Langsung ke konten utama

Surat untuk Ayah

Bapak....
Aku rindu. entah beberapa hari ini selalu saja berteman derai. entah ketika berada di rumah kala menyadari sosokmu telah tak ada namun kerja tanganmu masih terasa. Ataupun kala segala yang kuhadapi rasanya makin berat. Aku tak pandai bercerita ayah. Kadang lidah ini kelu saat ingin bercerita pada ibu. Atau ketika ingin bercerita dengan kakak. Aku masih sama seperti biasanya, nampak tegar dan sok tegar, tetapi diam-diam di balik dinding dan sepinya malam, derai selalu saja menemani. Aku masih selalu ingin tampak sempurna dan mandiri. Ingin menyibukkan diri agar hari berlalu terus dan terus tanpa kusadari. Tapi, siapa yang tahu kalau sebenarnya diri ini sangatlah rapuh?

Masalah demi masalah. Kejadian demi kejadian. emosi demi emosi silih berganti. Tawa, sedih, bahagia, merana, tersenyum, marah, harap, kesal, yakin, hancur, bercanda, dicerca, bersama, tak dianggap, diterima, dipermalukan. Semua telah mewarnai hari demi hari. Kadang begitu pongah berkata bisa melalui semuanya. Kenyataannya, aku tetap saja jadi yaya yang amat sangat mudah menangis di balik tirai tanpa mata. 

Ayah, semakin kepahitan hidup ini merajai, aku semakin merindukanmu. Beginikah hidup ayah? kala idealisme ingin dipetahankan? secongkak inikah hidup ayah? kala status sosial menjadikan orang meremehkan orang lain? Begitu melelahkankah hidup ayah? kala jabatan, harta, kedudukan membuat orang begitu mudahnya tidak menghargai orang lain?. 

Ayah, bisakah mengulang waktu. Mari kembali saja ke masa aku kecil dulu. Kita duduk di bawah langit malam bertabur bintang sambil menunjuk bintang dan rembulan. Bercerita banyak hal. Duduk sampai malam benar-benar memaksa kita tuk beranjak karena dinginnya. Ataukah kala kita naik ke gunung bersama. Menjejaki rerumputan dan rimbun pepohonan. Kadang mengambil kayu bakar bersama, atau hanya sekedar duduk-duduk menikmati segarnya panorama pegunungan. 

Ayah, semoga rinduku tersampaikan. Do'a terbaik selalu untukmu. Semoga Allah selalu merahmatimu. Mohon, mintalah kepada Allah agar anakmu ini bisa lebih kuat. 

Palopo, 26 Maret 2019. 01.17 a.m.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap