Langsung ke konten utama

Ketika Iri Menyapa

Ketika rasa iri begitu pelan merayapi. Apa yang mesti dilakukan?
Iri adalah ekspresi diri. Namun, acapkali iri sering dikonotasikan negative oleh orang. Padahal ada juga iri yang baik. Apakah itu? Ketika iri kepada orang lain yang melakukan amal kebaikan, iri terhadap keberhasilan orang lain, dan iri terhadap kesuksesan orang lain. Loh kok? Tapi, bukan berarti dengan iri itu membuatnya mencaci, mengejek, menjatuhkan, atau hal lainnya. Tapi rasa iri yang dimiliki membuatnya juga terpacu untuk melakukan hal yang sama atau lebih dari itu. Itulah iri yang baik. Ketika melihat orang lain bersibuk ria dengan amal kebajikannya, maka dibenaknya muncul rasa iri untuk juga melakukan amal kebajikan. Melihat orang mendapatkan kesuksesan, juga terbetik iri padanya untuk meraih kesuksesan pula.

Bagaimana memenej  agar iri yang dimiliki bermuatan positif? Karena bukan hal yang mudah bahkan tanpa kita sadari, rasa iri itu muncul, dan menjadikan seseorang berpikiran negative pada orang lain. “ah.. dia sukses karena memang ada keluarganya yang menariknya sukses”. :dia bisa kaya karena korupsi”. “dia menyumbang ke panti asuhan karena mau dibilang dermawan”. Pikiran-pikiran begitu seringkali mampir. Apa yang mesti dilakukan?/
Dasar yang perlu kita ingat bahwa Allah telah mengatur rejeki setiap orang. Tidak ada satu makhluk pun di dunia ini yang diadakan tanpa jatah rejeki. Jadi tak perlu ragu bahwa rejeki kita taka da atau allah tidak adil pada kita. Hewan saja yang tidak punya akal, tetap saja tiap harinya tak pesimis dengan rejeki dari Allah. Mereka tetap saja berkeliaran di muka bumi setiap harinya mencari rejeki. Bagaimana dengan manusia yang punya akal? Punya cara untuk bekerja dan menghasilkan uang? Mengapa masih ragu dengan nasibnya? Tidak yakin atas rejeki yang Allah bagikan setiap harinya?
Karena tiap manusia telah mempunyai rejeki masing, masing maka tak perlu khwatir, yang menjadi rejeki kita tak akan diambil oleh orang lain. Namun, rejeki tak hanya duduk dam tuk mendapatkannya. Ada yang namanya usaha. Lihatlah hewan, tetap saja berusaha mendatangi rejekinya setiap hari, begitu pulalah manusia. Manusialah yang mesti menjemput rejekinya. Bukan malah diam berpangku tangan. Karena rejeki itu tidak jatuh sendiri dari langit, perlu tuk diusahakan. Bukankah Allah berkata:
“tidak akan berubah nasib suatu kaum, sampai mereka sendri yang mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
Artinya apa? Segala sesuatu punya usaha. Ingin berubah? Perlu usaha. Ingin sukses, perlu usaha. Perlu bahagia, perlu usaha. Perlu makan, perlu usaha. Perlu materi perlu usaha. Dan perlu hidup pun perlu usaha. Tak ada makhluk yang bisa hidup tanpa usaha untuk mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, rejekimu pun perlu usaha. Nah, sudah sampai seberapa jauh. Seberapa keras, dan seberapa kuat usahamu? Jangan sampai harapan tak berbanding lurus dengan usaha. Berharap mendapatkan sesuatu tetapi tak punya usaha mendapatkannya. Itu namanya bagai pungguk merindukan bulan.
Sudah berusaha namun keadaan masih saja sama? Coba koreksi diri. Bisa jadi, usaha kita yang belum maksimal. Atau bisa jadi pengharapan kita yang belum kuat pada sang pemberi. Atau kita masih perlu belajar bersabar.bersabar? sampai kapan? Sabar itu tak berbatas, jika berbatas, maka belum dinamakan sabar. Bisa jadi, Allah masih menginginkan kita bersabar untuk tetap tekun dengan usaha kita. Apakah Allah itu tidak adil? Memberikan cobaan yang berlebihan kepada kita? Sedangkan ada orang lain yang cepat sekali mendapatkan apa yang mereka inginkan. Allah sama sekali tidak pernah dzalim pada hamba-Nya. Meskipun musibah sekalipun bukanlah hal yang  akan membuat Allah ingin membeda-bedakan hamba-Nya. Tiap orang punya cerita. Tiap orang punya jalan, tiap orang punya kisah. Tiap orang punya rejeki. Jalan kita berbeda dari orang lain. Alur kita berbeda dengan orang lain. Maka tak perlulah membandingkan diri dengan orang lain, dan memaksa lan kita sama dengan mereka. Tentu kita punya jalan sendiri. Punya rintangan sendiri. Punya masalah sendiri. Tinggal kitalah yang bergerak melaluinya, apakah kita bisa keluar darinya dengan sukses atau malah kita berlari akannya.
(mungkin) saat ini, hasil yang kita peroleh belum sesuai dengan ekspektasi yang kita harapkan. Namun, sadarkah kita bahwa tidak selalu yang kita harapkan akan menjadi yang terbaik untuk kita? Sedangkan Allah memberi yang terbaik.
“boleh jadi kamu membenci sesuatu namun menurut Allah itu yang terbaik untukmu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, nama tidak baik menurut Allah”
Nah, bisa jadi apa yang kita ekspektasikan bukanlah yan terbaik untuk kita, makanya belum juga terwujud. Namun bukan berarti jadi apatis loh ya. “ah, sudahlah.. Allah yang ngatur semuanya.. kalau gitu saya tak perlu berbuat, tunggu saja terjadi maka terjadi”. Dan (mungkin) pula, yang kita harapkan belum terwujud karena Allah masih ingin kita berproses. Apakah kita bersabar dan tetap berpikir positif?
“Dan sungguh kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas" (Adh-Dhuha:5)
“Dan bersabarlah menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya engkau berda dalam pengawasan Kami" (ath-Thur:48)
Penting juga untuk kita pikirkan, selama ini, sampai sekarang ini, sudah berapa banyak keajaiban yang diberikan oleh Allah kepada kita? Telah berapa banyak rejeki yang tak kita sangka diberikan kepada kita? Telah berapa kesengan yang tidak kita sadari telah kita dapatkan? Pernahkah kita menghitung semuanya? Alangkah banyaknya? Alangkah maha pemurahnya Allah. Nikmat yang diberikan kepada kita termata sangat banyak dan besar. Kita sajalah yang sering lupa, lalai dan tidak sadar. Terkadang di masa lalu, ada hal yang tidak mungkin bagi kita menjadi kenyataan. Hal yang tak terpikirkan menjadi bagian kita ternyata Allah berkenan menjadikan kita berhak akannya. Sungguh, Nikmat Allah itu sangat banyak dan berlimpah.
“jika kamu ingin menghitung nikmat yang diberikan oleh Allah, Bahkan jika seluruh air yang ada di lautan dijadikan tinta untuk menulis segala nikmat yang diberikan oleh Allah, maka niscaaya kamu tidak dapat menghitungnya.”.
Maka nikmat yang mana lagi yang akan kita dustakan? Nikmat sehat? Nikmat hidup? Nikmat harta? Nikmat sabar? Nikmat kesemptan? Nikmat iman?
“fabiayyi alaa irabbi kumaa tukattsiban”
“maka nikmat Allah yang manalagi yang akan kau dustakan?”
Masihkah kita ingin menyangkal pemberiannya? Masihkah kita tidak terima dengan apa yang telah kita peroleh? Hayya Nasykurullah..

21 Ramadhan 1436 H, @GIL

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap