Langsung ke konten utama

Kamuflase

Jadilah dirimu sendiri. Bukan dengan topeng. Bagaimanapun dirimu, mau dikatakan aneh sekalipun, itu lebih baik daripada tampak memukau tetapi bukan aslinya dirimu. Fisikmu, biarkan tampak tanpa polesan 360. Sikapmu, biarkan natural tanpa berlagak cool atau dimanja2kan. Identitasmu, biarkan dikabarkan oleh hembusan angin. Agar orang tahu, apa yang kau pahami, apa yang ingin kau pertahankan.

Ada banyak orang berkamuflase dengan tampilannya. Mengapa? Layaknya kamuflase, tentu agar bisa beradabtasi dengan sebuah keadaan dengan “tipuan”. Untuk tetap mempertahankan diri hidup di lingkungannya. “paksaan keadaan”, begitulah potret dunia ini yang penuh wara-wiri “manisan”. Tak masalah jika hati menjerit. Tak masalah jika kepala mumet. Karena pikirnya “ini hanya sementara. Sekedar cari aman”.


Artinya, ketika titik aman telah berlalu, topeng akan segera dibuka. Kembali ke dasar. Orang lain protes? Orang lain kecewa? Orang lain marah? Peduli amat. Bukankah titik klimaks telah lewat?. Kamuflase hanyalah batu loncatan agar tetap diakui oleh keadaan sebelumnya. Bukan karena “ngeh”, suka, atau mau. Itu hnaya trik jitu bin terpaksa agar “aku” tetap ada. 

Wahai muslimah.. jilbabmu adalah identitasmu. Jilbab bukan Cuma milik mreka yang ada di pesantren, atau ma’had atau di arab sana. Tetapi, selagi kau menamakan dirimu muslimah, wajib bagimu mnggunakannya. Jilbab tak membuat kecantikanmu pudar barang sepersen pun. Atau mmbuat modernisasimu terampas sedikitpun. Justru dengannya, derajatmu makin terangkat. Engkaulah makhluk dengan begitu banyak keutamaan. Engkau mudah dikenali dan terjaga.

Lalu bagaimana bisa kau berkamuflase dengan jilbab/ apakah karena paksaan tempat bernama sekolah? Pesantren? Ma’had? Organisasi? Atau rumah?. Dan ketika kau keluar darinya meski sejenak, tak nampak lagi bayanganmu seperti semula. Kemana jilbabmu? Digantung? Dibuang? Dimuseumkan? Dijial? Ditukar-tambah? Atau nyangkut?. Mana jilbab rapimu? Mana jilbab yang terjulur bebas ke bawah dadamu? Mana jilbab tebalmu? Baju longgarmu? Rok anggunmu? Juga kaos kakimu?. Apakah terlihat aneh jika kau pakai di luar sana? Atau tidak trenkah, ketika dibandingkan dengan pakaian orang2 di sana?.

Itukah bentuk kamuflasemu?suka-kah kau? Banggakah kau?. Dengan diri fundamentalimu sekarang, kau bahkan bangga menyimpan rapat-rapat jilbabmu. Berganti juntaian rambut dengan aneka gaya dan warna. Atau jilbabmu berganti trend. Jilbab yang dulu terjuntai bebas ke dada, berganti jilbab melilit leher memperlihatkan dada. Baju yang dulu memberi ruang tubuh tuk bernafas, berganti baju yang nge-pas menyesakkan tubuh. Rok yang biasanya santai menemanimu berganti dengan celana super ketat yang membentuk lekukan kakimu. 

Ahhh.. itukah kamuflase lalu untuk tetap mempertahankan diri?. Ketika sekarang kau keluar, maka berakhir pulalah masa sebuah kamuflase.

“bukan untuk menjust, menyudutkan, menghakimi, atau merasa lebih suci. Tidak!. Ini sekaligus sebagai instrospeksi untuk diri saya. Apakah saya telah berkamuflase?”.

#silent

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap