Langsung ke konten utama

Gagal Paham

Menjelang lebaran Idul Adha. Di sosmed, berseliweran tentang perbedaan waktu sholat antara, muhammadiyah, peerintah, dan juga arab Saudi. Masing-masing menggunakan pendapat dan alasannya. Tetapi, saya tidak akan membahas tentang apa pendepat masing-masing. Saya lebih tertarik, membahas tentang beberapa hal yang terjadi sebagai efek dari masalah ini.

Berbeda? Rasanya sudah lama dan sering muhammadiyah berbeda dengan pemerintah dalam penentuan tanggal sholat Ied. Namun, meski pemerintah pernah berbeda dengan di Saudi sana, banyak tetap saja ngikut pemerintah, dengan alas an kita ada di Indonesia, dan wajib nurut Ulil Amri. Tak banyak yang kasak-kusuk. Apa yang terjadi saat pemerintah bersamaan dengan keputusan di Saudi, dan berbeda dengan ketetapan dari Muhammadiyah? Yang lahir adalah hujatan. Apakah ini akibat, sekarang telah zaman super kritik, masyarakat sudah mampu mengkritik banyak hal. Atau zaman ikut-ikutan mengkritik. Mengapa saat ini, barulah banyak yang mempermasalahkan perbedaan dengan kerajaan Arab Saudi dalam penetapan hari Ied. Saat dulu pemerintah juga berbeda pada adem ayem, dan tidak kebakaran seperti sekarang? Memang sudah pada kritis kah? Atau memang sekarang lagi nge-trend untuk saling nuding dan menghujat?. Disitulah gagal paham saya yang pertama.

Menggunakan dalil dan dalih memperkuat alas an dalam memilih sebuah pilihan. Mempertemukan itu baik, tetapi memperhadap-hadapkan itu yang menurutku kurang santun. Kita bisa melihat, berseliwerannya posting, artikel, status dengan nada beragam. Ada yang mendukung, mempersilahkan, melawan, menolak, menghakimi, menghujat, bahkan menganggap sebagai sebuah kehancuran. Saya sempat membaca beberapa status yang jelas ditujukan kepada pihak yang lebih dahulu berlebaran, lebih tepatnya ke muhammadiyah. Ada yang mengatakan seperti ini: “jika Arab Saudi sudah tidak diikuti, maka tunggulah kehancuran”. Apa yang mengganngu menurutku?. Meski saya berdalih, saya ingin berpendapat “lepas dari seorang kader muhammadiyah”. Namun tidak bisa dipungkiri, saya akan terpengaruh dengan itu. Yang menggelitik bagi saya adalah “Tidak mengikuti Arab Saudi”. Apakah teks ini benar?. Coba dipikirkan? Bagi saya, ini keliru. Kita berislam bukan mengkiblat ke Arab Saudi, tetapi kita berpatokan kepada Al-Qur’an dan Hadist, dan memang Arab Saudi telah dipilih oleh Allah sebagai tempat tunas Islam berkembang dan peradaban islam tetap berkembang disana. Tetapi, apakah benar semua yang ada di Arab mesti kita ikuti?. Menurut saya, yang kita ikuti itu adalah produk yang sesuai dengan pedoman hidup kita yaitu Quran dan Hdist. Bukan karena Arab-nya. Karena, apakah kita sudah melihat dan tahu bahwa semua apa yang ada disana sesuai dengan Qur’an dan Sunnah. Wallahu’alam, bagaimana aturan yang ada disana. Cuma, saya mengkritisi jika menggunakan teks “sesuai dengan Arab”. Semoga Allah mengampuni jika saya salah. Ini gagal paham saya yang kedua.

Selain itu, ada juga yang membuat posting yang membahas tentang puasa Arafah dan tentu ujungnya menyinggung muhammadiyah, dan diakhiri dengan kata “Islam agamaku, Bukan Organisasiku”. Saya tahu ini adalah bentuk singgungan kepada para kader muhammadiyah yang banyak melakukan pembelaan tentang keputusan meuhammadiyah dan mengakhirinya dengan kata “islam agamaku, muhammadiyah gerakanku”. Iyalah, saya akan mudah paham tentang itu. Apa yang salah dengan kalimatnya?. Saya tidak mengatakan salah, dan menyalahkan dia mengatakan hal tersebut. Karena memang islam adalah agama kita, adapun muhammadiyah, Nu, salafi, hidayatullah, wahdah islamiyah, dll hanyalah wazilah bagi kita. Hanya organisasi bagi kita, tempat berhimpun dan saling menguatkan agama ini. Dan memang salah, ketika kita lebih fanatic organisasi, menganggap organisasi lain yang “Tauhidnya” masih murni sebagai lawan, musuh, atau sesat. Karena selagi cabang Usul (pokok) terutama Tauhid tidak menyimpang, maka mereka tetaplah saudara kita sesame muslim. Jangan karena masalah furu’ membuat kita tercerai berai dan memakan daging saudara sendiri. Intinya saya sepakat dengan kalimat tersebut. Namun, adakah benar kita menggunakan kalimat itu dengan konsisten?. Saat yang kita pikirkan, yakini sesuai dan bisa kita lakukan, maka kita dengan lantang meneriakkan bahwa kita melakukan sesuatu karena sesuai dengan ajaran islam, bukan karena organisasi yang kita ikuti. Namun, saat ada sesuatu yang belum bisa kita tinggalkan, apadahal kita tahu hukumnya, maka dengan mudah untuk memudah-mudahkannya, dan mengatakan bahwa “saya belum bisa meninggalkan itu”. Bukankah ini berarti kita memperturutkan ego kita? Nafsu kita? Dan kepentingan kita?. Misal, seorag yang masih saja “betah” menjadi penkmat rokok. Ketika dinasehati tentang rokok, beserta dalilnya bahkan dalam putusan tarjih juga ada fatwa tentang haramnya rokok,. Maka dengan mudahnya berdalih “ahh, Saya minta maaf, saya tidak bisa meninggalkan rokok”. Meski dikatakan bahwa dalilnya begini, semua ormas islam sepakat mengharamkan rokok, bahkan ada dengan mudahnya mengatakan bahwa: Saya kan orang Muhammadiyah, di muhammadiyah masih dinamis. Meski sudah ada keputusan tarjih, tapi itu masih bersifat dinamis”. Nah loh? Maksudnya apa coba? Apakah organisasi hanya diikuti seenak keinginan kita? Apakah ajaran agama ini dilaksanakan sesuai dengan ego kita mana yang bisa dilaksanakan tanpa ketundukan untuk menerima segala aturannya?. Yuk koreksi diri, terutama saya pribadi. Jangan sampai memilah-milih ajaran dan aturan sesuai yang diinginkan dan dianggap sanggup. Gagal paham yang ketiga.

Dalam mengikuti hari apa akan lebaran, rabu atau kamis, kader muhammadiyah pun ada, (mungkin) banyak yang berbeda dengan maklumat pp muhammadiyah. Bahkan ada yang mengeluarkan surat maklumat local sebanyak 3x. inilah yang menjadi sumber tertawaan beberapa kalangan. Dan sumber lucu-lucuan bagi mereka. Sebenarnya apa yang salah? Salahkah? Bukankah memang dalam kehidupan akan ada waktu kita memperbaharui apa yang menjadi putusan kita. Kita mengireksi, meluruskan, dan mengedit apa yang telah kita putuskan. Wajar kan? Kecuali bagi mereka, memang tak pernah mengedit hal dalam hidupnya. Tentu saja, keputusan yang dikeluarkan oleh pihak tertentu berdasakan apa yang mereka anggap baik. Berbeda dengan maklumat muhammadiyah? Why not? Bukankah organisasi memang hanyalah wazilah? kalau merasa tidak yakin, silahkan. Lagian, organisasi bukanlah wadah militer yang memberikan hukuman laten ketika anggotanya tidak mengikuti maklumatnya. Kecuali maklumat itu adalah teks Al-Qur’an dan Hadist. Lagi2 kalau masalah khilafiyah begini, kenapa memangnya kalau berbeda?. Muhammadiyah bukan organisasi militer, yang ketika para kadernya tidak mengikuti maklumat PP akan diberikan ganjaran. Saya rasa di muhammadiyah, sangat bijak menyikapi ini. Bukankah memang sudah sering menjadi berbeda? Dan siapa yang nyinyir ketika berbeda?. Bagi saya, urusan mengikuti hari apa? Tanggal berapa? Silahkan ngikut ke yang diyakini benar. Karena keduanya juga punya dalil dan dalih. Dan saya yakin, menetapkan tanggal itu tidak asal hanya memperturutkan “tampil beda”, atau “jaim sama”. Karena ini menyangkut banyak orang, tentu saat menetapkan ini dan itu akan mempertimbangkan banyak hal, dan bukan sebuah permainan. So, silahkan ikuti mana yang menurut kita benar. Urusan ini adalah masalah ibadah, urusan manusia dengan Rabb-nya. Tatkala ingin keluar dari maklumat, memilih berbeda, kenapa tidak? Kenapa memangnya? Itu urusannya dengan Rabbnya, dan itu adalah pilihannya. Bukankah hidup ini memang adalah kumpulan pilihan-pilihan?. Mau tidak mau, segala yang kita lakukan adalah sebuah pilihan dari banyak pilihan yang ada. Kelak, pilihan itulah yang akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah. Gagal paham keempat.

Ayolah saudaraku, berhentilah saling menyudutkan dan menghujat pada wilayah yang boleh terjadi khilafiyah. Jangan sampai karena ini, kita menjadi ummat yang bercerai-berai bahkan tercerai-berai. Kita terlalu memporsirkan tenaga kita memperdebatkan hal seperti ini, lupa bahwa ukhuwah islamiyah lebih penting untuk dijaga. Kapan kita berhenti membuat orang di luar sana bertepuk tangan menyaksikan kita saling memakan daging saudara kita?. Sudahlah… masih banyak hal yang ebih perlu kita benahi. Ada masalah paham2 isme2 yang perlu kita sikapi. Ada masalah degradasi akhlaq yang menjadi masalah besar ummat islam. Kita adalah ummat yang besar, ummat yang kuat, dan ummat yang elegan. Jangan mudah terinjak, jangan mudah terlerai, jangan muda tercerai. Salam ukhuwah for all…… 
By: yaya afifatunnisa, di kota daeng 24 september 2015, 15.05 wita.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap