Hai blog.... apa kabarmu?. Maaf karena akhir-akhir ini jarang menemuimu. Tetapi tenang saja, kau masih menjadi tempat keduaku bercerita setelah Rabb-ku. Maaf ya, ada yang tidak kuceritakan padamu, cukup aku dan Rabb-ku yang tahu. Tak apa kan?. Bukankah kau telah mengajarkan kepadaku untuk lebih mengutamakan-Nya daripada dirimu?. Thanks atas penerimaanmu. Selagi cerita itu wajar kukisahkan, aku akan menemuimu. Dan selagi susunan kalimat itu baik kutulisakn di dindingmu, aku akan melakukannya. Mungkin tidak tersurat, selalu dengan tersirat. Tetapi, aku yakin kau pahamlah diriku. Bukankah kita telah lama bersahabat?. Hehehe... :-).
Kali ini, aku teringat tentang Elijah. Kau tahu kan siapa Elijah?. itu berarti aku teringat pula dengan Lail. Bicara tentang Lail, tentu Maryam akan ngikut. Ada apa dengan ketiganya?. Aku ingin mengatakan bahwa kalau saja Elijah ada saat ini, mungkin akupun akan seperti Lail berusaha menemuinya, dan bertemu dengan semua mesin-mesin berbelalai yang canggih itu. Mungkin aku telah berada di ruangan kecil berlapis keamanan ketat itu. dan mungkin aku telah masuk sama seperti lail dengan tekad membaja. Sama keinginannya. sama masalahnya. Sama rasanya. Meski detail peristiwanya tidak sama. Hanya saja, mungkin keputusan akhir setelah Elijah memberi petuah, antara aku dan lail akan berbeda.
Aku tak sehebat lail. Aku tak sesabar Lail. Jadi mungkin aku akan tetap kekeuh menerbangkan dengan paksa simpul benang merah yang berantakan itu. Kutahu, itu berarti aku tidak seperti kata Maryam bahwa aku bukan orang yang kuat. Iya, mungkin seperti itu. Memang, benang-benang merah itu kelak akan dimunculkan oleh waktu sebagai sesuatu yang pantas dikenang sebagai pelajaran. atau bahkan nanti kita akan tersenyum mengingat kilasan sejarah. Tetapi, sekali lagi aku tak bisa seperti lail. Dia memang menyatukan seluruh simpul benang itu menjadi biru, namun tahu kan akhirnya, memang yang hilang menurutnya, sebenarnya tidak. Ahhh... kalau saja akupun seperti itu. Mungkinkah?.
Aku tak sehebat lail. Aku tak sesabar Lail. Jadi mungkin aku akan tetap kekeuh menerbangkan dengan paksa simpul benang merah yang berantakan itu. Kutahu, itu berarti aku tidak seperti kata Maryam bahwa aku bukan orang yang kuat. Iya, mungkin seperti itu. Memang, benang-benang merah itu kelak akan dimunculkan oleh waktu sebagai sesuatu yang pantas dikenang sebagai pelajaran. atau bahkan nanti kita akan tersenyum mengingat kilasan sejarah. Tetapi, sekali lagi aku tak bisa seperti lail. Dia memang menyatukan seluruh simpul benang itu menjadi biru, namun tahu kan akhirnya, memang yang hilang menurutnya, sebenarnya tidak. Ahhh... kalau saja akupun seperti itu. Mungkinkah?.
Hai blog.....
Kalau saja.... benar ada Elijah di zaman now, Aku akan berusaha jadi pendaftar pasiennya. Aku salut dengan Lail. Tetapi, aku sungguh iri menjadi Maryam.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar