Langsung ke konten utama

Mendapatkan Dan Kehilangan

Ada hal yang dapat membuat manusia bisa lebih ikhlas menerima kenyataan dalam hidupnya. Ini seperti sebuah aksioma dalam dunia matematika. Aksioma yang saling bertautan dan saling berkaitan. Runtutan akibat dari sebuah perstiwa. apakah itu?

"Hidup adalah Pilihan". Itulah aksioma pertama dalam kehidupan. Dalam setiap perjalanan hidup kita, selalu ada banyak jalan yang menawarkan pilihan-pilihan. Dan tentu tak bisa semua pilihan itu kita ambil semuanya. Mesti ada yang dilalui dan mesti ada yang ditinggalkan. Sama seperti ketika berjalan, di hadapan kita akan banyak pilihan jalan, apakah terus, belok kanan, belok kiri, balik ke belakang, menyerong, menyamping, dsb. Tak bisa semua jalan itu kita tempuh. Yang manakah akan kita lalui? itu terserah manusianya, dia akan cenderung memilih yang mana. Itulah pilihan. Apa yang menjadi pilihan tentu tergantung dari pertimbangan yang kita pikirkan. Dan tentu juga mesti bersiap dengan konsekwensi dengan pilihan tersebut. Tak ada jalan yang selalu lurus, begitu pula dengan hidup, tak ada yang selalu menghadirkan satu opsi, ada banyak opsi. Anda memilih yang mana? up to you. it's your choice.

Pernahkah merasa menyesal setelah mengambil sebuah keputusan? ataukah menyesal telah mengambil sebuah jalan? atau menyesal melakukan pilihan? Hal itu lumrah sebagai manusia. Ada kalanya kita menghadirkan pikiran sesal memikirkan apa yang telah terjadi. Dan menumpuk semua penyesalan yang berupa andaikata, jikalau, apabila, kalausaja, seumpama. Mungkin saat itu, kita ingin memutar waktu kembali, ingin merubah pilihan yang kita ambil saat itu. itulah aksioma kedua, penyesalan selalu datangnya belakangan. Tidak ada manusia yang akan tahu akhir dari sebuah pilihan yang diambilnya. Jika mereka tahu, tentu tidak akan ada kata penyesalan akan hadir. Semua awalnya dianggap sebuah sebuah pilihan paling baik. Itulah putusan terbaik saat itu. Ketika kelak akan menjadi sebuah penyesalan, maka itulah yang akan berlanjut pada aksioma selanjutnya.

Apapun putusan yang diambil di masa lalu, tentulah punya akibat di masa mendatang. entah cepat atau lambat, akan hadir efek dari sebuah pilihan. Nah, diaksioma selanjutnya akan berkisah tentang bagaimana dengan efek itu. "Menerima dan melepaskan. mendapatkan dan kehilangan" itulah aksioma ketiga. Sudah tentu, efek dari sebuah tindakan akan membuahkan hasil. Dan jika tidak sesuai dengan keinginan kita, maka penyesalan akan hadir. Jika sesuai dengan keinginan tentu akan merasa senang. Sebelum benar-benar terpuruk dalam penyesalan berlarut-larut, baik pikirkan aksioma kedua ini. 

Apakah benar, jika pilihan sesuai dengan harapan, kita benar-benar mendapatkan segalanya? Belum tentu. Dan apakah jika yang terjadi tidak sesuai dengan keinginan maka benar2 kita kehilangan semuanya?. Belum tentu. Lalu apa? ketika kita memilih untuk melakukan sesuatu, maka sejatinya di sisi lain, ada hal yang kita kehilangan akannya. apakah itu? adalah hal yang akan kita dapatkan jika kita tidak memilihnya. jadi walaupun kita memilih dan efeknya sesuai dengan keinginan kita, tak lantas semuanya kita miliki. Ada hal yang kita lepaskan. Sesuatu yang akan kita dapatkan jika pilihan kita berbeda.

Begitupun jika kita memilih sebuah pilihan yang pada akhirnya membuat penyesalan hadir. tak berarti semuanya lepas. Ada yang kita dapatkan. Apakah itu? sesuatu yang ada, hadir, dan kita temui saat proses dari pilihan kita di masa lalu. Mungkin kita fokus pada akhir dari sebuah pilihan. Menantikan hasilnya sesuai dengan harapan. tetapi kita lupa bagaima prosesnya. Mungkin, yang terjadi tidak sesuai keinginan kita, tapi yakinlah selama proses itu tentu ada hal lain yang kita dapatkan, dan tidak akan kita dapatkan jika pilihan kita berbeda di masa yang lalu. Jadi sejatinya, tidak ada yang benar-benar mendapatkan segalanya, dan kehilangan segalanya. Hidup ini sudah ada hukumnya. Jika kita menerima maka akan kehilangan sesuatu, begitupun sebaliknya jika kehilangan sesuatu maka akan menerima sesuatu pula. 

Analoginya seperti ini. Anggaplah saya mengambil contoh pada diri saya. Di masa yang lalu, saya banyak aktif dalam sebuah organisasi, hingga setiap pekannya banyak disibukkan dengan kegiatan organisasi, banyak berpetualang dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya. Hingga, ada masa saya harus menentukan pilihan apakah akan masuk dalam dunia pendidikan menjadi seorang tenaga pengajar atau tetap berkecimpung dalam dunia organisasi. Harapan saya saat itu adalah, saya bisa bekerja, menghasilkan uang dan bisa lanjut kuliah. Maka pilihan dijatuhkan dengan memilih masuk dalam dunia pendidikan. Dengan begitu, di awal saya sudah kehilangan sesuatu meski saya mendapatkan sesuatu. Mungkin harapan saya terkabul, mendapatkan pekerjaan, dan juga bisa lanjut kuliah, tetapi saya telah kehilangan kesempatan untu aktif dalam kegiatan2 organisasi. tak ada waktu untuk itu. waktu seakan terporsir semua untuk bekerja mengahsilkan uang. ini berarti, saya memang mendapatkan sesuatu, sesuai harapan saya, tetapi saya pun kehilangan sesuatu berwujud momen2 penting bersama teman2 dalam kegiatan organisasi. "mendapatkan dan kehilangan".

Analogi lainnya. Tahun 2013, saya memutuskan untuk berpetualang ke negeri seberang. Tanah Borneo untuk mendaftar CPNS. dengan harapan mungkin disana saya bisa lulus menjadi dosen. Namun dengan pilihan itu, kenyataannya bahwa saya tidak lulus menjadi dosen. Pakah saya kecewa? ya. saya menyesal? Yup, saya kecewa dan saya menyesal. dan berkata, andaikata saya tidak usah mendaftar disana, saya tidap perlu mendaftar jauh-jauh, hanya menghabiskan uang di udara. Kalau saja saya mendaftar di Indonesa bagian timur, mungkin saya bisa lulus seperti temanku. Itu tidak dipungkiri bahwa kenyataan tak sesuai harapan akan memunculkan penyesalan. Saya kehilangan harapan untuk menjadi dosen. Kandas pada saat itu. tetapi apakah benar saya kehilangan sepenuhnya? benarkah semua judulnya hanyalah kehilangan? Tidak. Di balik semuaya, banyak yang saya dapatkan. Saya bisa menginjakkan kaki ke tanah Borneo seorang diri. Datang ke tanah yang belum pernah kuinjakkan tetapi pernah bermimpi mendatanginya. Saya pun bisa membuktikan bahwa, saya bisa benar2 pergi seorang diri, melawan rasa takut, membuktikan bahwa saya bsa mandiri. Selain itu, saya punya pengalaman baru disana, mencoba menelisik jauh ke kampus dan kampung orang, bertemu dengan orang baru, teman baru, informasi baru. Saya bisa bertemu dengan sahabat dumay yang sudah lama kenal dan akrab tetapi belum pernah bertemu. Saudari yang banyak membantuku selama disana (semoga Allah melapangkan urusannya). Dan terlebih, saya bisa kembali berpetualang ke rumah Paman, adik bungsu ibuku di samarinda. meski menempuh perjalanan panjang Banjarmasin-Samarinda. Namun, kesenangan tersendiri bisa bertemu dengan pamanku yang sudah lama tidak bertemu. Nah, apakah benar saya kehilangan semuanya? justru dengan kehilangan, saya mendapatkan sesuatu.

Begitulah hidup. Tak selalu + yang muncul, ada juga - yang hadir. ketika mendapatkan maka akan kehilangan, dan ketika melepaskan akan menerima. Oleh karena itu, tidak perlu terlalu berlarut dalam sebuah masalah. Atau berlarut pada sebuah hal yang membawa penyesalan. Lihatlah sekelilingnya, ada hal yang engkau terima saat engkau kehilangan, namun kita tidak menyadarinya, karena kita terlalu larut dalam penyesalan, larut pada hasil yang tak sesuai dengan keinginan. periksalah. Maka engkau akan berkata bahwa apapun di dunia ini tak selalu benar-benar mendapatkan dan dan tak selalu benar-benar kehilangan.

#Refleksi
BDI, 23 feb 2015

Komentar

  1. Andai pilihan dalam hidup bisa semudah memilih menu di restoran.... hmmmmm....

    BalasHapus
  2. Mudahji Erna kalau memilih menu kehidupan. Yang tidak mudah adalah kesiapan untuk menerima hasil dari pilihan. Karena disitulah terkadang atau bahkan sering penyesalan hadir. Tetapi, bukankah dengan kesadaran bahwa segala sesuatu tidak selalu jika mendapatkan itu benar2 mendapatkan semuanya dan jika jika kehilangan betul2 kehilangan semuanya, akan membuat kita lebih bisa membuat pilihan2 hidup dan tidak takut akan akibatnya. Yakinlah.. saat mendapatkan akan kehilangan d lain sisi. dan saat kehilangan akan mendapatkan di lain sisi. ^_^ #sokbijak

    BalasHapus
  3. iya betul sekali kata katanya.. kita juga bisa belajar arti sebuah keikhlasan melepaskan atau merelakan orang yang kita sayangi. seperti yang saya alami sekarang.. .insya Allah, Allah akan memberi yang lebih baik dari sebelumnya


    BalasHapus
    Balasan
    1. Baah.. iye. segala kehilangan yang dirasakan idak menjadikan bahwa semua betul2 hilang dan pergi. Yakin saja, yang pergi akan digantikan oleh Allah dgn yang lebih baik jika kita mau bersabar dan ikhlas menerima. ishbir ya ukhti... semoga segera Allah menggantikannya. Tunggu kejutan dari-Nya ^_^

      Hapus

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap