Langsung ke konten utama

Diri Ibarat Rumah

Apakah anda pelaku dosa atau pelaku kebaikan? Apakah tak ada alasan, tak ada cara agar bisa keluar darinya? sekali lagi, hidup itu selalu on going, selalu bergulir dan selalu berproses. Hidup kita tak pernah stagnan. karena tak pernah stagnan, maka begitulah juga dengan keimanan kita. Keimanan selalu naik turun tergantung keadaan kita. terbuai dengan keadaan atau berusaha keluar darinya. Mari kita analogikan diri kita dengan sebuah rumah. ibarat sebuah rumah, tentu dihuni agar bisa memberi kenyamanan. 


Bagaimanakah agar sebuah rumah selalu tampak nyaman? Rumah harus sering dibersihkan, dipelihara, direnovasi, dipercantik dengan aneka furniture. Bila rumah kita sudah bersih, besar, dipenuhi banyak furniture, bangunan dan peralatan yang baru. sampai kapan sensasi fresh akan dirasakan meski semuanya baru?. Meski baru masih harus sering dibersihkan, disapu, dijaga, diatur bahkan mungkin akan ada renovasi entah besar atau kecil. jika tidak, rumah yang tadinya besar, baru, bersih dan rapi akan mudah berubh menjadi rumah yang kotor, berdebu, dan tidak teratur. Begitu pula dengan diri kita. meski kita sudah sering berbuat kebaikan, sudah baik, sudah sholeh sholehah, kita masih hatus menjaganya agar tetap masih seperti itu. Harus terus berbuat kebaikan. harus terus membenahi diri, harus terus membersihkan diri. Harus terus banyak mengoreksi diri, beristighfar, dan meminta ampunan. Tidak ada jaminan kalau setiap hari akan sama derajat keimnan kita. Rumah yang sebersih dan semengkilat bagaimanapun, tidak pernah dibersihkan akan kotor juga, akan berdebu juga, dan lama kelamaan akan rapuh juga. maka selalu refresh diri dengan tetap berbuat kebaikan, banyak bermunajat, dan beristghfar.

Bagaimana dengan rumah yang kotor? Akan tetap saja sama menjadi kotor dan jorok jika tak tergerak membersihkannya. Seberapapun jorok dan kotornya, bahkan debu setebal apapun, tetap saja bisa dibersihkan dan bisa berubah menjadi rumah yang asri dan nyaman. Hanya diperlukan keinginan untuk membersihkannya. Mungkin tidak serta merta bersih seperti yang kita inginkan. Tetapi lambat laun, semua debu akan terangkat. Diri selalu berbuat maksiat? Kejahatan? dosa? bersihkanlah! Dosa bisa jadi tak terangkat langsung seluruhnya, tetapi dapat dihilangkan secara bertahap. Selalu bersihkan diri dengan berbuat kebaikan dan istighfar. Bukankah memang jika kita berbuat kesalahan, maka harus diiringin dengan kebaikan yang lebih besar.

Intinya bahwa, jangan puas akan diri saat ini. Selalu dibutuhkan usaha untuk selalu memperbaiki keadaan saat ini. Karena Hasil tak pernah mengkhianati Usaha.

(Kayaknya, tulisan ini terganggu dengan berita bahagia yang kudapat pagi ini. Jadi ide entah kemana, dan gagal fokus beneran. Ahh... barakallahufikum adik2ku. kembali muncul Labkommat couple. slamat..slamat...)

*onedayonenote*
*ramadhanmubarak*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap