Suatu waktu, berkisahlah ia dengan wajah yang sendu. Ahh.. saat itu ingin rasanya terus menepuk pundakmu. Berharap engkau lebih tenang dan baik-baik saja. Bersabarlah... akan ada yang terbaik untukmu.
Jika ada yang bertanya padaku, apa yang ku hindari saat ini, maka yang akan aku katakan adalah "menyukai". Why? Rasanya kata abstrak itu makin masuk dalam rumpun ilusi tak berhingga. Sampai aku ingin menghindarinya.
Aku tidak ingin membuat hati terbuka lalu pada akhirnya mesti dipaksa untuk tertutup. Pada harapan yang begitu nyata yang pada akhirnya jadi debu yang beterbangan. Atau menjadi tunas yang belum sempat mengeluarkan satu daun dan harus dinjak agar mati. Aku lelah untuk itu.
Maka biarkan saja karang tetap dengan bongkahannya. Merasa kuat dengan setiap terjangan badai. Meski di hadapannya panorama laut begitu menawan, tetap saja ia adalah karang yang keras dan kaku. Sampai kapan? Entahlah... mungkin sampai karang dipermak menjadi hiasan.
Jika ada yang bertanya padaku, apa yang ku hindari saat ini, maka yang akan aku katakan adalah "menyukai". Why? Rasanya kata abstrak itu makin masuk dalam rumpun ilusi tak berhingga. Sampai aku ingin menghindarinya.
Aku tidak ingin membuat hati terbuka lalu pada akhirnya mesti dipaksa untuk tertutup. Pada harapan yang begitu nyata yang pada akhirnya jadi debu yang beterbangan. Atau menjadi tunas yang belum sempat mengeluarkan satu daun dan harus dinjak agar mati. Aku lelah untuk itu.
Maka biarkan saja karang tetap dengan bongkahannya. Merasa kuat dengan setiap terjangan badai. Meski di hadapannya panorama laut begitu menawan, tetap saja ia adalah karang yang keras dan kaku. Sampai kapan? Entahlah... mungkin sampai karang dipermak menjadi hiasan.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar