Langsung ke konten utama

Inikah Negeri Para Bedebah...?

Tema 3 hari ini masih tetap sama. Tentang CPNS. Semakin kuat arusnya, semakin kuat tarikannya. Semakin membuncah gelombangnya. Dan semakin ingin berteriak melihatnya. Rasanya, saya tidak yakin kalau saya ada di tanah airku sendiri. Saya berada di negaraku sendiri. Disini seperti alien yang berada dikerumunan orang. Asing, tak punya siapa-siapa. Negeri ini terasa dunia entah berantah. Ketika hak warga negara dikatakan sama. Ketika perbedaan dianggap bukan sebagai pembeda. Tetapi justru, semakin kesini makin jelas bedanya. Saya, mungkin kami yang bernasib sama denganku adalah kumpulan alien di negeri ini. Orang yang asing bagi hal yang bisa menjamahnya. Kami Cuma bisa melihat kilaunya dari jauh. Kenapa? Karena kami tak punya kekuatan. Kami hanyalah alien.

Negeri ini semakin kejam. Ketika, Bhineka Tunggal Ika disuarakan untuk dijunjung tinggi. Pada kenyataannya dimuntahkan bahkan diinjak-injak. Mestinya, dimanapun berada, setiap warga negara punya hak akses yang sama. Tidak dibedakan atas suku, ras, asal, dll. Semua berpotensi menjadi apa saja. Termasuk menjadi Hero di negeri orang lain. Tidak muluk, Cuma menjadi PNS di kampung orang. Tapi apa daya, Cuma bisa membuang uang di udara, menghabiskan waktu, membuang tenaga, dan menjadi penggembira. Why? Karena kami bukan bagian dari mereka. Lalu apa intinya sebuah tes kompetensi? Atau jangan-jangan bukan tes kompetensi? Tapi tes kekerabatan. Ahhh... lalu siapa yang mau jadi kerabat kami..??

Banyak diantara kami yang berpindah ke tempat lain, berharap iklim akan berbeda dan objektivitas akan dikedepankan. Mengingat di daerah kami, sudah nyata terpampang bahwa yang maju ada mereka yang punya bibit, baik bibit dana dan bibit kekerabatan. Tetapi, ternyata sama saja. Yang dikedepankan bukan lagi kualitas tapi komunitas. Kamu bukan bagian dari komunitas? Maka enyahlah sekarang juga hahahaha..... selain itu, yang berbicara pada akhirnya bukan poin yang selalu dijadikan alasan standar kelulusan, tetapi seberapa banyak dan kuat link yang dipunyai. Jadi kami yang bukan siapa2 dan tak punya apa-apa? Yah... silahkan gigit jari aja wkwkwkkwkwkwk.... 

Nasib..nasib..nasib....

Kasihan..kasihan..kasihan....

Duhai.... kejamnya dunia...

Tidak adakah ruang bagi kami yang berjuang bermodalkan kemampuan yang kami punya? Tdak adakah penghargaan bagi sebuah kemampuan? Lalu apa gunanya semua tes-tes itu? Semua omong kosong? Maka bubarkan saja semua iming-iming manis pendaftaran. Langsung saja masukkan kerabat kalian. Supaya kami tidak punya harapan sejak diawal. Mungkin inilah yang disebut oleh Darwis Tere Liye dalam bukunya “Negeri para Bedebah”. Dan inilah sebenarnya yang perlu direvolusi.. revolusi mental yang seperti ini. Sungguh sangat merusak... Tapi apakah ada yang peduli? Arggghhh............... saya hanya bisa bergumam sendiri. Bagai alien yang tak punya komunitas manusia.. karena tak ada pengakuan atas kemampuan.

Saat Galau internasional melanda #Makassar, 18 Desember 2014.

Komentar

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap