Dianggap anak kecil? Ahh.. sudah terlampau sering. Tapi, wajar sih... selain postur tubuh yang kecil mendukung, juga karena sikap yang masih tampak kekanak-kanakan. Wajar jika saya belum naik kelas juga. Masih eksis dilabelkan sebagai anak kecil hahaha.... jadi ingat kata seorang teman, yang lumayan sadis sih tapi lucu juga, karena saya tidak sampai kepikiran seperti itu. Katanya negini:
“yaya, tau tidak kenapa laki2 takut/tidak mau dekat-dekat sama kamu? Itu karena mereka takut dikatakan fedofilia”.
Tiga hari yang lalu, kembai saya disangka anak-anak. Naik pete2, pas turun ngasih uang 10.000 dikembalikan 7000 oleh pak sopir, padahal kan bayarnya kalau segitu untuk anak sekolah saja. Dan sopirnya juga sadar dengan uang kembaliannya karena dihitung tidak Cuma sekali. Saya yang menyadari itu senyum-senyum sendiri. Hahaha.. ada unungnya juga jadi orang kecil :D
Kali ini, kembali tersenyum dengan diriku. Pagi-pagi meninggalkan rumah untuk mengikuti sebuah tes. Berpikir sih, tes kayak gitu musti pakaian rapi, bersepatu, anggun, berkharisma. Kulirik sepatu ngajarku yang lebih tepat dikatakan sebagai penunggu lemariku, karena lebih betah nangkring di bawah kolong lemari daripada dipakai ngajar. Bagiku, sepatu itu sudah sangat cewek banget, tetapi mungkin bagi orang masih biasa-basa saja. Highils? Yah lumayanlah, tetapi kayaknya masih pada level bawah. Mau pakai? Ahh.. rempong. Capek jalan, nggak bisa jalan cepat. But....? ok! Jadilah sepatu itu kubungkus lalu kumasukkan kedalam tas.
Berangkat......
Nggak tahu bakal tes jam berapa. Cuma berbekal info dari teman yang juga pernah tes sebelumnya, mengatakan bahwa tes biasanya pukul 09.00. bismillah.... berangkat saja. Terlambat urusan belakangan. Lha wong... kok ada tes tapi waktunya nggak jelas sih?
Waktu yang tepat. Tiba di kopertis, langsung dimulai penyambutan tesnya. Diawali dengan perkenalan pak ektor, kemudian penyampaian beberapa informasi tentang kampus dan juga tebtang sosok dosen yang ideal itu seperti apa?. Salah satu yang masih kuingat kata beliau bahwa:
Jika ingin melamar pekerjaan, bertanyalah akan 5 hal berikut, tetapi jangan dibalik pertanyaannya.
1. Apa pekerjaan itu?
2. Untuk apa pekerjaan itu?
3. Apa yang akan dilakukan dengan pekerjaan itu?
4. Bagaimana hasilnya?
5. Berapa fee yang diberikan?
Hehehe.. iya sih. Kebanyakan orang membalik pertanyaan tersebut. Pertanyaan kelima menjadi pertanyaan pertama saat melamar pekerjaan.
Katanya lagi... di sana banyak mahasiswanya merupakan orang pekerja, orang kantoran, atau PNS. Banyak yang datang kuliah dengan pakaian seragamnya, berjas, baju linmas, dsb. Maka seorang dosen harus bisa mengimbanginya dengan berpenampilan yang rapi, anggun, elegan. Yang laki-laki kalau bisa berdasi. Mengapa? Supaya dapat dibedakan dan kelihatan yang mana dosen yang mana mahasiswa. Jangan pergi mengajar seperti akan pergi mendaki gunung. Pakai tas ransel, penuh dengan isi. Persis seperti seorang pemanjat gunung.
Hahahaha.. saya langsung ketawa. Saya kan suka pakai ransel. Kalaupun bukan ransel, yah.. tas yang masih berbau remaja #merasa. Dan langsung saat itu pula senyumku makin mengembang, melihat dan menyadari penampilanku. Jilbab ungu, baju ungu, rok hitam, sepatu flat corak (sepatu ngajat duduk rapi dalam tas hahah..), kaos kaki garis, dan tas hello kitty. KOMPLIT...!. lebih mirip anak SMA atau paling tidak anak kuliahan semester awal yang masih lugu. Kalau seumuranku mungkin lebih sering terlihat dengan high heels, make up, lipstik minimal pelembab bibir. Maka saya jauh dari semua itu. Dengan melihat senyumku dan gayaku, teman di sampingku berkata:
“kak yaya. Cobalah merubah sedikit penampilan. Lebih feminim, pakai sepatu high heells dikit kek, atau sepatu polos kek, itu kaos kaki, bergaris-garis lagi seperti anak-anak. Tas hello kitty pula.. ckckck.....” Hello......
Inilah gayaku... gaya apa adanya. Apakah dengan gaya seperti ini saya tidak bisa jadi seorang dosen? Hehehe... yaya..yaya...
Kali ini, kembali tersenyum dengan diriku. Pagi-pagi meninggalkan rumah untuk mengikuti sebuah tes. Berpikir sih, tes kayak gitu musti pakaian rapi, bersepatu, anggun, berkharisma. Kulirik sepatu ngajarku yang lebih tepat dikatakan sebagai penunggu lemariku, karena lebih betah nangkring di bawah kolong lemari daripada dipakai ngajar. Bagiku, sepatu itu sudah sangat cewek banget, tetapi mungkin bagi orang masih biasa-basa saja. Highils? Yah lumayanlah, tetapi kayaknya masih pada level bawah. Mau pakai? Ahh.. rempong. Capek jalan, nggak bisa jalan cepat. But....? ok! Jadilah sepatu itu kubungkus lalu kumasukkan kedalam tas.
Berangkat......
Nggak tahu bakal tes jam berapa. Cuma berbekal info dari teman yang juga pernah tes sebelumnya, mengatakan bahwa tes biasanya pukul 09.00. bismillah.... berangkat saja. Terlambat urusan belakangan. Lha wong... kok ada tes tapi waktunya nggak jelas sih?
Waktu yang tepat. Tiba di kopertis, langsung dimulai penyambutan tesnya. Diawali dengan perkenalan pak ektor, kemudian penyampaian beberapa informasi tentang kampus dan juga tebtang sosok dosen yang ideal itu seperti apa?. Salah satu yang masih kuingat kata beliau bahwa:
Jika ingin melamar pekerjaan, bertanyalah akan 5 hal berikut, tetapi jangan dibalik pertanyaannya.
1. Apa pekerjaan itu?
2. Untuk apa pekerjaan itu?
3. Apa yang akan dilakukan dengan pekerjaan itu?
4. Bagaimana hasilnya?
5. Berapa fee yang diberikan?
Hehehe.. iya sih. Kebanyakan orang membalik pertanyaan tersebut. Pertanyaan kelima menjadi pertanyaan pertama saat melamar pekerjaan.
Katanya lagi... di sana banyak mahasiswanya merupakan orang pekerja, orang kantoran, atau PNS. Banyak yang datang kuliah dengan pakaian seragamnya, berjas, baju linmas, dsb. Maka seorang dosen harus bisa mengimbanginya dengan berpenampilan yang rapi, anggun, elegan. Yang laki-laki kalau bisa berdasi. Mengapa? Supaya dapat dibedakan dan kelihatan yang mana dosen yang mana mahasiswa. Jangan pergi mengajar seperti akan pergi mendaki gunung. Pakai tas ransel, penuh dengan isi. Persis seperti seorang pemanjat gunung.
Hahahaha.. saya langsung ketawa. Saya kan suka pakai ransel. Kalaupun bukan ransel, yah.. tas yang masih berbau remaja #merasa. Dan langsung saat itu pula senyumku makin mengembang, melihat dan menyadari penampilanku. Jilbab ungu, baju ungu, rok hitam, sepatu flat corak (sepatu ngajat duduk rapi dalam tas hahah..), kaos kaki garis, dan tas hello kitty. KOMPLIT...!. lebih mirip anak SMA atau paling tidak anak kuliahan semester awal yang masih lugu. Kalau seumuranku mungkin lebih sering terlihat dengan high heels, make up, lipstik minimal pelembab bibir. Maka saya jauh dari semua itu. Dengan melihat senyumku dan gayaku, teman di sampingku berkata:
“kak yaya. Cobalah merubah sedikit penampilan. Lebih feminim, pakai sepatu high heells dikit kek, atau sepatu polos kek, itu kaos kaki, bergaris-garis lagi seperti anak-anak. Tas hello kitty pula.. ckckck.....” Hello......
Inilah gayaku... gaya apa adanya. Apakah dengan gaya seperti ini saya tidak bisa jadi seorang dosen? Hehehe... yaya..yaya...
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar