hari ini, saya bisa menyelesaikan kuliah S1 saya, bahkan menyelesaikan kuliah S2 saya. Yah... mungkin orang sulit percaya, saya pun demikian. Karena dengan penyakit seperti itu, dengan tingkat yang parah seperti itu, dengan sampai bernanah seperti itu, orang sudah berkata "pasrah saja", atau "tidak ada harapan", atau "tinggal menunggu waktu", atau "kematian akan menjemput". tetapi, sekali lagi, biarkan manusia memvonis, biarkan manusia memperkirakan, biarkan manusia berkata, tetapi jangan putus asa atas apa yang menimpa kita. sepahit apapun, sesakit apapun, separah apapun, seterjepit apapun, sekecil apapun kemungkinannya, tak ada yang tidak mungkin kalau Allah menghendaki. Meski sakitmu telah parah, meski keadaanmu sangat memprihatinkan, meski harapan hidupmu sangat kecil, jangan berputus asa, jangan berkecil hati, jangan putus harapan, jangan lupa terus berdo'a, jangan lupa terus meminta, jangan lupa terus berharap. karena pembuat keputusan akhir adalah Allah, pemutus taqdir kita itu adalah Dia, penentu ajal, pemberi rezeki, pemutus kenikmatan semuanya adalah Allah. tetaplah berpikir positif, tetaplah berprasangka baik, tetaplah punya harapan, tetaplah melantunkan do'a.

Ya Rabb, syukran atas umur yang masih Engkau berikan untukku. syukran atas nikmat sehat yang masih diberikan padaku sampai saat ini, syukran karena masih diperkenankan menikmati dunia. Semoga umur yang diberikan kepadaku sampai saat ini bisa kusyukuri, kumanfaatkan dengan baik. semoga umur ini berberkah, semoga kesempatan hidup yang diberikan kepadaku  bisa kugunakan tuk benar-benar mengumpulkan bekal saat waktu telah tiba nanti. Ya Rahman.. ya Rahim.. syukran atas semua yang diberikan kepadaku sampai hari ini. jadikanlah hamba orang yang pandai bersyukur. Aamiin.....

Bagi yang pernah/sedang mengalami hal yang sama, entah penyakit apapun. jangan lelah tuk berdo'a, jangan lelah tuk bersabar, jangan lelah tuk berikhtiar, jangan lelah tuk tawakkal. Meski kematian telah nyata di depan matamu, tetaplah berharap, tetaplah tersenyum. Ingat... vonis manusia bukanlah penentu kehidupanmu. Selagi Allah belum memerintahkan malaikat maut menjemputmu, tidak ada yang tak mungkin tuk suatu kesembuhan. yakinlah.. Allah selalu ada.. Allah always with you.. you are never alone... ^_^.

 Makassar, 26 September 2014, 01.51 a.m

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap