Langsung ke konten utama

Kalau Saja... Takkan kusia-siakan

"Kalau saja kutahu pada akhirnya IPK dan kemampuan itu tidak berguna, tidak akan kusia-siakan masa mudaku untuk belajar keras"

Wetzz... kalimat tersebut sontak membuatku tertegun dan terdiam. Juga dalam hati membenarkan. Kalimat ini bernada kecewa, ragu, pesimis, dan penyesalan Kalimat ini keluar dari seorang teman yang cerdas dengan predikat lulusan terbaik dari S1 sampai S2. Bahkan teman kuliahnya yang di Jawa pun mengacungkan jempol dan mengakui kepintaran, semangat, dan kerja kerasnya. Jika dilihat sekilas, mungkin dia tak nampak secerdas itu. penampilannya biasa2 saja. Tidak berkaca mata sebagai hal yang identik disandingkan dengan orang cerdas, juga tidak banyak ngobral. Yang jelas, banyak yang tertipu dengan tampilan luarnya. Lalu mengapa berkata seperti itu?

Ini ada kaitannya lagi dengan CPNS yang baru lewat. mencoba mendaftar di sebuah kampus terbaik dan menghilangkan keinginan mendaftar di kampus sendiri dengan berpikir realistis, kalau di kampus sendiri tidak bakalan lulus kalau tak ada pegangan. Maybe, di kampus orang bisa lebih bijak dan adil. Tes TKD pun keluar, nilainya tertinggi dari seorang lainnya. yap... cuma dua orang yang lulus di jurusannya. peluang besar.. pikirnya... berselang beberapa hari setelah pengumuman kelulusan TKD dilangsungkanlah tes TKB. tesnya terdiri atas 5 tes. Dan saya juga yakin, dari tes itu dia bisa. tes Psikotest? saya akin dia bisa. Tes Toefl? ahh.. sama sekali tidak ragu. teman2nya yang lain juga mengakui kehebatannya. tes wawancara? hm... paling yang ditanya tentang loyalitas. dia sudah terbiasa kok mewawancarai. tes microteaching? mungkin ini yang biasa membuat orang panik. Tapi saya pun percaya dia bisa. sudah sering ngajar sejak S1. penguasaan materi pun juga saya yakin mantaplah. so? hari pertama test, saingannya tidak hadir test. entah alasannya apa. but... pada akhirnya dia diberikan kelonggaran tes ulang di waktu yan lain. Bilakah kalau dia yang berhalangan datang akan diberikan dispensasi juga? entahlah... 

Dengan begitu, kegalauan pun menghantuinya. siapakah dia? cek percek, dia adalah lulusan kampus tersebut untuk S1-nya. meski S2-nya bukan dari kampus tersebut. dikenal banyak dosen, entahlah apakah juga punya pegangan di dalam? akankah tetap jujur? 

Pengumuman kelulusan lumayan membuat galau tingkat internasional. meski yakin dengan kemampuan, tetapi tidak yakin dengan bantuan. siapa yang akan membantu? Dan benar, pengumuman tiba.. yang lulus adalah dia. why? kok bisa? sinca? adilkah? jujurkah? entahlah.... sebagaimana mau berpikir positif, tetap saja pikiran negatif yang muncul. inilah peradilan manusia. Timbangannya tergantung elit mana yang memutuskan. Kalau tak punya pegangan, entah itu kerabat atau link, maka jangan coba2 berharap lebih. ada banyak kasus. ada banyak kejadian. ada banyak curiga. Lalu bisa apa? 

Maka dengan kejadian itu, dia pun bertanya bagaimana perasaan mendapatkan kenyataan yang sama? heheh.. tak usah bertanya, sebagaimana perasaanmu, begitulah juga. sama saja. kecewa? ya... betapa tidak, kemampuan seolah tidak berguna. kepintaran juga seolah tak berpengaruh. Yang signifikan adalah kekerabatan dan juga keakraban plus keluaran. 

Melihat ijazah? seolah ijazah ini cuma sebagai kertas simbolik bahwa sudah melalui jenjang pendidikan tertentu. meski ijazahmu selemari, kalau tak punya link, juga tak banyak berguna. IPK? setahuku, juga tak berguna. kerja, mana ada minta IPK? yang diminta cuma ijazah. meski semua nilai A+, mana ada yang peduli bahwa kita pandai dalam masalah ini itu, materi ini itu, bahas ini itu. IPK berfungs membuat bahagia saat diumumkan jadi terbaik, saat melihat angkanya sesuai dengan target, dan juga menyenangkan keluarga. selebihnya? Iya, sepakat bahwa kuliah bukan kejar nilai, bukan kejar IPK, bukan IPK paling utama. Tetapi setidaknya IPK bisa jadi patokan bahwa seseorang bisa diandalkan, meski... banyak juga IPK yang datang dari dunia entah berantah. alias nilai mistis wkwkwk... namun, untuk kasus temanku ini, saya percaya dengan nilainya. saya percaya dengan kerja kerasnya. dan saya percaya ilmunya seperti nilai IPK yang tertera untuknya. maksudnya apa? tidak diragukan kepandaiannya. Namun sayang, kepandaian tanpa didukung oleh kekerabatan dan kenalan akan menjadi absurd.

Kembali ke pernyataannya. dia berkata bahwa, kalau seperti ini, kemampuan tidak dihargai, maka akan lebih baik masa mudaku kugunakan dengan banyak hal lain, tidak terpaku dengan banyak belajar. ketika teman2nya kuliah masih juga asyik shopping, mejeng, santai, traveling, dia benar2 fokus belajar dan belajar.... ahh.. kalau saja tahu seperti ini, saya pun juga akan sibuk traveling, berwisata, santai, menghabiskan masa muda kesana-kemari, tak peduli mesti jadi cumlaude, asal bisa lulus tepat waktu, itu sudah bagus. maybe... begitulah dalam alur pikirnya. 

Saya tertegun, saya termenung, saya berpikir. membenarkan kata-kata itu. it's the Real. it's the Fact. ahh.. indonesiaku... kalau kata Bang Tere ada 4 institusi yang parah, maka saya akan menambahkan, bahwa dari keempatnya ada yang lebih berbahaya yaitu institusi pendidikan. karena dari sinilah insan2 akan dicetak. kalau yang mencetak tidak dibalut dengan keluhuran, keadilan, kejujuran. Maka jangan berharap akan lahir generasi muda yang membawa panji kebenaran, keadilan dan kejujuran. Lalu bagaimana nasib bangsa ini ke depannya? 
#NegeriParaBedebah

BDI, 17 Februari 2015. 15.30 p.m

Komentar

  1. tapi saya kurasa sekali pentingnya nilai IPK skr saat lagi ngejar2 beasiswa terpaksa harus urut dada pas IPK ku tidak sampai pada persyaratan beasiswa :'(

    BalasHapus
  2. iya. di lain sisi, klw mau mengejar bea perlu IPK. tp klw dlam kasus ini, seakan tdk. Dan inilah perkataan dr org yg merasa kemampuan tidak dihargai. :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap