Langsung ke konten utama

Belum Sukses


Apa indikator dari sukses?. Adakah parameter yang jelas? atau siapakah yang berhak melabeli kesuksesan?. Hingga saat ini, sukses masih menjadi term yang penuh dengan tanda tanya. Semua tergantung sudut pandang seseorang. Ada yang sudah bekerja, tetapi karena bukan PNS atau bukan pekerjaan yang WOW kelihatan, pada akhirnya dicap tidak sukses. Ada pula yang pekerjaannya sudah lumayan baik, dengan gaji yang diatas rata-rata, namun karena belum menikah, dicap jugalah belum sukses. Ada juga yang sudah bekerja, sudah menikah, tetapi belum punya anak, juga tidak ketinggalan dari cap belum sukses. Ada juga yang bekerja di tempat yang keren kata sebahagia orang, tetapi posisi masih begitu-begitu saja, akhirnya tetap saja dicap belum sukses. Dan seabrek defenisi sukses versi manusia. Sampai kapan kita akan terus mendefenisikan sukses?. Apakah kita tidak lelah mengikuti semua mau manusia. Mengejar semua parameter yang ditetapkan. Memaksakan diri menerima cap bahwa diri belum sukses, hingga meraung, merasa tak berdaya, merasa hancur, merasa rendah, insecure, merasa tak ada apa-apanya. Sampai kapan kita terus mendengar defenisi orang lain?. Dan sampai kapan kita tidak mengapresiasi diri yang telah berjalan sejauh ini. 

Orang lain mungkin bisa sampai ke tahap dimana itulah defenisi sukses versi khalayak. Tetapi orang lainnya belum tentu akan serupa nasibnya. Mencoba, berusaha, dan seabrek cara yang dilakukan, bisa jadi tidak akan pernah bisa sama dengan posisi orang lain. Lalu kenapa? salahkah? Apakah kita akan terus mempersalahkan diri kita yang tidak bisa mencapi titik dimana orang lain berada? Apakah kita akan abai terhadap segala proses diri, pencapaian diri, dan juga segala yang dilakukan?. Mestikah sama persis berada di posisi orang lain barulah kita akan tertawa, bahagia, tersenyum, bangga, dan juga mengapresiasi diri?. Ingatlah, jalan hidup tiap manusia berbeda. Meski usaha a,b,c, d yang kita lakukan sama. Ada yang disebut garis hidup. Dan garis hidup itu bukan pertanda bahwa kamu belum sukses. Bukankah setiap posisi harus ada yang menempati?. Itu apatis? oh tidak!. Itu realistis. Kita tidak akan pernah bisa sama persis dengan orang lain. Dan kita pun bukan penguasa yang bisa mengatur dunia semau kita. Tiap kita punya jalan masing-masing. Kita punya peran masing-masing. Peran mereka di atas sana, ok. Peran kita mungkin di bawah mereka atau jauh dari mereka. Tetapi, ingatlah posisi jauh di atas sana akan runtuh tanpa ada penopang di bawah mereka. Tidak ada yang benar-benar super hero dan paling di dunia ini selain sang Pencipta. Kita hanya diminta memainkan peran kita dengan sebaik-baiknya. Apakah peran mereka di atas sana akan jauh lebih berpeluang mendapatkan amal daripada mereka yang dibawah?. Tentu tidak!. Semua peran tetap dengan peluang yang sama mendapatkan amal kebajikan yang sama dari peran yang mereka lakoni.

Olehnya, berhentilah insecure dengan segala pencapaian dan posisi orang lain. STOP. (juga) berhentilah menamai SUKSES dan TIDAK SUKSES pada kondisi seseorang hanya dari segi materi atau takdir yang melekat pada mereka. Kita tak pernah tahu di balik peran yang dilakoni, siapakah yang benar-benar memberikan manfaat yang lebih; apakah mereka yang ada di jajaran teratas ataukah mereka yang ada di deretan bawah. Bukankah SUKSES lebih tepatnya dilekatkan pada kebermanfaatan? Karena kelak itulah yang akan menjadikan kita hidup bahagia dengan sebenar-benarnya. Buat apa pekerjaan mumpuni kalau pekerjaan itu justru membuat lalai dari pencipta? apalagi jika pekerjaan itu justru membuat abai dengan perintah.Buat apa materi bergelimang, kalau materi itu tidak mengantarkan dekat dengan kebaikan. Dan buat apa ada di posisi teratas versi dunia, kalau posisi itu justru menjadi sebab kita kan jatuh pada jurang kehinaan karena kesombongan?. 

Kamu mungkin bukan siapa-siapa. Bukan orang terkenal. Bukan pejabat. Bukan orang kaya. bukan orang terpandang. Pekerjaanmu dipandang sebelah mata. rumahmu begitu-begitu saja. Penampilanmu biasa-biasa saja. Kamu hanya disitu-situ saja. Namun bukan berarti kamu benar-benar bukan siapa-siapa. Karena kondisimu justru membuatmu banyak bersyukur, banyak membantu, dan banyak bermanfaat. Jadilah tidak peduli dengan segala defenisi sukses versi manusia. Kamu dengan segala usahamu, dengan segala pencapaianmu, dengan segala yang kau miliki adalah SUKSES. Yah... sukses. Sukses menjadi dirimu dengan versi lebih baik dari sebelumnya. Bukan versi lebih baik dari orang lain.

Notes: Bagi yang belum lulus CPNS, don't be sad. Tak perlu peduli dengan segala labelling orang bahwa kamu tidak sukses. Cukup pendang ke depan, lakukan yang terbaik yang kamu bisa. Tak harus menjadi mereka, tetapi harus bermanfaat dan berberkah.

(Tulisan dari berbagai kisah "Mengukur Sukses" versi banyak manusia)

Komentar

  1. Masya Allah...tulisann yg sangat luar biasa, definisi sukses terkadang samar, namun bisa juga jelas.Keren, salam hormat saya heheh

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Elhabashy

Tahu kan ya dia siapa Maryam, Hamzah, dan Mundzir Elhabashy?. Ada yang nggak kenal?. Wah harus kenalan sama dia. Sebenarnya bukan lebay atau gimana gitu. Cuma bener terkagum-kagum mengikuti perkembangan keluarga ini. Seperti pada tulisan sebelumnya bagaimana sosok Hamzah membuat saya terharu dan terkagum-kagum sampai saya kepo mau tahu nih anak dari mana, dan bagaimana bisa menjadi hafidz di negeri minoritas muslim dan juga terkenal dengan negeri yang anti islam. Bisa dibayangkan bagaimana menjadi muslim di negeri minoritas apalagi dengan suguhan kebebasan. Bagaimana tumbuh sosok remaja yang didik menjadi generasi Qur'ani. Keterkaguman saya semakin bertambah setelah tahu kakaknya ternyata juga seorang hafidzah (Maryam Elhabashy) dan adiknya (Munthir Elhabshy) pun bercita-cita sama dengan kakak-kakaknya. Aih... betapa bangganya orang tua mereka. Keterkaguman saya semakin lengkap dengan melihat bagaimana ayah mereka begitu perhatian dan telaten selalu ada untuk anak-anaknya. Aya

Hamzah Elhabashy

Who is He?. Mungkin masih banyak yang belum mengenalnya, bahkan mengetahui namanya. karena pada dasarnya memang dia bukanlah seorang aktor atau semacamnya yang membuat dia terkenal. Namun, sejak kemunculannya di depan khalayak pada kompetisi Dubai International Holy Quran Award (DIHQA) 2015, akhirnya sosoknya menyita banyak perhatian. betapa tidak, sosoknya memang akan mudah menarik perhatian, gaya yang mungkin tidak seperti ala seorang hafidz, rambut panjang, lebih pakai setelan jas padahal yang lain kebanyakan pakai jubah plus kopiah atau sorban, wajah imut, manis, dan cakep (hayo, siapa yang nolak kalau dia cakep? hehehehe....). Apalagi..? Karena dia berasal dari negara USA, Amerika Serikat. Bukankah Amerika serikat sudah lazim dianggap sebagai negara yang selalu anti islam, sepakat menyebut islam sebagai teroris, dan negara yang selalu saja rasis dengan islam. Disana, islam adalah agama minoritas, agama yang hanya dianut oleh segelintir orang saja. Dengan kebudayaan yang ala bar

Adab Bertamu

Momen lebaran adalah adalah waktu yang sudah menjadi tradisi untuk dijadikan ajang silaturrahim baik ke keluarga, kerbat, teman, ataupun kenalan. Bukan hanya sekedar datang bertamu, tetapi motivasi dasarnya adalah melekatkan kembali silaturrahim yang mungkin sebelumnya lama tidak terhubung, renggang, ataupun retak. Atau singkatnya disebut sebagai ajang maaf memaafkan. Meski sebenarnya meminta maaf dan memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Acapkali berbuat salah selayaknya harus meminta maaf.  Dengan adanya moment silaturrahim tersebut, lalulintas pengunjung dari dan ke rumah seseorang akan meningkat. Maka tiap keluarga mesti bersiap menerima tamu yang tidak seperti biasanya. Hanya saja, masih ada tamu yang datang tidak menunjukkan etika yang baik saat bertamu. Bukannya membuat simpatik nyatanya membuat toxic. Kayaknya kita masih perlu belajar adab bertamu. Berikut beberapa hal yang perlu dihindari saat bertamu ataupun bersilaturrahim: 1. Tim penanya. Selalu bertanya status. "Kap