Apa kabar di alam sana?
Hari ini tepat 4 tahun yang lalu engkau pergi meninggalkan kami. Membawa seluruh kenangan bersamamu. Tak ada lagi yang kupanggil bapak. Saat itu, aku benar-benar merasa kehilangan. Dunia yang biasanya utuh menjadi runtuh. Tak ada lagi sosok yang kupanggil "bapak".
Sebagai anak perempuan, aku mewarisi banyak sifat darimu. Mungkin karena aku banyak belajar darimu banyak hal. Tentang kesederhanaan, idealis, juga sikap kerasmu tentang apa yang kau anggap sesuatu yang benar. Acapkali mengingatmu, terasa kembali ke masa kecil kami selalu menunggu kepulanganmu dari sekolah membawa beberapa batang bahkan terkadang sekotak kapur. Rasanya sangat bahagia. Belum lagi bubur buatanmu tiap pagi sebelum kami berangkat ke sekolah. Dan tentu pembelaanmu pada kami tiap kali kami dimarahi oleh ibu. Duduk depan rumah sambil menatap bintang adalah kebiasaan favorit kita. Bahkan pernah suatu waktu kita melakukannya di sungai saat malam karena kita semua kena marah oleh ibu. Yah, sesimpel itu kenangan kita tetapi tetap saja begitu menyenangkan dan haru kala dikenang. Dan aku hanya akan mengenang hal yang baik, karena bagiku tak ada manusia yang sempurna, begitupun dengan orang tua dengan segala masalah, lika-liku, juga kekurangannya. Disitulah anak belajar mendewasa. aku akan terus berterima kasih padamu dengan segala kasih sayang yang engkau beri meski tak tampak. Aku, kami tetap menyayangimu.
Bapak.... Aku merindukan panggilanmu. Meski hanya sekedar pertanyaan "dimana gula?, adakah kopi?, Berapa harganya adem sari?. Aku rindu kisahmu, entah itu kisah hidupmu, kisah perjuangan gerombolan masa dulu, atau kisah sejarah, atau penjelasan apapun darimu. Karena semasa hidupmu, buku adalah teman di waktu istirahatmu. Engkau rajin membaca bahkan kamus pun rajin engkau buka . aku pun rindu suara daun dan ranting kayu yang engkau sapu tiap subuh sehabis shalat. Tak pernah ada yang mendahului bangun tiap subuh. Dan tak pernah kulihat semasa sehatmu tidur setelah subuh. Tak pernah. Selalu saja ada yang engkau lakukan. Paling sering adalah menyapu dan mencabuti rumput yang tumbuh di pekarangan rumah. Di masa hidupmu, rumah selalu bersih tertata.
Sederhana dan tak pernah mengeluh. Itu yang kusimpulkan darimu. Meski dulunya adalah seorang pegawai negeri, seorang guru tetapi tetap saja sederhana. Tak malu bepergian hanya berjalan kaki meksi sudah mulai banyak yang berkendara roda dua. Tak gengsi ke gunung mencari kayu bakar, karena gaji guru saat itu tidaklah mencukupi kebutuhan keluarga dengan 6 orang anak. Dan sebagaimana pun masalah yang engkau hadapi, bagiku engkau tak pernah mengeluh. Bahkan sakit pun. Di akhir hayatmu, barulah kami tahu penyakit yang selama ini mengrogotimu. Bukan penyakit biasa; Kanker hati dan ginjal. Dan apa? kami tak adapun yang tahu padahal kondisinya ternyata sudah sangat parah. Pernahkah mengeluh? hampir tidak pernah. Bahkan beberapa hari sebelum masuk rumah sakit masih sempat membersihkan kayu-kayu di pekarangan, mengangkat dan membuangnya.
Bapak. Banyak kisah tentangmu. Juga banyak yang ingin kuceritakan padamu. Tetapi biarlah, semua menjadi lirih panjang dalam do'a untukmu. Semoga alam kuburmu di lapangkan. semoga engkau selalu diberikan rahmat dan maghfirah-Nya. Maafkan jika anakmu ini terkadang lalai mengirimkan doa untukmu. Semoga dalam tiap tarikan nafasku, aku bisa terus mendoakanmu. Karena hanya itulah yang bisa kulakukan untukmu. (Juga) hanya itu yang bisa kulakukan saat merindukanmu.
Bapak....
Aku merindukanmu🥺.
Video Narasi disini
Palopo, 5 Desember 2021
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar