Masih dalam season korea nih. Efek dari sering nonton drakor hahaha... ada pertanyaan yang makin menggangguku. “mengapa film atau sinetron indonesia, tidak ada atau jarang yang menganggkat tentang dunia perpolitikan?”. Namanya kan film, ceritanya adalah cerita fiktif belaka meski maksudnya banyak, ada yang sekedar hiburan, atau memang punya tujuan mengkritik. Bukankah disitulah nilai jual sebuah karya seni berwujud film/drama/sinetron?. Justru dengan semakin berkembangnya teknologi, orang lebih suka dunia informasi langsung dan mudah diakses, dunia seni perfilman punya andil yang besar. Ketika mengkritik langsung, sekarang makin banyak etika protokoler, ketika mengkritik lewat tulisan, makin banyak orang yang malas dunia baca-membaca, maka kesempatan dunia tontonan untuk mengemasnya. Bukankah itu kelihatan apik dan kena sasaran? Apalagi kalau sinetron indonesia bisa berisi hal seperti itu, kan bisa disaksikan oleh jutaan penduduk, dan yakin tontonan sekarang sangat mudah menjadi tuntunan masyarakat.
Kenapa tak ada? Kenapa yang ada kebanyakan tentang kisah yang all about love, bahasa alay, dan juga cerita yang entah zaman sudah berubah masih juga terpenjara pada kisah dunia terbang-terbang hehehe... (maaf ya negeriku). Kenapa tidak membuat sinetron yang bermuatan politik, atau membahas tentang dunia perpolitikan, atau kisah anggota dewan, atau kisah petinggi dengan kasus-kasusnya. Bukankah dengan begitu, jutaan jiwa dapat diberikan pendidikan perpolitikan secara tidak langsung. Tidak mudah ditipu dengan gelagat baik aktor politik, menawarkan madu yang ditaburi racun. Ini kan lebih ampuh. Juga melatih masyarakat kritis dan terbuka berpikir bahwa dunia luar itu banyak yang perlu dikritisi. Juga agar orang2 di atas sana, mampu mengoreksi diri mereka. Entah keberapa kali berpikiran begini, setelah menonton drakor yang mengusung tema perpolitikan, meski tak dipungkiri ada unsur romantisme atau ada misi lain. Namun, ada juga yang tak mempunyai sedikitpun unsur romantisme tetapi apik untuk ditonton.
Apakah di negeri ini perpolitikan begitu antik untuk disentuh oleh dunia seni? Ataukah pena seni di negeri ini yang tumpul? Atau kita masih terpenjara oleh masa lalu, ketidakbebasan ekspresi, kritik dan saran?
#tanyadiam #silent
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar