Ini tentang cinta yang kulihat dan kurasakan dari sosok inspiratif dalam hidupku. Dialah ibuku. Bagi setiap orang di dunia ini, ibu adalah madrasah pertama dan penting. Kita banyak mendapatkan pelajaran cinta dimulai dari yang kita dapatkan dari ibu. Cinta yang kupelajari darinya adalah cinta seorang ibu, cinta seorang istri, cinta seorang nenek dan cinta seorang perempuan.
Bukan cinta ketika memilah masa. Ketika keadaan baik, ketika kondisi memungkinkah, ketika kebahagiaan memihak maka ia hadir menyapa dan membuncah. Tidak seperti itu. Cinta ada dalam masa apa dan bagaimanapun. Bagaimanapun keadaan dan kondisinya, ia akan tetap menyapa dan bersemayam dalam diri. Tak mengurangi takarannya, tak mengurangi rasanya. Meski dalam kondisi memprihatinkan sekalipun, ia tetap saja bangga bersemayam. Justru dengan segala masalah, kondisi, halangan, rintangan, kesakitan, kesedihan, amarah, petaka, kekecewaan, justru semakin membuat rasanya semakin berasa. Mengapa? karena aneka keadaan itu menguji cintanya. Bukankah ujian bukan untuk ditinggalkan?Bukankah ujian bukan untuk menyakiti? Ujian justru untuk menjadi ajang pembuktian bahwa cinta kita memang hebat.
Bukan cinta ketika memilah waktu. Cinta mungkin dipercaya kebanyakan orang akan mekar sempurna di masa muda. Masa dimana naluri rasa memiliki dan ketertarikan sangat besar.Maka wajarlah jika dimasa itu banyak yang dibutakan oleh cinta. Diperbudak oleh cinta. Sakit hati karena cinta. Merana karena cinta. Tersenyum sumringah setiap hari karena cinta. Berubah karena cinta. Menjadi malaikat karena cinta, bahkan menjadi iblis karena cinta.Itulah cinta yang membahana di masa muda. Apakah hanya mekar dimasa itu?. Cinta tak mengenal waktu. Dia akan tetap tumbuh subur dari waktu ke waktu. Entah itu dimasa muda, atau di masa tua. Mencintai tidak hanya syahdu di awal waktu dan menjadi gersang di pertengahannya dan kering di akhirnya.Meski waktu berlalu, fisik berubah. Kecantikan memudar. Cinta akan selalu sama seperti awalnya. Bukankah seperti itu cinta seorang istri kepada suaminya? Meski tua telah menyapa, cinta tetap saja tersapa.Bukankah juga seperti itu cinta seorang ibu? Waktu ke waktu, tak pernah memudar hanya karena anaknya telah tumbuh dewasa. Dan tentu sebaiknya seorang anak pun seperti itu. Peduli, sayang, mengadu, bersandar tidak hanya ketika ia masih bergantung pada orang tuanya. Sedangkan ketika dewasa ketidakpedulian dijadikan sebagai selimut.
Cinta tak selalu cuma punya kosakata senang. Bukan berarti ketika mencintai, kita selalu senang dan bahagia. Cinta tidak berbanding lurus dengan senang. Justru berani mencintai, maka mesti berani menerima setiap kondisi senang maupun susah. sedih atau bahagia. marah atau tertawa. kecewa atau bangga. Ketika kita mencintai, bersiaplah menemui aneka rasa. Akan ada masanya dalam cinta engkau mesti kecewa. Adapula masanya dalam cinta engkau harus meraung menangis. Akan datang pula saat dimana cinta diperhadapkan dengan amarah. Semua akan dating. Semua akan silih berganti. Bukan berarti rasa cinta itu berkurang kadarnya, tetapi dari situlah rasa cinta akan bertambah. Aneka kosakata dalam cinta adalah bumbu penyedap dalam kehidupan. Kesemuanya itulah yang akan membuat akar cinta semakin kokoh. Bukankah memang begitulah hidup? akan ada saja badai yang menerpa. Tak selalu berada di bawah pohon rindang dengan angin sepoi-sepoi. sebesar apapun rasa cinta yang dipunyai, kelak rasa itu akan diuji dengan aneka ekspresi hidup. Seindah apapun wujud rasa cinta, suatu saat pasti akan diguyur hujan nan lebat. ingatlah sebuah syair:
Tanpa terguncang, bunga mana yang akan mekar? di dunia ini, bahkan bunga yang cantik mekar karena terguncang. Ketika sedang terguncang, batangnya menjadi tegak. Tanpa terguncang, cinta mana yang akan mungkin mekar?.
Sebuah bunga tanpa mendapatkan hujan, dimanakah ia?. di dunia ini, bahkan bunga yang paling cantik sudah kehujanan. Kehujanan dan Bermekaran. Basah karena hujan dan angin. Bunga bermekaran dengan hangat. Hidup tanpa kehujanan, dimanakah itu?
Cinta akan menghimpun banyak pengorbanan. Seberapa rasa cinta yang dipunyai, maka pengorbanan yang dikeluarkan pun akan semakin besar. Cinta berarti tunduk. Cinta berarti kepatuhan. Itu berarti jika ada cinta, maka bersiaplah melakukan pengorbanan. Lihatlah bagaimana seorang hamba yang mengaku cinta kepada Rabb-nya. Saat ia mengatakan bahwa ia mencintai Tuhan-nya, dengan begitu dia harus tunduk dan patuh kepada apa saja yang diperintahkan dan dilarang. Rela mengorbankan waktu, kesibukan, kesukaan, dan kecenderungan untuk bisa tetap mencintai Tuhan-nya. Memang cinta kepada Rabb adalah cinta tertinggi, tidak ada alasan untuk tidak melakukan pengorbanan. Bagaimana dengan cinta kepada manusia?. Meski cinta kepada Rabb, tidak boleh dipersamakan dengan kecintaan kepada lainnya, tetapi tetap saja cinta kepada sesame manusia pun akan tetap menghimpun pengorbanan. Mengaku cinta pada apapun di dunia ini, berarti bersiap memberikan pengorbanan. Bisa jadi dalam wujud waktu. Bisa jadi dalam bentuk harta. Bisa jadi dalam bentuk perhatian. Bisa jadi dalam bentuk perasaan. Bagian terakhir inilah yang sering menguji rasa cinta. Karena tak ada satupun diantara manusia yang akan benar-benar sempurna. Tak ada yang luput dari kekurangan. Tak ada satu pun manusia yang tak punya kesalahan. Bagaimana mengelola perasaan cinta, jika suatu saat harus dihadapkan pada kesalahan, kekurangan, kecerobohan, kemarahan dari orang dengannya kita telah mendedikasikan rasa cinta. APakah rasa cinta yang telah hadir, atau mungkin yang telah lama ada, atau mungkin yang telah bangga kita kabarkan, atau mungkin yang telah kita gumamkan untuk selalu kita pertahankan dan diperjuangkan akan segera memudar karenanya?. Apakah benar, cinta yang begitu bangga dimiliki begitu mudahnya hilang?. Disinilah cinta akan diuji pengorbanannya. Dari kesemuanya, yang diperlukan adalah pengorbanan untuk menerima kekurangan, memaafkan, dan menuntun menjadi lebih baik. Bukan cinta namanya ketika diuji dengan ketidaksempurnaan langsung pergi dan berpaling. Itu cinta yang belum teruji. Itu cinta yang tak siap menerima. Cinta yang tak bersedia mengorbankan kekecewaannya untuk memperbaiki.
Apapun legitimasi dari cinta yang diucapkan. Ingatlah pelajaran kali ini, bahwa: “cinta tak selalu mengoleksi kata senang. Cinta tak memilih kondisi. Cinta tak memilah waktu. Dan cinta akan selalu menghimpun banyak pengorbanan”. Trima kasih ibu…..
Tulisan terinspirasi dari sosok ibu yang dikirimkan Allah untukku. Semoga Allah selalu dalam lindungan Allah. Bapak… Syafaakallah.. Laa Ba’sa Thohuurun Insya Allah. Smoga lekas sembuh.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar