Langsung ke konten utama

Quote 6 (Lebih Taat Pada Siapa?)

Shobahul Khair......
Alhamdulillah 'ala kulli hal.... Syukur atas segala limpahan karunia Allah hingga saat ini. Dan sudah sangat sepatutnyalah kita untuk selalu bersyukur tiada henti. Dengan banyak nikmat yang diberikan oleh Allah tersebut, mestinya seorang hamba semakin sadar bahwa ia tak bisa banyak berbuat jika tak ada nikmat dari-Nya. Ditolong, dibantu, diberi, digratiskan oleh manusia saja, tentu akan ada rasa terima kasih, bersyukur, berutag budi, penuh pamrih, ingin balik berbuat baik, dan merasa perlu untuk balik menolongnya. Lalu bagaimana dengan Allah yang setiap hari melakukan hal yang lebih kepada kita? sudahkah kita bersyukur? sudahkah kita berterima  kasih? sudahkah kita merasa berutang budi, penuh pamrih dan ingin berbuat baik kepadaNya? sudahkah kita menolongNya? Menolong? bukannya Allah maha kuasa? ngapain ditolong? Eitsss.... bukan begitu maksudnya. menolong Allah bukan berarti Allah iu lemah, atau Allah itu butuh manusia, atau Allah itu memiliki kekurangan, dsb. Karena meski semua manusia pun ingkar kepada Allah, Dia tetap Rabb, tetap kuasa, tetap menjadi Maha, dan tetap dengan dzatNya. Sama sekali tak berubah sedikitpun hanya karena manusia ataupun makhluk lain di dunia ini tak mau mengikuti perintahNya. Menolong Allah berarti, kita menjadi perpanjangan tangan dalam menegakkan agama Allah di muka bumi ini. Dengan apa? tentu dengan melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya.


Namun, apa yang terjadi saat ini?. Dunia ini, ada banyak aturan. Tetapi secara garis besar aturan itu ada yang berasal dari manusia dan ada yang bersal dari Allah. Di sepanjang kehidupan kita, sellau saja ada aturan yang mengikat. Bahkan bagi mereka yang mengaku sebagai kaum liberal, yang katanya bebas dari segala aturan, sebenarnya mereka secara tidak langsung dikurung oleh pemikiran mereka sendiri. Mana ada hidup tanpa aturan? Hidup dengan menganggap bahwa hidupnya tak butuh aturan, sebenarnya adalah hidup yang dikurung oleh aturan dari pikirannya sendiri. Dengan banyaknya aturan, siapakah yang akan kita patuhi lebih dahulu? siapakah aturannya yang mudah untuk kita taati? siapakah yang dengan penuh keikhlasan untuk kita dengarkan? aturan manusiakah? atauran dari Allah?. 

Terkadang, kita lebih takut tak taat pada aturan manusia. entah itu aturan keluarga, aturan masyarakat, aturan kantor atau aturan negara. Meski notabene aturan itu ada yang menyimpang dengan aturan dari Allah. Juga, kita mudah dalam taat pada aturan manusia. Apalagi dengan imingan plus saat melaksanakan aturan atau ancaman hukuman saat tak ikut aturan. Begitu takut dan cemas jika selalu berbuat salah dan ketahuan manusia. Lalu, kenapa dengan aturan Allah?. Aturan Allah dipenuhi oleh imingan dan hukuman. Allah telah menyediakan dan menjanjikan imingan pahala dan Jannah dengan segala gambaran kenikmatannya yang tak pernah bisa kita temui di dunia. Allah juga telah menegaskan hukuman, bagi mereka yang lalai atas perintah dan aturan, dengan disediakannya neraka yang bertingkat-tingkat sebagai tempat untuk memberikan ganjaran. Bisa dikatakan bahwa semua yang mengaku muslim, tahu akan hal ini? tetapi kenapa seolah2 merasa tak tahu? 

Imingan yang berlimpah dari Allah seolah tak punya magnet untuk beromba-lomba diperoleh. Padahal, setiap harinya ngaku ingin mendapatkan jannah, ingin masuk syurga. Lah, gimana mau masuk syurga kalau tiketnya nggak diambil? gimana mau dapatkan syurga kalau jalannya nggak dilewati?. Imingan tak membuat tergiur, ancaman pun tak membuat takut. Katanya tak mau masuk neraka, katanya jauhkan dari neraka, katanya neraka tempat bagi mereka yang ingkar. Tapi kok, masih saja biasa-biasa saja kalau berbuat salah? kok masih hobi nabrak aturan Allah sana-sini? kok masih sulit meninggalkan maksiat? kok masih sulit untuk taat?. Sedangkan untuk manusia, taatnya tak kenal lelah, takutnya juga tak kenal waktu. Oleh Allah diperintahkan untuk menutup aurat, bagi yang melaksanakan akan diberikan ganjaran pahala dan segala kenikmatan lainnya, bagi yang tidak taat akan diberikan ganjaran hukuman. Sedangkan di tempat kerja, rumah, masyarakat dengan aturan yang dibuat oleh manusia, dengan mudahnya taat. tak menutup aurat karena aturan kantor, atau tak menutup aurat karena takut dikucilkan oleh masyarakat karena "beda" dari yang lain. 

Di kampus, berlomba-lomba mengejar prestasi menjadi mahasiswa teladan. Kerja tugas tak kenal lelah, dengan imingan kelak akan mendapatkan IPK tinggi, dipuji oleh manusia, dibanggakan oleh keluarga dan dicap jempol oleh siapa saja. pernahkah berlelah-lelah mengejar predikat hamba terbaik oleh Allah?. Kerja tugas dan belajar seolah tak kenal lelah, datang waktu sholat, tak tergubris untuk beranjak menunaikan perintahNya, dengan alasan "nanti". Eh... ketika dosen berkata "masuk kelas sekarang, terlambat 5 menit akan dilarang masuk kuliah", langsung ngacir masuk kelas. Hal yang sama juga terjadi di sudut lain, entah di rumah, masyarakat, atau di kantor. Begitu senangnya mengikuti aturan manusia, dan begitu takutnya melanggar aturan dan mendapat hukuman. tetapi kenapa tak mudah taat pada aturan Allah dan takut akan ancamannya?. 

Sebenarnya, siapa pemilik kita? siapa yang harusnya kita dahulukan? siapa yang mestinya kita taati?. Sebenarnya tujuan akhir hidup kita apa? bukankah kita yakin bahwa kehidupan abadi adalah kehidupan setelah kematian? lalu mengapa kehidupan yang abadi itu tak dipersiapkan? kenapa kita biasa saja melabrak perintahNya sana-sini. 

#Nasehat untukmu, untukku dan untuk kita semua #semoga kita jadi lebih baik #yuk berhijrah jadi pribadi yang lebih baik 

Muhasabah Pagi, 16 Oktober 2015 @GIL

Komentar

  1. Selama ini memang selalu kecewa kalo apapun yang kita lakukan bukan karena mengharap ridho Allah Swt. yang terjadi adalah, berbuat sesuatu karena ngarepin pahala. Belum tentu pahala yang udeh kita dapet masih bisa bertahan di hidup kite, badan kite, mulut kite. karena sekali aje kita ngomongin orang (kebaikan sekalipun)pahala bakalan ilang sekejap mate.

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap