Langsung ke konten utama

Menunggu Yang Elegan

Hampir semua orang sepakat bahwa hal yang paling membosankan di dunia ini adalah menunggu. Namun, menurutku itu hanya ada sebelum gadget merampas perhatian manusia. Dahulu, ketika diperhadapkan dengan pilihan menunggu, raut wajah mana yang tidak memunculkan rasa was-was, cemberut bahkan sedih. Karena saat menunggulah, bosan bisa mencapai puncaknya. Bagaimana tidak? Jika menunggu membuat seseorang harus menjinakkan kesabarannya agar bisa tetap menunggu dan menunggu. Apalagi saat yang ditunggu telah menghabiskan banyak waktu, namun tak jua menampakkan bahkan batang hidungnya sekalipun. Hanya dengan bermodal kata “tunggulah”, membuat sebuah lukisan harapan. Lalu, apakah semua hasil dari menunggu adalah nyata?. Tentu tidak, terkadang seseorang harus puas ketika menemui kenihilan dari menunggunya. Karena memang, menunggu artinya siap menerima hasil apakah real atau nihil. Karenanya, dengan abstraknya hasil dari sebuah ativitas menunggu, wajarlah jika menunggu akhirnya dinobatkan menjadi ratu dari kebosanan. 

 
Bagaimana dengan sekarang? Saat dunia gadget mencuri banyak perhatian manusia. Lihat saja, Hampir di setiap sudut yang kita saksikan adalah manusia bermesra dengan benda yang berwujud gadget, entah itu Hp, tablet, dsb. Tak segan, manusia mengganti manusia sesamanya dengan gadget. Bukan lagi bermesra dengan keluarga, malah kumpul dengan keluarga tetapi semuanya pada asyik dengan gadget yang ada di tangannya. Seolah memang dunia yang ditawarkan gadget, ukhuwah maya, lebih menyenangkan dibandingkan kebersamaan yang nyata di depan matanya. Kebersamaan di dunia nyata pun seolah hambar dan dinomorduakan. Akhirnya manusia menjadi “autis”. Dengan keasyikan yang ditawarkan oleh gadget inilah, menjadikan menunggu tak lagi membosankan. Menunggu tak harus bermuka bengong sambil ngelantur sana sini, berharap waktu terus bergulir dan yang ditunggu segera hadir. Karena dengan candu yang diberikan oleh gadget, telah sukses menyihir manusia untuk autis. Lupa dengan kondisinya, lupa dengan waktu, lupa dengan sekitar, lupa untuk mendongkol, dan lupa untuk bersedih. Yang pada akhirnya, asyik dengan diri mereka sendiri dengan dunia gadget yang ada di tangan mereka. 
 
Namun, meski gadget diidentikkan dengan autisisasi manusia, namun itu lebih bermanfaat, dan elegan daripada menunggu dengan bengong atau mencak-mencak sendiri. Karena sisi lain dari makin merambahnya dunia gadget adalah manusia bisa menjadikan aktivitas menunggunya menjadi lebih bermanfaat. Sambil menunggu bisa membaca berita, informasi, perkembangan pengetahuan, dsb. Dengan gadget di tangan, juga bisa sambil menghafal. Atau sambil mengaji, atau sambil mengerjakan tugas, atau menyesaikan pekerjaan lain. Tidak hanya asyik bersosmed ria, berchating, atau kepo sana-sini. Bukankah menunggu sambil mengerjakan pekerjaan lain lebih elegan? Lebih melenturkan emosi?. 
 
Apapun jenis menunggumu, menunggulah dengan elegan. Tak perlu menguras emosi dengan menunggu dengan diam, terbengong dan memikirkan kemungkinan-kemungkinan dari hasil menunggu. Ketahuilah, hanya ada 2 jawaban dari hasil menunggumu, sesuai harapan atau tidak. Dan karena, tak tahu apa yang terjadi dengan masa depan, jangan memebiarkan waktu berlalu dengan hanya memikirkan kemungkinan-kemungkinan. Tetaplah menunggu jika ingin menunggu, tetapi menunggulah yang elegan.

Mksr, 6 Feb 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap