Berkuasa apakah menyenangkan? Kayaknya sih. Karena kedengarannya begitu. Dengan punya kuasa, akan banyak yang bisa dilakukan. Minimal punya wewenang untuk memerintahkan sesuatu. Yah, bisa lebih dari itu, mendapat penghormatan dari banyak orang, disegani, punya banyak hak. Makanya wajar jika banyak orang yang mau jadi penguasa, atau mau menguasai sesuatu atau orang lain.
Menjadi seorang penguasa, tentu punya senjata ampuh yaitu kekuasaan. Jika kekuasaan sudah ada di tangan, maka ibarat seorang pendekar dengan sebuah pedang di tangannya. Mampu berbuat sesuai dengan kuasa yang ada padanya. Mampu membuat skenario seperti yang ada di kepalanya. terlepas dari skenario baik atau buruk. Yang jelas, di tangannya telah ada senjata membuat skenario. tetapi, pernahkah mendengar penguasa yang tidak berkuasa?
Kedengarannya aneh, bahkan lucu. seorang yang bertindak sebagai penguasa tetapi tidak berkuasa. seperti seseorang dengan pedang di tangannya tetapi menggerakkan pedangpun ia tak mampu. "Berkuasa tapi tak punya kekuasaan". Apa yang terjadi jika seperti itu? Yang ada adalah sebuah patung yang berdiri kokoh diagungkan, namun hanya mampu terdiam. Kekuasaannya hanya halusinasi, hanya ilusi, hanya nisbi. Kekuasaannya antara ada dan tiada. betapa kasihannya jika seperti itu.
Pertama berpikir tentang hal ini adalah ketika maraknya orang mengkritisi bapak presiden yang seolah sulit setiap mengambil keputusan. Yang terlihat oleh masyarakat bahwa presiden seakan dikendalikan oleh seseorang atau sekelompok atau sesuatu di luar dirinya, sehingga tak banyak yang bisa ia lakukan, dan tak bebas ia mengambil keputusan. Saat itu, banyak yang mencibir, banyak yang memprotes, banyak yang meneriaki, dan saya pun ikut meneriaki, meski cuma sebatas lewat sosial media. berharap presiden bisa lebih peka, lebih agresif dan lebih independen terhadap kekuasaannya dan juga keputusannya. Namun, akhirnya saya pun mengerti bagaimana rasanya memiliki kuasa tapi tak berkuasa.
Mungkin orang banyak yang mencibir, mencaci, memaki, menekan, mendesak, meneriaki, dan kita pun panik. Ingin bertingkah seperti yang diingankan oleh yang berteriak, ingin memperbaiki keadaan, ingin bertindak sesuai yang diinginkan, namun kekuatan yang dimiliki tak bertenaga sedikitpun. Pedang yang dimiliki tak tajam sedikitpun. Orang mudah berteriak dan mengecam, tak paham kondisi yang dialami, tak melihat bahwa lilitan pada diri kita begitu kuat mencengkram, bahwa ikatan itu begitu kuat mengikat. Bagaimana bisa mudah berbuat, jika tenaga masih banyak terbuang untuk keluar dari ikatan kekuasaan orang, bagaimana bisa leluasa segera bertindak, jika setiap berbuat dibayangi. kekuasaan yang masih berbayang. Kekuasaan yang belum sepenuhnya menjadi kekuasaan. Diberi kekuasaan, namun masih diikat. Diberi kekuasaan namun tidak (mungkin) dipecaya berkuasa. Lalu bagaimana bisa berkuasa? Bagaimana bisa berbuat?
Pak Pres, kali ini saya sedikit mengerti bagaimana berkuasa tapi tak punya kuasa.
#edisirefleksi BDI, 09-03-2015
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar