Saya yakin, benda yang sering bersahabat dengan kita setiap harinya adalah cermin. Rasanya tidak afdhal kalau akan bepergian takpamit dengan cermin. Tull nggak... mengapa kita mesti bercermin?. Karena dengan bercermin kita bisa melihat diri kita, bisa melihat apakah penampakan diri kita yang terpantul di cermin telah sesuai dengan yang diharapkan. Sudah rapi, sudah baik, Apabila diri dari pantulan cermin masih ada yang kurang sreg, maka kita akan berlama-lama berkutat di depannya. Itu semua agar bisa lebih percaya diri berjalan.
Kita percaya bahwa dengan bercermin , kita bisa melihat tampilan diri dengan utuh. Dan mempercayakan kepada cermin agar bisa menjadi wadah untuk untuk melakukan penilaian diri. Bukankah dengan seringnya kita bercermin, berarti kita telah percaya pada cermin. Termasuk percaya bahwa cermin selalu tulus menyampaikan bagaimana kita apa adanya.
Namun, adakah pernah kita berpikir hal lain selain melihat pantulan diri secara fisik ketika bercermin. Cobalah bercermin, dan mengabstrakkannya untuk menilai bagaimana akhlaq, amalan, dan ibadah kita. JAngan sampai, kita mudah dan sering mengecek fisik kita, apakah sudah baik atau tidak. cantik apa tidak. menarik atau tidak. rapi atau tidak. Dan ketika sedikit saja yang belum sesuai harapan, maka akan cepat untuk diperbaiki, dan tidak tenang ketika ada yang kurang. apakah begitu halnya ketika kita memuhasabahi amalan, akhlaq dan ibadah kita- Ketika kita mendapatkan amalan kita kering kerontang, atau akhlaq kita yang buruk rupa, atau ibadah kita yang rapuh dan dan ringan seperti helaian kapas. Apakah kita pernah merasa risih. apakah kita pernah merasa greget. apakah kita merasa tidak tenang untuk langsung memperbaikinya. atau malah biasa-biasa saja.
Bercerminlah... Bukan hanya melihat fisikmu, tetapi juga akhlaqmu, amalanmu, dan juga ibadahmu. apakah sudah lebih baik...?
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar