a. Sejarah Perkembangan Budaya Massa (POP)
Awal perkembangan ide budaya massa muncul sekitar tahun 1920-an – 1930-an yang selanjutnya menjadi perspektif studi budaya pop. Namun bukan berarti budaya pop baru muncul belakangan ini. Dalam sebuah studi yang dikembangkan oleh Lowenthal (1957) yang kemudian diurai oleh serinati, dapat diketahui bahwa trend budaya massa telah muncul di abad 16 dan 17. Merujuk pada karya pascal dan Montaigne serta keterkaitannya dengan kelahiran pasar ekonoi, sehingga bukan hanya menjadi kerja budaya, tetapi juga kerja ekonomi- orientasi pasar: rugi laba.
Peter Borke, mengemukakan bahwa pembentukan budaya massa dari konstruksi budaya pop, tidak terlepas dari usaha pendiri bangsa dalam menciptakan selera bangsa melalui lagu-lagu kebangsaan untuk memupuk kesadaran nasionalisme, sehingga terwujud sikap patriotis dan nasionalis. Hal ini berlangsung sekitar abad 18 yang dikomandoi oleh para penyair untuk menciptakan budaya massa melalui absorbs kebudayaan nasional yang diangkat ke dalam karya sastra nasional. Namun, adanya hal ini menimbulkan 2 kutub yaitu budaya tinggi dan budaya rendah.
Senada dengan hal tersebut, Williams menyatakan bahwa sebaiknya istilah popular dipandang melalui perspektif orang yang aktif di dalamnya, bukan siapa yang memiliki kepntingan. Namun ternyata defenisi popular bukan lagi berasal dari rakyat, dicirikan, dikarakterisasi tetapi oleh orang luar yang memiliki beraneka kepentingan.Sehingg muncullah dua makna kuno-populer.Jenis karya inferior dan jenis karya yang ditata untuk disukai oleh banyak orang.Yang kedualah yang kemudian berkembang.Jadilah budaya popular ini menekan kuat karya modernitor yang harus digemari dan disukai sebagai ikon masyarakat modern.
Dan banyak lagi pendefenisian budaya pop itu sendiri. Sehingga disimpulkan bahwa budaya ini amat terkait dengan artefak individual seperti music, acara TV atau kelompok penikmat gaya hidup. dalam teori Frankfut, pemirasa adlah konsumen pasif dari produk tipu muslihat produksi industrial, sehingga tujuan dan peran produksi dimanipulasi melalui media massa baru.
b. Problem-problem remaja
Remaja adalah masa transisi, dimana mereka banyak mengalami ejadian sosio-biologis untuk menuju kematangan pola pikirnya. Sehinggga asa ini menjadi masa untuk membuat bue print masa depannya. Dengan karakteristik remaja seperti itu, tentulah dunia remaja akan menimbulkan bayak problema.
Awal perkembangan ide budaya massa muncul sekitar tahun 1920-an – 1930-an yang selanjutnya menjadi perspektif studi budaya pop. Namun bukan berarti budaya pop baru muncul belakangan ini. Dalam sebuah studi yang dikembangkan oleh Lowenthal (1957) yang kemudian diurai oleh serinati, dapat diketahui bahwa trend budaya massa telah muncul di abad 16 dan 17. Merujuk pada karya pascal dan Montaigne serta keterkaitannya dengan kelahiran pasar ekonoi, sehingga bukan hanya menjadi kerja budaya, tetapi juga kerja ekonomi- orientasi pasar: rugi laba.
Peter Borke, mengemukakan bahwa pembentukan budaya massa dari konstruksi budaya pop, tidak terlepas dari usaha pendiri bangsa dalam menciptakan selera bangsa melalui lagu-lagu kebangsaan untuk memupuk kesadaran nasionalisme, sehingga terwujud sikap patriotis dan nasionalis. Hal ini berlangsung sekitar abad 18 yang dikomandoi oleh para penyair untuk menciptakan budaya massa melalui absorbs kebudayaan nasional yang diangkat ke dalam karya sastra nasional. Namun, adanya hal ini menimbulkan 2 kutub yaitu budaya tinggi dan budaya rendah.
Senada dengan hal tersebut, Williams menyatakan bahwa sebaiknya istilah popular dipandang melalui perspektif orang yang aktif di dalamnya, bukan siapa yang memiliki kepntingan. Namun ternyata defenisi popular bukan lagi berasal dari rakyat, dicirikan, dikarakterisasi tetapi oleh orang luar yang memiliki beraneka kepentingan.Sehingg muncullah dua makna kuno-populer.Jenis karya inferior dan jenis karya yang ditata untuk disukai oleh banyak orang.Yang kedualah yang kemudian berkembang.Jadilah budaya popular ini menekan kuat karya modernitor yang harus digemari dan disukai sebagai ikon masyarakat modern.
Dan banyak lagi pendefenisian budaya pop itu sendiri. Sehingga disimpulkan bahwa budaya ini amat terkait dengan artefak individual seperti music, acara TV atau kelompok penikmat gaya hidup. dalam teori Frankfut, pemirasa adlah konsumen pasif dari produk tipu muslihat produksi industrial, sehingga tujuan dan peran produksi dimanipulasi melalui media massa baru.
b. Problem-problem remaja
Remaja adalah masa transisi, dimana mereka banyak mengalami ejadian sosio-biologis untuk menuju kematangan pola pikirnya. Sehinggga asa ini menjadi masa untuk membuat bue print masa depannya. Dengan karakteristik remaja seperti itu, tentulah dunia remaja akan menimbulkan bayak problema.
- Remaja banyak dirangsang oleh nafsu duniawi, seperti fashion, lifestyle dan sports, sesuatu yang bersifat kesenangan. Hal ini sering sering meresahkan ,asyarakat yang masih memegang sendi religiusitas. Oleh karena itu, hasrat untuk kreatif ditindas oleh desain-desain industry budaya. Jika ada yang berani kritis, akan dihujani dengan sindiran dari lingkungan. Misalnya yang pernah marak dipakai “hari gini, ga punya HP?”. Bukannya direspon dengan bertanya balik, malah menjadi ikut-ikutan. Disinilah remaja tersihir untuk melupakan blue printnya. Remaja banyak terjebak dalam ikon-ikon yang telah dibuat, tanpa sadar ia pun bisa menjadi ikon.
- Remaja cenderung mudah untuk diekndalikan dan ditundukkan oleh ikon yang berada tanda modernitor dan psot modernitor. Menentang hal yang mapan adalah wajib baginya dilakukan agar tidak tertendang. Pola demikian akan menggerus dimensi transcendental remaja dan mementingkan pragmatis, praktis dan serba kekinian “because now or never”. Remaja mengalami desublimasi represi, tetapi mereka mengimami, mengamini, mengimani dan menikmatinya.
c. Mengapa harus remaja
Lalu, muncul pertanyaan, Mengapa harus remaja yang menjadi sasaran budaya pop?. Hal ini karena remaja adalah target pasar yang amat potensial. Mereka adalah variable yang amat ringkih pada penetrasi pasar.Apalagi jumlah remaja sangat signifikan dan selalu bertambah dari tahun ke tahun.Walaupun secara keuangan, belum memiliki penghasilan sendiri tetapi mereka memiliki daya beli yang tinggi.
Menurut McIntost, remaja yang dilahirkan sekitar tahun 1980-an dan 1990-an merupaka generasi yang hidup di tengah hiruk pikuk gelombang modernasi dan munculnya ekspansi capital. Tidak lagi mengalami kontradiksi-kontradiksi ideologis dan politis yang melanda generasi sebelumnya.Generasi ini tidak tertarik lagi dengan soal perang, kelaparan, politik. Hegemoni wcana besar seperti ideology politik dan nasionalisme telah dibunuh oleh perkembangan gaya. Generasi ini mencirikan dirinya sebagai generasi santai, budaya hiburan, dan hura-hura. Penikmat gaya hidup..!.
Jika remaja tahun 1980-an dan 1990-an saja telah merasa asing dengan wacana seperti itu dan lebih senang mencari kesenangan dan bersantai dengan hidupnya, lalu bagaimana dengan remaja yang lahir ditahun 2000-an?. Kita bisa melihat, semakin lama remaja lebih mendefenisikan hidupnya dengan hal-hal yang bersifat hura-hura, mencari yang instan, enggan berpikir tentang tema yang berat, dengan berbagai alas an, mulai dari ngin menikmati hidup dengan santai, malas berpikir tema yang katanya tidak remaja banget, hidup telah dibuat instan, ngapain diperibet dengan hal lain. Apalagi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang memungkinkah komunikasi tanpa batas membuat remaja termanjakan dengan hidup.Lebih senang menyibukkan diri dengan dunia barunya yang bernama dunia maya, dibandingkan dunia nyata yang sebenarnya mereka miliki seutuhnya. Lebih senang meng-autiskan diri dengan gadget yang setiap hari manja di genggamannya daripada memikirkan apa yang mesti mereka buat untuk masa depan mereka. Atau berpikir tentang kenegaraan, tentang politik, tentang nasionalisme, bahkan spiritualitas semakin diacuhkan. Maka jadilah mereka semakin menjadi generasi penikmat gaya hidup dan penikmat teknologi tanpa berpikir bagaimana mengembangkannya.
Remaja saat ini dituntut untuk menganut budaya pop, karena adanya tekanan dan arahan dari segala penjuru, teman, lingkungan, media cetak dan elektronik untuk selalu membeo , seakan semuanya adalah wajib. Bagaimana tidak seperti itu, jika tiap hari bahkan tiap detik, itulah yang disuguhkan, menggiurk an. Wajar jika remaja banyak terseret dalam arus globalisasi. Now, remaja is global teens…!!!.
d. Pemahaman penting untuk remaja
Dengan melihat perkembangan globalisasi yang semakin menyeret remaja masuk dalam dunia budaya pop, maka selayaknya remaja diberikan pemahaman agar mereka bisa membawa diri mereka, memposisikan dan memahamkan diri untuk lebih kritis menyikapi apa yang disuguhkan mentah-mentah dihadapan mereka.
Lalu, muncul pertanyaan, Mengapa harus remaja yang menjadi sasaran budaya pop?. Hal ini karena remaja adalah target pasar yang amat potensial. Mereka adalah variable yang amat ringkih pada penetrasi pasar.Apalagi jumlah remaja sangat signifikan dan selalu bertambah dari tahun ke tahun.Walaupun secara keuangan, belum memiliki penghasilan sendiri tetapi mereka memiliki daya beli yang tinggi.
Menurut McIntost, remaja yang dilahirkan sekitar tahun 1980-an dan 1990-an merupaka generasi yang hidup di tengah hiruk pikuk gelombang modernasi dan munculnya ekspansi capital. Tidak lagi mengalami kontradiksi-kontradiksi ideologis dan politis yang melanda generasi sebelumnya.Generasi ini tidak tertarik lagi dengan soal perang, kelaparan, politik. Hegemoni wcana besar seperti ideology politik dan nasionalisme telah dibunuh oleh perkembangan gaya. Generasi ini mencirikan dirinya sebagai generasi santai, budaya hiburan, dan hura-hura. Penikmat gaya hidup..!.
Jika remaja tahun 1980-an dan 1990-an saja telah merasa asing dengan wacana seperti itu dan lebih senang mencari kesenangan dan bersantai dengan hidupnya, lalu bagaimana dengan remaja yang lahir ditahun 2000-an?. Kita bisa melihat, semakin lama remaja lebih mendefenisikan hidupnya dengan hal-hal yang bersifat hura-hura, mencari yang instan, enggan berpikir tentang tema yang berat, dengan berbagai alas an, mulai dari ngin menikmati hidup dengan santai, malas berpikir tema yang katanya tidak remaja banget, hidup telah dibuat instan, ngapain diperibet dengan hal lain. Apalagi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang memungkinkah komunikasi tanpa batas membuat remaja termanjakan dengan hidup.Lebih senang menyibukkan diri dengan dunia barunya yang bernama dunia maya, dibandingkan dunia nyata yang sebenarnya mereka miliki seutuhnya. Lebih senang meng-autiskan diri dengan gadget yang setiap hari manja di genggamannya daripada memikirkan apa yang mesti mereka buat untuk masa depan mereka. Atau berpikir tentang kenegaraan, tentang politik, tentang nasionalisme, bahkan spiritualitas semakin diacuhkan. Maka jadilah mereka semakin menjadi generasi penikmat gaya hidup dan penikmat teknologi tanpa berpikir bagaimana mengembangkannya.
Remaja saat ini dituntut untuk menganut budaya pop, karena adanya tekanan dan arahan dari segala penjuru, teman, lingkungan, media cetak dan elektronik untuk selalu membeo , seakan semuanya adalah wajib. Bagaimana tidak seperti itu, jika tiap hari bahkan tiap detik, itulah yang disuguhkan, menggiurk an. Wajar jika remaja banyak terseret dalam arus globalisasi. Now, remaja is global teens…!!!.
d. Pemahaman penting untuk remaja
Dengan melihat perkembangan globalisasi yang semakin menyeret remaja masuk dalam dunia budaya pop, maka selayaknya remaja diberikan pemahaman agar mereka bisa membawa diri mereka, memposisikan dan memahamkan diri untuk lebih kritis menyikapi apa yang disuguhkan mentah-mentah dihadapan mereka.
- - Memberikan wawasan bahwa budaya global itu kini menggelinding seperti bola salju yang menggelindingsecara cepat. Tentunya akan membawa implikasi yang serius.
- - Dengan berbekal informasi, seharusnya remaja memahami ini semua, dan akan bertanya mengapa remaja Indonesia terpengaruh dan dan terseret dengan mudah?. Walaupun jawabannya sudah tentu karena adanya budaya pop 3F.
Bre Redana, seorang ahli budaya mengatakan bahwa proses populerisasi gaya hidup akan membawa dampak pada “kalifornikasi gaya hidup” yaitu gaya hidup serba instan dan memuja teknologi serta hedonistic.
(Sebuah Resume, Mengenang Pelatihan Kader Taruna Melatu Utama IRM 2008 @Lampung)
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar