Kunikmati hari2 terakhirku di penghujung pangkat 2. Arghh… waktu benar-benar Tak terasa bergulir. Rasa-rasanya saya masih gadis kecil berlarian kesana kemarin tanpa alas kaki. Dan rasa-rasanya saya masih seorang gadis dengan sifat Yang masih kekanak-kanakan. Ternyata saya harus terbangun dari mimpi panjang. Saya harus mencubit pipi keras-keras agar diri Ini sadar. Saya bukan lagi anak remaja apalagi anak-anak yang masih wajar ketika ngambek dan manja. Saya telah sangat dewasa. Sudah bukan saatnya terus berpikir bahwa saya masih anak kecil. Mungkin dari perawakan tubuh orang masih menganggap saya masih kecil, tapi sudah saatnya saya menepuk bahu dan sadar. Hey yaya… kau sudah sangat dewasa. Bukankah derajat dua akan berlalu?.
Tinggal menunggu beberapa hari saya akan resmi naik pangkat. Ah, angka itu angka angker menurutku. Lebih angker dari angka 13 yang banyak dihindari orang. Ini lebih angker lagi. Kenapa? Karena manusia selalu dihantui dengan banyak istilah. Dan angka itulah yang menjadi patokan idealisme bagi manusia. Apalagi menjadi seorang perempuan. Angka idealis katanya. Angka warning katanya. Bahkan angka berbahaya katanya. Angka itu menjadi patokan batas idealis untuk menikah. Lewat dari itu sudah masuk dalam kategori terlambat. Dan tentu ada lagi ujung-ujungnya. Juga, angka itu kalau belum ketemu jodoh sudah mesti warning. Sudah kurang yang mau melirik. Katanya laki-laki kan suka daun muda. Dan juga, sekaligus angka itu menjadi angka berbahaya bagi seorang perempuan untuk melahirkan. Nah, negeri kan…??? Angker kan? Horor kan?. Makanya saya juga ngeri jadinya. Mungkin saya pun telah kesetrum istilah dan patokan2 itu. Berapa tidak sekitar mendorong kita menerima aturan2 itu. Mau tidak mau. Suka tidak suka. Benci pun, harus ikutan mengangguk. Yah sudahlah… Ahhh… begini kah rasanya?. Jadi horor sendiri.
Lalu saya harus bagaimana? Tinggal menghitung 10 hari saya akan memasuki zona itu. Zona yang penuh embel-embel. Itu berarti siapkan kuping dan hati yang tebal menerima banyak pertanyaan, mungkin juga sangkaan bahkan cibiran. Itulah resiko hidup sebagai manusia. Apalagi jadi manusia Indonesia (hehehe… maapkeun. Bukan nya nggak cinta negara). Aku tahu, Tak ada yang bisa kulakukan. Hanya harus menggunakan sisa hari Ini untuk banyak berbahagia. Atau lebih tepatnya mengumpulkan semua kebahagiaan agar bisa melawan kengerian yang akan datang. Namun semoga, cerita horor itu hanya absurd, hanya ilusi, hanya imajinasi. ~_^
*Catatan di penghujung Juli16*
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar